Menuju konten utama

#RIPSnapchat Gara-gara Instagram

Lengkap sudah seluruh fitur Snapchat disalin Instagram. Tagar #RIPSnapchat sempat membahana. Lalu, masih mampukah hantu Snapchat bergentayangan lebih lama?

#RIPSnapchat Gara-gara Instagram
Ilustrasi Snapchat. FOTO/iStock Editorial

tirto.id - Waktu Facebook pertama kali merilis fitur barunya—“Story”—pada Februari lalu, Miranda Kerr berang. Model pakaian dalam Victoria’s Secret ini tak bisa menahan dongkolnya dalam wawancara dengan Richard Godwin dari The Sunday Times.

“Mereka enggak bisa inovasi ya? Haruskah mereka mencuri semua ide pasanganku?” Omongan Kerr merujuk pada tunangannya, Evan Spiegel, sang CEO Snapchat. “Aku sangat terkejut… saat Anda secara langsung menyalin seseorang, itu bukan inovasi.”

Selepas mengucapkan kekesalannya, Richard Godwin menangkap segaris panik lewat di muka Kerr. “Apa aku boleh ngomong begini? Crystal!” Kerr berteriak memanggil publisisnya. “Oh aku enggak peduli sih. Itu sebuah aib. Gimana ya mereka bisa tidur malam?”

Reaksi Kerr jadi penting karena Spiegel selama ini bungkam atas tingkah Facebook yang menjadi-jadi. Sebelum "Story"—video 24 jam yang jadi dagangan utama Snapchat—diterapkan di Facebook, fitur ini lebih dulu disalin Instagram, anak perusahaan Facebook, pada Agustus 2016 lalu. Miranda Kerr memang sama sekali tak mewakili tanggapan Snapchat yang kini mengubah nama perusahaannya jadi Snap itu, tetapi setidaknya kita tahu bagaimana orang-orang terdekat Spiegel menanggapi kasus ini.

Aksi meniru Facebook tak berhenti di sana. Pada 15 Mei kemarin, Instagram resmi merilis sebuah fitur baru yang melengkapi penduplikasian Snapchat ke dalam media sosial temuan Kevin Systrom tersebut. Kini, filter-filter lucu untuk wajah yang menjadi ciri khas Snapchat juga sudah bisa ditemukan di Instagram. Resposn warganet langsung membanjiri media sosial. Kebanyakan mempertanyakan umur Snapchat: apakah Instagram akan benar-benar menghabisi masa gentayangan hantu Snapchat?

Masalah Besar Snapchat

Lima hari sebelum Instagram merilis fitur barunya, Snap mengeluarkan laporan pendapatan perdana mereka setelah melepas sahamnya ke publik (IPO). Hasilnya tak begitu baik. Dalam empat bulan terakhir, pemakai harian Snapchat memang meningkat, tapi jauh dari kata stabil. Secara berturut-turut, peningkatan persentasenya selama empat bulan terakhir adalah: 17,2 persen, 7 persen, 3,2 persen, dan 5 persen.

Belum lagi, dalam tiga bulan pertama 2017, Snap merugi sampai $208 juta (setara Rp2,7 triliun). Angka ini bisa saja lebih meningkat, atau turun. Tapi melihat tren dua terakhir, Snap justru selalu merugi. Pada 2015, mereka merugi sampai $373,9 juta, sementara pada 2016 kerugiannya membengkak jadi $514 juta.

Kerugian ini ditenggarai banyak hal. Misalnya, besarnya bonus saham yang dibayarkan ke sejumlah petinggi setelah Snapchat melakukan IPO. Spiegel saja mendapat bonus fantastis senilai $750 juta (sekitar Rp10 triliun). Faktor lain adalah kehadiran Instagram yang terang-terangan mengaku mencontek fitur-fitur Snapchat.

Kini, sejak tanggal 15 Mei 2017, semua fitur di Snapchat benar-benar ada di Instagram. Mulai dari video yang cuma bertahan 24 jam, pesan video yang cuma bertahan lima detik, stiker augmented reality yang bisa bergerak-gerak, hingga kini filter wajah yang lucu-lucu. Instagram bahkan mengembangkan beberapa fitur yang tidak ada di Snapchat, semisal stiker selfie, stiker lokasi, dan stiker tanda pagar. Instagram juga punya fitur “Live” yang mencontoh aplikasi berbasis penyiaran, semisal Bigo dan Periscope.

Fitur-fitur itu nyatanya berhasil mengalihkan para pengguna Snapchat menuju Instagram. Di saat yang sama, pengguna Instagram merasa tak perlu untuk mengunduh Snapchat yang seluruh fiturnya sudah ada di Instagram.

Pengguna Snapchat kini bertengger di rata-rata 166 juta per hari, kalah jauh dibandingkan pengguna Instastory yang sudah mencapai 200 juta pengguna per hari.

CEO Instagram Kevin Systrom memang terang-terangan mengakui Instastory sebagai buah inspirasi dari Snapchat. Menyadur fitur-fitur Snapchat ke dalam Instagram memang jadi salah satu caranya menjaga aplikasi berbasis foto tersebut supaya tetap laku.

infografik hantu snapchat

Baginya, menyadur format dalam dunia teknologi adalah hal lumrah. “Gmail bukan klien surel pertama. Google Maps jelas bukan peta pertama. iPhone tentu saja bukan ponsel pertama. Pertanyaannya adalah apa yang Anda lakukan dengan format itu? Apa yang Anda lakukan pada gagasan itu?” ungkap Systrom dalam wawancara dengan Josh Constine dari Tech Crunch.

“Inovasi terjadi di Valley,, dan orang-orang menciptakan format-format, dan itu adalah hal luar biasa. Kemudian yang Anda lihat, format-format itu berkembang biak. Misalnya @ nama pengguna ditemukan oleh Twitter. Tanda pagar juga berasal dari sana. Instagram (lalu) juga memilikinya,” ungkap Systrom.

Keputusan menyadur format “Story” dari Snapchat, menurut Systrom, muncul karena format Instagram lama punya kemungkinan membosankan. “Likes yang sedikit membuat anak muda langsung menghapus foto-fotonya,” kata Systrom. Tanpa format “Story” yang merayakan istillah “living in the moment”—milik Snapchat—Instagram bisa tak laku lagi, karena Instagram cenderung cuma jadi tempat permanen untuk melihat “yang bagus-bagus saja dari hidup”.

Lalu, bagaimana nasib Snapchat selanjutnya? Masihkah akan terus bergentayangan?

Jawabannya belum pasti, tetapi yang jelas Snap tak menyerah. Di hari yang sama Instagram merilis fitur filter wajah di aplikasinya, Snap mengumumkan telah merekrut Hussein Mehanna, salah satu eksekutif teknisi di Facebook. Di Snap kelak, Mehanna langung ditempatkan sebagai Direktur Teknik. Ia akan memimpin divisi yang mengembangkan kecerdasan buatan.

Sebelumnya, Februari lalu, orang andalan Facebook lainnya: Sriram Krishnan juga ditarik Snapchat. Krishnan adalah salah satu juru kunci kesuksesan pemasaran video di Facebook.

Spiegel yang memang terkenal jarang bicara pada media, masih bernyali nyalang menantang Facebook. Ia tak kehabisan akal, dan jelas belum menyerah. Pada para investornya, ia berkata, meyakinkan mereka:

“Kalau Anda ingin jadi sebuah perusahaan kreatif, Anda harus bisa membuat diri nyaman dan menikmati kenyataan bahwa orang-orang mencontek kerjamu.”

Ia menambahkan, “Hanya karena Yahoo punya kotak pencarian, bukan berarti ia adalah Google.”

Baca juga artikel terkait MEDIA SOSIAL atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Teknologi
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti