tirto.id - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery tak masalah bila banyak sorotan dari elemen masyarakat terhadap nama-nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil seleksi panitia seleksi (Pansel). Kritik itu, kata dia, akan dijadikan masukan saat pelaksanaan uji kelayakan dan kapatutan (fit and proper test).
“Bahwa ada polemik pro dan kontra, ya silakan saja, itu menjadi masukan buat kami," jelas Herman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Sepuluh nama capim KPK akan diserahkan Pansel KPK kepada Presiden Joko Widodo. Komisi III hanya akan menjalankan undang-undang untuk melakukan fit and proper test terhadap 10 nama itu bila Jokowi telah menyerahkannya ke DPR.
Dari sepuluh nama yang diserahkan, Komisi III DPR RI yang ditunjuk melakukan fit and proper test akan memilih lima nama yang nantinya akan dikembalikan kepada Jokowi apakah setuju atau tidak.
Herman meyakini proses fit and proper test berlangsung secara independen dan terbuka. Meski begitu, Komisi III tetap menerima masukan-masukan dari masyarakat terkait rekam jejak nama-nama capim KPK yang diserahkan ke DPR.
“Tapi perlu media ingat, di DPR Komisi III ini terdiri dari sekian fraksi dan sekian puluh orang yang mana suara setiap orang bisa beda-beda. Pendapat setiap orang bisa beda-beda, oleh sebab itu saya katakan proses fit and proper test nanti independen dan terbuka," jelasnya.
Politikus PDIP ini berharap Presiden Jokowi bisa segera memberikan 10 nama itu ke DPR sehingga DPR periode saat ini bisa langsung melakukan uji kelayakan dan kepatutan, sebelum masa kerja DPR periode 2014-2019 berakhir pada akhir bulan ini.
Menurut dia, DPR akan bekerja siang malam agar pimpinan KPK yang baru bisa terpilih sebelum masa jabatan legislatif periode 2014-2019 habis.
Meski sangat berharap bisa lakukan uji kelayakan dan kepatutan, kata Herman, Komisi III menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi terkait penyerahan 10 nama capim KPK itu ke DPR.
"Kalau presiden prosesnya lama kemudian kami tidak bisa memproses sekarang, tidak apa-apa," tutur dia.
Proses panjang seleksi calon pimpinan KPK telah mencapai titik akhir. Hari ini, Pansel KPK akan membawa 10 nama hasil saringannya kepada Presiden Jokowi untuk disetujui dan diumumkan. Walau begitu, banyak desakan yang meminta Presiden mempertimbangkan lagi nama-nama itu.
Salah satunya kelompok Guru Besar Anti Korupsi. Kelompok yang terdiri 20 guru besar dari berbagai perguruan tinggi negeri itu menyampaikan surat terbuka yang meminta Presiden memperhatikan lagi calon pimpinan KPK yang disajikan pansel, utamanya dari sisi rekam jejak.
"Prinsip integritas mutlak harus dimiliki oleh lima komisioner KPK terpilih karena mereka yang nantinya akan memimpin sebuah lembaga anti korupsi," demikian tertulis dalam surat terbuka yang diterima Tirto pada Senin (2/9/2019).
Mereka yang menandatangani surat terbuka itu di antaranya Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat; Guru Besar Universitas Gajah Mada Sigit Riyanto; Guru Besar LIPI Syamsuddin Haris; dan Guru Besar Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto.
Dugaan calon pimpinan KPK yang memiliki cacat integritas memang sudah menyeruak sejak proses pendaftaran dibuka. Berdasarkan hasil tes latar belakang yang dilakukan KPK, dari 20 nama calon pimpinan KPK yang lolos di tahap terakhir seleksi, ada beberapa yang diduga memiliki cacat integritas.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut ada dua orang capim dari unsur Polri dan karyawan BUMN yang tak pernah sampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Selain itu, KPK pun mengidentifikasi ada capim yang diduga terkait dengan penerimaan gratifikasi, perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK, serta pelanggaran etik saat bekerja di KPK.
Dalam catatan Tirto, tiga dari 20 nama calon terindikasi punya irisan dengan catatan yang disampaikan Febri. Antara lain Irjen Antam Novambar yang diduga mengancam bekas Direktur Penindakan KPK Kombes Endang Tarsa, Irjen Firli Bahuri yang diduga bertemu terperiksa saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK, dan M. Jasman Panjaitan, bekas jaksa yang diduga menerima duit dari terdakwa pembalakan hutan D.L. Sitorus.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz