Menuju konten utama

Respons Kontras soal Keppres Jokowi Penyelesaian HAM Masa Lalu

Kontras memberikan tanggapan terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah meneken Keppres Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Presiden Joko Widodo dalam Rapat Tahunan MPR 2022. foto/Biro Setpres

tirto.id - Anggota Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Ahmad Sajali, memberikan tanggapan terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah meneken Keppres Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Presiden Jokowi, dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR 2022, menyatakan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu terus menjadi perhatian serius pemerintah. RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sedang dalam proses pembahasan, tindak lanjut atas temuan Komnas HAM masih terus berjalan, dan Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah ditandatangani Jokowi.

Ahmad berpendapat klaim negara yang direpresentasikan oleh Kejaksaan Agung, Kemenko Polhukam dan kementerian/lembaga terkait justru dinilai tidak serius dalam implementasinya.

“Dari satu-satunya proses Pengadilan HAM yang berjalan yakni atas peristiwa Paniai 2014, justru banyak kejanggalan yang dipertontonkan Kejaksaan Agung,” kata Sajali, ketika dihubungi Tirto, Selasa (16/8/2022).

Kemudian perihal RUU KKR, masalah utama yakni korelasi antara KKR dan Pengadilan HAM serta pengaturan hal-hal krusial seperti amnesti dan kompensasi belum terpapar dengan jelas. Bahkan dari segi formal seperti pelibatan publik, utamanya para korban, penyintas dan keluarga korban juga belum maksimal dalam prosesnya.

Selanjutnya, ihwal Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Sajali menyatakan dokumen Keppres itu belum bisa diakses secara terbuka oleh publik. Hal ini kembali menunjukkan niat pemerintah yang memang ingin menyelesaikan problem kejahatan kemanusiaan yang serius ini secara sepihak.

“Alih-alih membuat tim baru yang komposisi anggotanya sangat mungkin kontroversial serta muatannya yang bertentangan dengan ketentuan pemulihan yang berlaku secara internasional, pemerintah semestinya bisa mengubah ketentuan pemulihan bagi korban pelanggaran HAM berat agar bisa menyerupai korban tindak pidana terorisme yang bisa diproses oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sejak penyelidikan,” terang Sajali.

Dengan berbagai faktor ini, Kontras menganalisis bahwa regulasi dan tim yang baru ini memang sengaja dihadirkan untuk memutihkan pertanggungjawaban kesalahan para pelaku di balik dalih pemulihan bagi para korban.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM BERAT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri
-->