tirto.id - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Defny Holidin menilai keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang ingin mengubah nama OK Otrip (One Karcis One Trip) merupakan hal yang wajar dan bisa dipahami.
Menurut Defny, hal ini wajar karena selama 6-8 bulan kepemimpinan, Anies sudah menjalani proses kelembagaan serta membangun sinergi dengan sejumlah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
“Ini harus dilihat sebagai bentuk penyesuaian, dan bukan ancaman. Menurut perspektif saya, proses kelembagaannya sendiri masih on the track,” kata Defny kepada Tirto pada Selasa (2/9/2018).
Dari pendekatan administrasi negara, Defny menilai apa yang dilakukan Anies itu sudah tepat. Perubahan nama OK Otrip maupun sikap Anies yang tidak begitu mempermasalahkan pencoretan usulan bujet sebesar Rp3,9 miliar bukanlah hal yang luar biasa.
Anies berniat mengubah nama OK Otrip sebab menurutnya nama tersebut hanya digunakan sebagai eksperimen, sementara pemerintah provinsi saat ini menginginkan sebuah nama yang memiliki makna integrasi.
“Saat ini [nama barunya] sedang difinalisasi. Harapannya kan LRT, MRT, BRT, medium bus, dan micro bus itu bisa terintegrasi dalam satu sistem. Payungnya nama transportasinya itu,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta pada Senin (1/10/2018).
Rencana Anies itu relatif mengejutkan mengingat brand OK Otrip merupakan salah satu yang diunggulkan sejak kampanye pilkada. Selain OK Otrip, ada juga program kewirausahaan bernama OK OCE yang selalu ditonjolkan.
Kendati demikian, semenjak Sandiaga Uno mundur sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies memiliki reaksinya sendiri terhadap kedua program itu.
Tak hanya berniat untuk mengganti nama OK Otrip, saat usulan anggaran OK OCE dicoret dari Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta dalam RAPBD-P 2018, Anies juga terlihat tidak begitu mempermasalahkannya.
“Tidak masalah, karena ini adalah suatu gerakan. Prinsipnya dari rakyat dan oleh rakyat. Negara menjadi fasilitator saja,” kata Anies di Lapangan Monas, Jakarta pada 19 September 2018 lalu.
Menurut Defny, masyarakat tidak akan terkendala dengan penyesuaian yang terjadi, sebab dalam kasus OK OCE sendiri, anggaran yang dicoret adalah untuk keperluan sertifikasi pendamping.
Menurutnya, yang perlu disoroti dari OK Otrip ialah gagasan untuk dapat mengintegrasikan moda transportasi di DKI Jakarta. Defny pun berpendapat, ketika dua program itu sudah melalui proses kelembagaan dan sepenuhnya berjalan sebagai program pemerintah provinsi, maka gimmick nama bukan lagi hal utama.
“Yang penting inti programnya tetap bisa jalan, sementara untuk branding bisa diteruskan,” ucap Defny.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Dipna Videlia Putsanra