tirto.id - Presiden Joko Widodo atau Jokowi tampak merestui jika putra bungsunya, Kaesang Pangarep, ikut dalam gelanggang Pilkada 2024. Ketika ditanya awak media baru-baru ini, Jokowi menilai bahwa Kaesang bisa maju di Pilkada Jakarta atau Jawa Tengah (Jateng). Menurut mantan Gubernur Jakarta itu, dua wilayah tersebut bagus untuk Kaesang.
“Di Jawa Tengah bagus, di Jakarta juga bagus karena ini, kan, semua wilayah Indonesia,” kata Jokowi di Jakarta, sebelum berangkat ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Selasa (16/7/2024).
Ucapan presiden seolah menggelar karpet merah bagi Kaesang yang belakangan namanya getol muncul di sejumlah sigi survei elektabilitas Pilkada Jakarta dan Jateng. Ketua Umum PSI tersebut juga mulai melakukan kunjungan politik belakangan ini, seperti bertemu jajaran Partai Golkar dan PKS.
Sikap yang diumbar Presiden Jokowi terhadap Kaesang tak ayal mengingatkan publik pada pencalonan wakil presiden terpilih periode 2024-2029, Gibran Rakabuming Raka. Gibran, abang dari Kaesang, mulanya juga ditepis Jokowi bakal maju dalam Pilpres 2024.
Namun, belakangan Jokowi memberikan restu setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/2023 soal batas usia bagi capres-cawapres. Putusan ini diketok oleh paman Gibran sekaligus adik ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman yang kala itu menjabat ketua MK.
Pola serupa diduga terjadi terhadap langkah pencalonan Kesang di Pilkada 2024. Mulanya, Jokowi menepis kabar Kaesang bakal maju dalam kontestasi pencalonan kepala daerah. Belakangan Jokowi menyatakan bahwa orang tua hanya bisa mendoakan langkah anaknya, termasuk niatan Kaesang maju pilkada.
Lantas, saat ini Jokowi merestui daerah yang cocok untuk jadi tempat pertempuran Kaesang di arena pilkada. Sikap itu juga diambil setelah Mahkamah Agung (MA) membuat putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang menyebut, usia calon kepala daerah minimal 30 tahun dihitung pada saat pelantikan pasangan calon terpilih, bukan saat penetapan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Putusan ini seolah membuka pintu bagi Kaesang maju sebagai gubernur/wakil gubernur, sebab ia baru berusia 30 tahun pada Desember 2024 atau setelah pilkada serentak digelar 27 November mendatang. Pelantikan untuk kepala daerah terpilih dilakukan tahun depan.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Yance Arizona, menilai langkah politik keluarga Jokowi sebagai sesuatu yang tidak wajar dan tidak baik bagi demokrasi di Indonesia. Sikap Jokowi dan keluarganya dianggap menyuburkan praktik politik dinasti yang mengabaikan nilai-nilai meritokrasi politik.
“Pilpres kemarin kita menyaksikan bahwa presiden sebagai kepala pemerintahan memiliki kuasa untuk memainkan program dan anggaran pemerintah untuk memberikan keuntungan bagi calon tertentu,” kata Yance kepada reporter Tirto, Rabu (17/7/2024).
Jika pola serupa turut dilakukan dalam Pilkada 2024, dikhawatirkan terjadi persoalan seperti pilpres yang lalu. Pilpres 2024 diwarnai dengan dugaan politisasi bansos serta isu netralitas penegak hukum dan perangkat desa yang dimobilisasi untuk mendukung calon tertentu.
“Akibatnya calon dalam pilkada yang akan dipilih bukan atas kualitas kepemimpinan, tetapi atas dukungan politik dan logistik dari bapak dan kroni-kroni pendukungnya,” terang Yance.
Jika diteruskan, kata Yance, hal ini bakal jadi legasi buruk bagi Presiden Jokowi yang bakal lengser Oktober mendatang. Kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pilkada juga berpotensi semakin rendah.
“Ini menghilangkan esensi demokrasi karena pencalonan dan pemilihan sangat diintervensi oleh penguasa. Dalam literatur, ini disebut dengan managed democracy atau demokrasi yang sudah dikendalikan,” ujar Yance.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, turut mengingatkan sikap Presiden Jokowi akan berdampak pada penyelenggaraan pilkada. Saat ini saja, dari pemantauan Kaka, sudah banyak kasus masyarakat di akar rumput yang bersikap antipati terhadap penyelenggara atau petugas pilkada.
“Ini di daerah banyak petugas Coklit ya yang datang ke kampung atau desa apa, istilahnya dibully. Misal warga bilang, oh ini dari KPU yang ketuanya kena skandal ya semacamnya, ini kan ada kaitannya secara luas dengan intervensi kekuasaan,” kata Kaka kepada reporter Tirto.
Jika penguasa ikut campur dalam Pilkada 2024, maka ini akan semakin menodai semangat reformasi. Kaka menilai, masalah-masalah yang muncul dalam pilpres kemarin merupakan fakta di mana intervensi kekuasaan begitu besar sehingga mempengaruhi pemilu.
Masalahnya, yang dikorbankan akhirnya adalah penyelenggaraan pemilu independen dan demokratis. Padahal, hal itu susah payah diperjuangkan dengan darah dan keringat saat momen reformasi.
“Hasil reformasi yakni penyelenggaraan dan penyelenggara pemilu dan pilkada independen ini yang harus kita selamatkan dan jaga terus. Apalagi trust publik pada keduanya semakin turun karena cawe-cawe kekuasaan,” jelas Kaka.
Kaka mengingatkan, Jokowi memiliki banyak rekam jejak baik dalam pembangunan. Kendati demikian, dia berpotensi diingat sebagai presiden yang buruk karena terus membiarkan dan mendorong keluarganya dalam gelanggang politik lewat cara-cara tak demokratis.
“Sebaiknya Jokowi memberikan teladan menjelang akhir masa jabatannya. Melalui pilkada ini dinilai cawe-cawe jilid dua karena polanya sama [seperti Pilpres],” ujar dia.
Memang, kata Kaka, dilihat dari hukum positif akan sulit membuktikan adanya pelanggaran yang dilakukan negara karena diduga mendukung calon tertentu dalam pemilu. Namun, jika dilihat dari sisi kepantasan dan etika, tentu sangat tidak mencerminkan sikap negarawan.
“Seharusnya presiden beyond the law artinya bukan cuma soal hukum, tapi moralitas dan etika juga menjadi pertimbangan,” kata Kaka.
Cawe-Cawe Jilid II?
Peneliti dari Perludem, Annisa Alfath, menilai sikap Jokowi yang terang-terangan merestui daerah yang cocok untuk Kaesang bakal menciptakan ketidakseimbangan dalam pilkada. Lagi-lagi masalah netralitas perangkat negara di daerah berpotensi menjadi sorotan yang mengkhawatirkan.
“Sebagai pemimpin negara, seharusnya presiden tidak menggunakan kekuasaannya untuk mengarahkan atau memberikan keuntungan kepada anggota keluarganya dalam proses politik,” kata Nisa, sapaan akrabnya, kepada reporter Tirto, Rabu kemarin.
Cawe-cawe Istana bakal merusak kepercayaan publik terhadap integritas proses demokrasi. Seharusnya, pemilu bebas dari pengaruh pribadi atau hasrat politik penguasa.
“Putusan MA terkait usia kepala daerah yang diikuti dengan pengesahan KPU menimbulkan kekhawatiran akan campur tangan kekuasaan,” ujar Nisa.
Nisa menilai, meski keinginan orang tua mendukung kesuksesan anak-anaknya hal wajar, tetapi dalam konteks kepemimpinan publik menimbulkan citra nepotisme. Terjadi pengaruh yang tidak sehat terhadap proses politik dan demokrasi.
“Ini juga dapat mengaburkan batas antara kepentingan pribadi dan kepentingan publik yang seharusnya diutamakan oleh seorang pemimpin negara,” jelas dia.
Kaesang sendiri gencar diisukan maju dalam Pilkada Jakarta atau Jateng. Jika maju Pilkada Jakarta, maka Kaesang mengantongi dukungan dari Partai Golkar yang menawarkan nama Jusuf Hamka sebagai calon wakilnya.
Adapun di Jateng, Kaesang memiliki elektabilitas cukup tinggi berdasarkan hasil beberapa survei. Misalnya mengacu hasil survei Indikator Politik Indonesia terkait Pilkada Jateng 2024 yang menunjukkan keunggulan Kaesang pada simulasi 20 nama bakal calon, 10 nama, dan delapan nama.
Dalam simulasi delapan nama misalnya, nama Kaesang bertengger di posisi puncak dengan elektabilitas mencapai 23,8 persen. Disusul Ahmad Luthfi 19,2 persen, Taj Yasin Maimoen 15,4 persen, Bambang Pacul 9,2 persen, dan Dico Ganinduto 7,2 persen.
Kendati demikian, elektabilitas Kaesang di Jakarta masih belum mentereng. Berdasarkan Survei Litbang Kompas pada Juli ini, elektabilitas Kaesang di Jakarta masih kisaran satu persen. Dari hasil survei, sebanyak 33 persen warga Jakarta enggan memilih anak bungsu Presiden Jokowi itu.
Ketua DPP PSI, Cheryl Tanzil, mengakui survei elektabilitas Kaesang memang lebih besar di Jateng ketimbang Jakarta. Apalagi Kaesang merupakan warga asli Jateng.
“Kalau peluang mana yang lebih besar, bicara hasil survei kan memang di Jateng sangat bagus secara data. Apalagi Mas Kaesang asli Jateng,” kata Cheryl saat dihubungi Tirto, Rabu (17/7/2024).
Ihwal Kaesang maju di Pilgub Jakarta, Cheryl menyebut, memang telah mendapatkan dukungan dari Golkar. Kemudian, PSI sendiri termasuk populer dan memiliki 8 kursi di Jakarta.
Akan tetapi, Kaesang belum final memutuskan untuk maju kontestasi pilkada. Terkait restu Jokowi di Jakarta dan Jateng untuk Kaesang, Cheryl menilai hal tersebut wajar dilakukan orang tua untuk anaknya.
"Terkait Pak Jokowi, seingat saya beliau hanya menyatakan bahwa tugas orang tua adalah mendoakan. Tapi semua keputusan dikembalikan pada Mas Kaesang," ujar Cheryl.
Analisis politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai restu Jokowi bagi Kaesang di Jakarta atau Jateng untuk pilkada memang sudah terbaca. Hal itu dinilai jadi kebiasaan Jokowi yang kerap menepis isu di awal-awal namun justru akhirnya mengafirmasi sendiri dukungan untuk keluarganya.
“Darah itu lebih pekat daripada apa pun gitu, jadi apalagi di dalam politik. Jadi kalau menurut saya ya potensi apa yang terjadi pada Gibran akan sangat mungkin terjadi di Kaesang,” kata Kunto kepada reporter Tirto.
Kunto menilai, sekarang memang momen Jokowi mendorong anak-anaknya mengamankan kekuasaan, sebelum dia sendiri lengser. Meski sentimen negatif akan gencar, Kunto menilai peluang Kaesang tinggi karena sokongan kekuasaan akan berpengaruh besar.
“Kalau Kaesang enggak jadi apa pun tahun ini, ya akan susah bagi Kaesang untuk jadi apa pun nanti [sebab Jokowi lengser],” ujar Kunto.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz