Menuju konten utama

Respons Isess soal Rumah Pamen Jadi Lokasi Penampungan TPPO

Pengawasan perilaku dan kinerja masing-masing personel melalui fungsi waskat, intelkam maupun propam.

Respons Isess soal Rumah Pamen Jadi Lokasi Penampungan TPPO
Dua orang tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berinisial A dan HCI ditunjukkkan kepada wartawan rilis kasus di gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (9/6/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id - Peneliti bidang kepolisian ISESS Bambang Rukminto menyorot soal dugaan rumah anggota Mabes Polri AKBP L di Lampung, dijadikan lokasi penampungan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Lantas bagaimana pengawasan aset milik anggota Polri? Bambang berpendapat dengan total 450 ribu personel, tentu akan ada banyak kesulitan untuk mengawasi aset personel karena itu adalah hak pribadi masing-masing.

"Meski sulit, tentunya banyak cara masih bisa dilakukan penyidik kepolisian. Di antaranya yang bisa dilakukan adalah pengawasan perilaku dan kinerja masing-masing personel melalui fungsi waskat, intelkam maupun propam," kata dia ketika dihubungi Tirto, Senin, (12/6/2023).

Fungsi intelijen tentu juga harus menjadi "mata dan telinga" pimpinan terkait. Jadi, kalau sampai aset itu baru terungkap setelah munculnya kasus, layak dipertanyakan peran fungsi satuan terkait. Jamak terjadi, pengawas bukan tidak tahu ada pelanggaran, tetapi lebih pada "tutup mata" terhadap pelanggaran.

"Tutup mata ini tentu dengan berbagai motif, tidak mau tahu, tidak mau mengganggu urusan orang lain, sampai saling menutupi pelanggaran. Problemnya penuntasan kasus seringkali hanya sebatas kasusnya saja, tak pernah ada evaluasi terkait peran pengawasan. Maka kasus-kasus itu akan terus terjadi dan bermunculan karena pengawasan tak berfungsi dengan benar," terang Bambang.

Di sisi lain, fungsi pengawasan intelijen bisa saja sudah dilakukan, tapi pimpinan yang memiliki kewenangan bergeming, tak melakukan fungsi dengan benar. Maka, lanjut Bambang, Perkap 2 Tahun 2022 tentang pengawasan melekat, harus benar dilaksanakan dengan konsisten, bahwa pimpinan 2 tingkat ke atas juga harus diberi sanksi bila ada bawahan yg melakukan pelanggaran fatal, bukan dibiarkan saja tanpa ada sanksi atau pemeriksaan.

Disewakan?

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, hasil penelusuran kepolisian, rumah AKBP L diduga disewakan kepada tersangka.

"Rumah itu diduga milik pamen Polda Lampung yang disewakan kepada tersangka yang telah diamankan. Tersangka memanfaatkan rumah tersebut untuk menampung 24 calon pekerja migran yang akan bekerja di Timur Tengah," kata Ramadhan, di RSPAD Gatot Subroto, Jumat, (9/6/2023).

Dugaan rumah transit ini bermula ketika Ditreskrimum Polda Lampung menangkap empat tersangka yakni DW, IT, AR, dan AL. Modus jaringan Timur Tengah ini mereka ialah merekrut dan menampung sementara "calon buruh" untuk dipersiapkan sebagai pekerja migran non prosedural.

Sejak 2020-2023, Polri menangani 500 lebih kasus TPPO dengan 500 tersangka. Kapolri juga memerintahkan seluruh Polda membentuk Satgas TPPO tingkat daerah di bawah naungan Bareskrim, dan Kasatgas TPPO wilayah akan dipimpin Wakapolda.

Aksi cepat pemerintah ini tidak lepas dari banyak permintaan negara kepada Indonesia untuk menindak perdagangan orang. Apalagi aksi sindikat tindak pidana ini bekerja sangat rapi, lintas negara, serta pemerintah kerap kesulitan menanggulangi akibat ada kelompok beking.

"Oleh sebab itu presiden menyatakan merestrukturisasi Satgas TPPO, kemudian memerintahkan ada langkah cepat di dalam sebulan ini untuk menunjukkan kepada publik bahwa negara, kepolisian, TNI dan aparat pemerintah yang lain bertindak tepat dan hadir," terang Menkopolhukam Mahfud MD akhir Mei lalu.

Mahfud juga melaporkan bahwa jumlah korban meninggal akibat pengiriman tenaga kerja ilegal mencapai 1.900 orang. Khusus di Nusa Tenggara Timur, Mahfud menyatakan sudah menerima 55 jenazah korban. Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, pemerintah mengubah struktur organisasi Satgas TPPO.

Baca juga artikel terkait ISSES atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat