Menuju konten utama

Rencana Presiden Umumkan Endemi, Epidemiolog: Ini Berisiko

Penetapan endemi dilakukan justru berpeluang membuat Presiden dalam posisi yang sulit.

Rencana Presiden Umumkan Endemi, Epidemiolog: Ini Berisiko
Sejumlah penumpang KRL berjalan keluar dari Stasiun Sudirman, Jakarta, Jumat (24/9/2021). .ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.

tirto.id - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyampaikan, pencabutan status pandemi COVID-19 menjadi endemi yang baru-baru ini dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo dapat menimbulkan sejumlah risiko.

Menurut Dicky, belum ada regulasi yang mengizinkan negara atau institusi tertentu menyatakan pandemi telah berakhir.

“Karena begini jangan sampai terjebak ya Pemerintah apalagi Presiden, apalagi yang memberikan masukan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) misalnya (meminta) ‘Presiden tetapkan menjadi endemi’. Ya menurut saya berisiko, tidak perlu ini,” kata Dicky dihubungi reporter Tirto, Rabu (14/6/2023).

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengakui, pemerintah akan segera mengubah status darurat pandemi COVID menjadi endemi. Ia mengatakan pemerintah akan mematangkan rencana tersebut dalam 1-2 minggu ke depan.

Adapun Dicky menyatakan, jika penetapan endemi dilakukan justru berpeluang membuat Presiden dalam posisi yang sulit.

"Rencana ini bisa menjebak takutnya. Kalau terjadi pandemi lagi atau epidemi lagi kan jadi menempatkan Presiden pada posisi yang serba salah,” sambung Dicky.

Menurut Dicky, jika yang dicabut Pemerintah adalah status kedaruratan kesehatan COVID-19, hal ini masih dapat diterima. Hal ini dikarenakan situasi pandemi COVID-19 memang sudah mengalami relaksasi.

“Tapi kalau ini sudah tidak emergensi statusnya ya itu sudah jelas. Tapi kalau ditetapkan endemi, ya belum tentu. Bisa jadi di wilayah Indonesia masih menjadi outbreak, atau perburukan,” jelas Dicky.

Pemerintah, kata Dicky, seharusnya tidak fokus pada penetapan status endemi. Namun bisa melakukan penetapan COVID sebagai penyakit menular prioritas seperti beberapa penyakit menular lain yang telah ada.

“Pemerintah memperlakukan COVID ini sebagai penyakit menular seperti umumnya. Bukan menjadi penyakit menular biasa, misal, tapi jadi penyakit yang diprioritaskan bisa," kata Dicky.

Menurut Dicky, situasi COVID masih dinamis dan secara natural akan terlihat sendiri proses transisinya.

Pemerintah dapat berperan untuk mencabut status kedaruratan dan menginformasikan COVID sebagai penyakit menular prioritas kepada masyarakat. Hal ini juga bisa diikuti dengan kebijakan baru yang menyesuaikan kondisi pandemi di Indonesia.

“Narasi ini jadi penting, jangan dianggap oh ini (COVID) jadi seperti penyakit biasa saja, nah ini salah,” tutup Dicky.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, dirinya sudah melaporkan hasil pertemuan dengan WHO pada Selasa (13/6/2023).

WHO memberi catatan penanganan Indonesia yang baik dan menyinggung bagaimana sikap Indonesia yang intens dalam penanganan pandemi.

Budi pun melaporkan update pelaksanaan penanganan pandemi kepada WHO dan menyerahkan Indonesia untuk menentukan sikap penanganan pandemi.

Baca juga artikel terkait PANDEMI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri