Menuju konten utama

Respons Komisi III Soal Pimpinan KPK Tak Ada Unsur Polri dan Jaksa

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafii melihat tak ada yang perlu dipersoalkan dari hanya tersisanya satu orang capim KPK dari Polri dan Kejaksaan.

Respons Komisi III Soal Pimpinan KPK Tak Ada Unsur Polri dan Jaksa
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (kanan) bersiap menyerahkan nama capim KPK kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww.

tirto.id - Sepuluh nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diserahkan Panitia Seleksi (Pansel) kepada Presiden Joko Widodo, Senin (2/9/2019) sore.

Dari 10 nama itu, hanya tersisa masing-masing satu orang dari institusi Polri dan Kejaksaan, yakni Firli Bahuri, perwira tinggi Polri yang merupakan mantan Deputi Penindakan KPK dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung (Kejagung) Johanis Tanak.

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafii melihat tak ada yang perlu dipersoalkan dari hanya tersisanya satu orang dari Polri dan Kejaksaan. Menurut Syafii tak tepat bila ada institusi tertentu, terutama Polri dan Kejaksaan yang harus mengisi jabatan pimpinan di KPK. Ia melihat tujuan KPK dibentuk untuk memicu perbaikan kinerja Polri dan Kejaksaan dalam memberantas korupsi.

"Karena KPK dibuat untuk trigermecanism terhadap lembaga penegak hukum yakni polisi dan jaksa yang selama ini butuh motivasi dorongan agar bisa lebih efektif tangani KKN," jelas Syafii saat dihubungi, Senin (2/9/2019).

Politikus Partai Gerindra itu menilai seharusnya pakar hukum yang sudah teruji memiliki integritas dalam penegakan hukum yang mengisi kursi pimpinan KPK, bukan malah diisi oleh seseorang yang berasal dari Polri dan Jaksa.

"Justru SDM berasal dari lembaga yang ingin ditriger itu saya kira itu kurang tepat, seharusnya dari pakar hukum yang merupakan praktisi teruji integritas dalam penegakan hukum layak triger di KPK," jelas Syafii.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI lainnya, Masinton Pasaribu mengatakan Komisi III akan menerima siapapun nama yang akan dikirimkan Presiden Jokowi ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).

Sebelum fit and proper test, Masinton tak mau menyimpulkan terkait nama-nama yang dikirimkan tersebut dianggap tak layak oleh banyak pihak. "Tergantung dari hasil pendalaman yang kami lakukan, mana yang kami anggap layak atau tidak," jelas Masinton.

Komisi III, lanjut Masinton, tetap akan meminta masukan-masukan dari masyarakat terkait rekam jejak 10 nama yang sudah diloloskan oleh Pansel KPK. Ia dan wakil rakyat lainnya di Komisi III berjanji akan memilih pimpinan KPK yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di KPK, apalagi adanya masalah friksi di internal KPK.

"Bagaimana leadership kuat untuk lakukan pembenahan di dalam, karena ada friksi di internal KPK. KPK harus sehat," tegas Masinton.

Ketua Pansel Pimpinan KPK, Yenti Ganarsih saat di Istana Merdeka, pada Senin (2/9/2019) mengumumkan 10 nama yang lolos saringan pansel. Pertama, Alexander Marwata yang merupakan mantan komisioner KPK periode 2015-2019. Kedua, Firli Bahuri, mantan Deputi Penindakan KPK.

Selain itu, ada pula auditor BPK I Nyoman Wara; Jaksa Johanid Tanak, Advokat Lili Printauli Siregar; Dosen Luthfi H Jayadi.

Kemudian, hakim Nawawi Pomolongo; dosen Nurul Ghufron, PNS pada Sekretariat Iabinet Robi Arya Brata, dan PNS Kementerian Keuangan Sigit Danang Joyo.

Selanjutnya, berdasar Pasal 30 ayat (7) nomor 2 undang-undang KPK, jika hasil ini disetujui maka Presiden memiliki waktu 14 hari sejak hasil diterima untuk mengusulkan nama-nama itu ke DPR. Selanjutnya DPR akan menggelar uji kepatutan dan kelayakan untuk menyaring 10 nama itu menjadi 5 orang yang menjadi pimpinan KPK periode 2019-2023.

Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin mengatakan, proses uji kelayakan dan kepatutan kemungkinan bisa dilaksanakan pekan depan, apabila Jokowi bisa dengan cepat meneruskannya ke DPR RI.

"Saat suratnya masuk, asumsinya kalau hari ini diterima presiden pukul 15:00, asumsi diteruskan pada lembaga DPR, pekan depan Komisi III bisa mulai," kata Aziz.

Kendati demikian, Aziz mengatakan, pihaknya tak ingin berandai-andai uji capim KPK dapat diselesaikan pada masa jabatan periode ini. Sebab dalam mekanismenya, surat presiden terkait capim KPK harus dibacakan terlebih dahulu di Rapat Paripurna.

"Kalau surat itu belum masuk dalam proses paripurna di DPR dan Komisi III belum delegasi-delegasi, maka kami belum bisa jalan (seleksi capim KPK)," pungkas Aziz.

Baca juga artikel terkait CALON PIMPINAN KPK atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz