Menuju konten utama

Romy Kembali ke PPP, ICW: Parpol Permisif dengan Praktik Korupsi

ICW menilai diterimanya kembali Romahurmuziy alias Romy ke PPP membuktikan bahwa partai politik di Indonesia masih permisif dengan praktik korupsi.

Romy Kembali ke PPP, ICW: Parpol Permisif dengan Praktik Korupsi
Terpidana mantan Ketua Umum PPP Muhammad Rommahurmuziy (tengah) keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) K4, di Gedung KPK , Jakarta, Rabu (29/4/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana angkat bicara terkait kembalinya Romahurmuziy ke PPP usai menjalani hukuman sebagai narapidana kasus korupsi. Kurnia menilai hal tersebut membuktikan bahwa institusi partai politik di Indonesia masih permisif dengan praktik korupsi.

"Bergabungnya mantan terpidana korupsi ke dalam struktural partai politik, menggambarkan institusi parpol di Indonesia masih permisif dengan praktik korupsi," kata Kurnia saat dihubungi Selasa, 3 Januari 2022.

Padahal, menurut Kurnia, sebagai kejahatan luar biasa, korupsi tidak bisa ditangani dengan cara biasa termasuk ketika pelakunya sudah bebas dari hukuman sekalipun.

"Korupsi adalah kejahatan luar biasa, sehingga penanganannya tidak bisa dengan cara biasa. Termasuk diantaranya, setelah terpidana keluar dari lembaga pemasyarakatan harus ada efek jera tambahan yaitu tidak diperkenankan masuk pada wilayah politik," katanya.

Selain itu, Kurnia mengatakan bahwa parpol juga mempertimbangkan aspek atau nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat, ketika mengeluarkan kebijakan atau tindakan atau pernyataan terkait dengan pemberantasan korupsi, apalagi kalau mengangkat seorang mantan napi korupsi sebagai jajaran struktural parpol. Hal tersebut karena partai politik bukanlah lembaga swasta, yang berarti ada campur tangan keuangan negara di dalamnya.

"Partai politik bukan merupakan institusi swasta. Berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik, partai politik itu dikategorikan sebagai badan publik. Bahkan, jika merujuk Undang-Undang Partai Politik Pasal 34 Ayat 1 C di sana disebutkan ada peran serta negara yaitu keuangan partai politik juga bersumber dari bantuan APBN/APBD," jelasnya.

Kurnia juga menjelaskan bahwa UU Parpol menyatakan tujuan pembentukan parpol adalah untuk memperjuangkan dan membela masyarakat. Hal tersebut sulit tercapai bila parpol kerap kali mengesampingkan kepentingan rakyat dengan mengizinkan eks napi koruptor masuk di dalam jakarannya.

"Bagaimana mungkin hal ini bisa tercapai untuk membela kepentingan masyarakat, jika struktural parpol masih menempatkan mantan terpidana korupsi sebagai jajaran struktural," kata Kurnia.

Diketahui, Romahurmuziy telah mengumumkan jabatan barunya sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PPP. "Ku terima pinangan ini dengan bismillah, tiada lain kecuali mengharap berkah," ucap dia melalui akun Instagramnya @romahurmuziy pada Minggu (1/1/2023).

Rommy mengklaim bahwa jabatan yang diterima karena permintaan ulama. Dia juga menjamin tidak mengulang kesalahan yang sama meski pernah terkena OTT KPK.

"Ku terima amanah ini dengan Innalillahi. Karena di setiap jabatan itu mengintai fitnah," ujarnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menangkap Romahurmuziy yang kala itu menjabat Ketua Umum PPP pada Jumat, 15 Maret 2019. Dia ditangkap terkait kasus suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag), baik di tingkat pusat maupun daerah.

Rommy kemudian dinyatakan bersalah dan divonis dua tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama. Hukuman dia dikorting oleh pengadilan tinggi menjadi satu tahun. Kemudian Mahkamah Agung memperkuat vonis satu tahun yang diterima Rommy. Dia akhirnya bebas dari penjara pada 29 April 2020 lalu.

Baca juga artikel terkait ROMAHURMUZIY atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri