tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana mengubah sistem rujukan layanan kesehatan dari berjenjang menjadi berbasis kompetensi. Perubahan ini ditujukan agar pasien secara langsung bisa menerima penanganan medis sesuai dengan kondisi kesehatannya di rumah sakit tipe A, yakni rumah sakit yang memiliki ketersediaan dokter lengkap beserta fasilitasnya. Selama ini, sistem rujukan berjenjang dinilai memperlambat penanganan pasien. Sebelum pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bisa mendapatkan tindak lanjut oleh rumah sakit tipe A, mereka harus dirujuk ke fasilitas kesehatan atau rumah sakit tipe bawah, seperti puskesmas, rumah sakit tipe B, tipe C, dan tipe D.
Seorang pegawai swasta yang juga merupakan peserta BPJS, Wahyudin (40), mengaku menyambut baik wacana tersebut. Wahyudin menceritakan pengalaman sebagai peserta BPJS saat membawa buah hatinya berobat ke puskesmas. Saat melakukan pemeriksaan di puskesmas tersebut, tenaga kesehatan hanya mengatakan sang anak hanya mengalami kesalahan makan sehingga dianjurkan untuk dipulangkan kembali. Mengetahui kondisi anaknya tak juga membaik, Wahyudin pun kembali membawa sang anak kembali ke puskesmas.
Rupanya, puskesmas baru menemukan bahwa sang anak mengalami usus buntu. Hal ini ditemukan lantaran penyakit tersebut sudah semakin memburuk. Dalam hal ini, puskesmas tersebut sebelumnya belum bisa mendeteksi adanya penyakit tersebut hingga akhirnya gejalanya semakin buruk.
“Dua hari kemudian, muntah anak saya itu putih hijau ternyata, dicek lagi ke puskesmas, itu sudah parah, sudah pecah di dalam. Makanya saya punya pengalaman itu. Akhirnya mau-enggak-mau, dirujuk ke rumah sakit Pelni, tipe apa A apa tipe B kalau enggak salah,” ucap Wahyudin kepada Tirto saat dijumpai di Kawasan Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).
Akibat penanganannya yang terlambat, Wahyudin menyebut sang anak harus langsung menjalani tindakan operasi. “Nah ujung-ujungnya sore itu juga harus dioperasi karena kondisinya sudah cito, darurat, jadi udah pecah di dalam,” imbuhnya.
Lalu, Wahyudin menyebut selama masa penyembuhan, sang anak harus memasang kolostomi selama masa penyembuhan. Hal ini lantaran usus sang anak telah dipotong sepanjang sekitar 20 centimeter (cm). Kolostomi merupakan prosedur operasi yang membuat lubang (stoma) pada dinding perut yang terhubung ke usus besar, sehingga feses bisa dikeluarkan dari tubuh melalui stoma, bukan melalui anus.
“Puskesmas yang pertama, karena itu gara-gara katanya cuma salah makan. Ternyata kan dua hari kemudian, atau satu hari setelahnya kalau nggak salah, itu masih muntah, muntahnya hijau, sudah parah,” ucap Wahyudin.
Dengan demikian, Wahyudin sangat mendukung rencana tersebut agar pasien BPJS lainnya bisa dengan cepat menerima penanganan dengan kualitas bagus sesuai dengan kondisi kesehatannya. Apabila memang nantinya ada penambahan iuran pada BPJS akibat pengalihan sistem ini, Wahyudin pun tak mempermasalahkannya selama bisa disesuaikan dengan kondisi keuangan peserta BPJS.
“Kalau memang harus nambah ya nambah (iuran), sudah resiko. Cuma kan harus ngeliat juga ekonomi saat ini, disesuaikan aja. Mungkin kalau kita pekerjaan, ada potongan dari kantor, segala macam ada tambahan juga, Kalau saya enggak terlalu masalah, tapi lihat juga peserta di tingkat-tingkat yang pekerja informal atau yang menengah ke bawah,” tutur Wahyudin.
Selain Wahyudin, pegawai swasta bernama Widya (26) juga mendukung wacana pengalihan ke sistem kompetensi. Widya menilai rencana tersebut sangat baik, mengingat bisa menyederhanakan tahapan penanganan medis terhadap peserta BPJS supaya lebih cepat. Namun, dia mempertanyakan terkait adanya tambahan iuran dan penempatan peserta BPJS di rumah sakit tipe A.
“Bagus ya dipersingkat, tapi ini bakal naik enggak iurannya? Terus kira kira penempatannya bisa adil apa enggak? Semoga sih ini bisa membantu semakin banyak orang pake BPJS yang sembuh,” ucap Widya kepada Tirto.
Widya pun berasumsi dengan langsung dialihkannya pasien BPJS ke rumah sakit tipe A, maka akan terjadi lonjakan pasien. Dengan begitu, dia menilai seharusnya penempatan setiap pasien BPJS harus adil. “Tapi kayaknya ini bakal membuat lonjakan pasien juga di RS yang bagus, makannya penempatan pasiennya mesti adil,” kata Widya.
Kemudian, Widya berharap pengimplementasian sistem kompetensi untuk rujukan layanan kesehatan tersebut sudah mempertimbangkan berbagai aspek sehingga tidak menimbulkan masalah baru di sektor kesehatan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya, mengatakan pihaknya berencana mengubah sistem rujukan layanan kesehatan dari berjenjang menjadi berbasis kompetensi.
“Ke depan kami akan melakukan perubahan perbaikan rujukan menjadi rujukan berbasis kompetensi. Di mana disini pasien akan dirujuk sesuai dengan kebutuhannya,” katanya dalam rapat bersama Komisi IX di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Menurut Azhar, perubahan ini dimaksudkan agar pasien dapat secara langsung mendapatkan perawatan sesuai kebutuhan medis tanpa harus lewat tahapan rumah sakit berdasarkan kelas. Azhar lantas menjelaskan kondisi mengenai rujukan yang berlaku saat ini. “Kalau saat ini adalah rujukannya berjenjang, yaitu dari rumah sakit kelas D kemudian kelas C, kemudian kelas B, sampai kelas A,” katanya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































