tirto.id - Fatimah Zahro, jemaah calon haji asal Jember dari Kloter SUB 31 (Embarkasi Surabaya), menitikkan air mata saat menceritakan perjuangannya mendampingi sang ibu, Junaina M. Toyyib, penyandang disabilitas ganda: netra dan fisik.
Selain bersama ibunda, Fatimah juga berhaji bersama sang suami, Syamsul Arifin. Mereka tiba di Madinah sebagai bagian dari jemaah gelombang pertama. Setelah fase Madinah berakhir, ketiganya akan melanjutkan perjalanan menuju Makkah.
Karena penerapan sistem delapan syarikah, Fatimah dan ibunya harus diberangkatkan dalam bus yang berbeda menuju Tanah Haram. Fatimah bersama suaminya masuk dalam bus nomor 6, sementara sang ibu tercatat di bus nomor 10. Keduanya berada di bawah syarikah yang berbeda.
Kondisi ini membuat Fatimah cemas. Ia tak rela meninggalkan ibunya yang membutuhkan pendampingan penuh. “Saya tidak mau berpisah dengan ibu, khawatir beliau perlu sesuatu,” ucap Fatimah, di Madinah, Selasa (20/5/2025).
Kekhawatiran Fatimah direspons cepat oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi. Tim Sektor 2 Madinah langsung melakukan negosiasi dengan pihak syarikah. Kepala Sektor 2 bahkan turun tangan agar manifes keberangkatan Fatimah dan ibunya bisa disatukan.
Perjuangan itu berhasil. Fatimah dan ibunya diberangkatkan bersama menuju Makkah, bahkan dengan bus khusus khusus yang disiapkan Daker (Daerah Kerja) Madinah.
Kisah ini menjadi bukti bahwa reunifikasi atau penyatuan kembali jemaah yang sempat terpisah berjalan di lapangan, sesuai komitmen Kementerian Agama (Kemenag) dan PPIH Arab Saudi.
“Paspor mereka yang semula sudah masuk ke dua bus berbeda ditarik. Akhirnya keduanya diberangkatkan bersama oleh Daker,” kata Koordinator Layanan Haji Ramah Lansia Sektor 2 Madinah, Siti Maria Ulfa.
Fatimah kembali menitikkan air mata saat mengetahui ia bisa terus mendampingi ibunya. Bukan karena sedih, tetapi karena rasa syukur yang mendalam. Ia mengapresasi upaya reunifikasi yang dilakukan PPIH.
"Terharu, Ummi sudah disabilitas, sampai sini Alhamdulillah. Enggak sedih, saya senang banget. Ummi bisa sampai sini, bisa beribadah sempurna, meskipun dengan kekurangan seperti ini. Saya sudah berkomitmen dari depan, mata saya, matanya Ummi, kaki saya juga kakinya Ummi. Alhamdulillah, setiap waktu bisa [salat] berjemaah", ungkap dia.

Wakil Ketua Komnas Disabilitas, Deka Kurniawan. Foto/MCH 2025
Tuai Apresiasi
Langkah cepat PPIH mendapat apresiasi dari Wakil Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND), Deka Kurniawan, yang juga menjadi petugas haji tahun ini. Ia menyaksikan langsung bagaimana tim PPIH memperjuangkan kebersamaan antara jemaah disabilitas dan pendampingnya.
“Ini adalah langkah luar biasa. Pemerintah melalui Daker dan sektor di Madinah mengambil kebijakan kemanusiaan yang nyata. Reunifikasi ini sangat penting bagi jemaah disabilitas,” kata Deka.
Ia menambahkan, keberadaan pendamping bagi jemaah disabilitas dan lansia bukan sekadar pendukung, tetapi kebutuhan mendasar agar ibadah berjalan lancar. “Langkah ini adalah inovasi dan bentuk nyata keberpihakan kepada jemaah rentan,” ucap dia.
Di tengah jutaan jemaah yang memadati tanah suci, kisah Fatimah dan ibunya menjadi potret kasih yang tak ternilai. Bahwa dalam setiap langkah menuju Baitullah, ada cinta yang membersamai.
Editor: Fahreza Rizky
Masuk tirto.id


































