Menuju konten utama

Rapinya Tipu-Tipu Jiwasraya hingga Berbuah Aneka Penghargaan

Jiwasraya diketahui meraih sejumlah penghargaan, sebelum akhirnya masalah gagal bayarnya terungkap.

Rapinya Tipu-Tipu Jiwasraya hingga Berbuah Aneka Penghargaan
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.

tirto.id - PT Asuransi Jiwasraya sedang di ujung tanduk. Keuangan perusahaan pelat merah tersebut minus. Mereka bahkan mencatatkan diri sebagai perusahaan dengan gagal bayar polis terbesar dalam sejarah asuransi Indonesia.

Ekuitas Jiwasraya pada kuartal III/2019 tercatat sudah minus Rp23,92 triliun--utangnya Rp49,6 triliun tapi asetnya hanya Rp25,6 triliun. Jiwasraya juga tercatat rugi Rp13,74 triliun per September 2019.

Kondisi keuangan Jiwasraya yang berdarah-darah dan berutang ke 5,5 juta nasabah disebabkan karena investasi asal-asalan yang dilakukan manajemen lama. Sedalam penelusuran kami: motifnya demi keuntungan pribadi; belum sampai ke arah dugaan transaksi elite politik.

Namun, sebelum semua terkuak, manajemen lama toh cukup pandai menyembunyikan kebobrokan keuangan perusahaan cukup lama. Buktinya, pada masa lalu, Jiwasraya kerap diganjar aneka penghargaan.

Ada satu penghargaan yang mencuat tak lama setelah bobroknya kinerja keuangan perusahaan diketahui publik. Penghargaan itu adalah Product Development Terbaik di sektor finansial, didapatkan dari BUMN Branding and Marketing Award 2018.

Nama Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali, ikut terseret karena menjadi ketua tim dewan juri BUMN Track untuk penghargaan itu.

Saat reporter Tirto meminta konfirmasinya mengenai hal ini, Rhenald hanya menjawab, “coba tanya ke Pak Toto (Sutarto, CEO BUMN Track). Saya sedang di luar kota.”

SH Sutarto membantah bila lembaganya disebut salah memberi penghargaan. Sutarto menjelaskan kalau masalah keuangan Jiwasraya baru terbuka belakangan.

Ia mengatakan meski penghargaan BUMN Track berkaitan dengan produk dan pemasaran, lembaganya hanya memperhitungkan perusahaan yang kinerja keuangannya baik alias tak bermasalah.

Tim juri menilai perusahaan berdasarkan kinerja keuangan tahun buku 2017. Pada tahun itu Jiwasraya memang masih mencatatkan untung Rp2,4 triliun.

Tim seleksi, katanya, juga tetap meminta pimpinan perusahaan melampirkan dokumen pendukung seperti laporan keuangan. Proses seleksi bahkan termasuk presentasi dan wawancara. Singkatnya, ia menegaskan proses pemberian penghargaan sudah ketat.

“Tentu dewan juri bukan auditor investigatif dan percaya hasil kerja yang sudah lolos verifikasi auditor yang ditunjuk perusahaan masing-masing,” ucap Sutarto saat dihubungi reporter Tirto, Senin (30/12/2019).

Kendati demikian, ia mengakui kalau isu gagal bayar itu menafikan laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017 yang tak tercela. Setelah penghargaan, kantor akuntan publik PricewaterhouseCooper (PwC) mengaudit ulang dan laba secara akuntansi Jiwasraya susut menjadi Rp360 miliar.

Sutarto lantas menyalahkan lembaga pengawas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, jika produk itu dilarang OJK, tentu Jiwasraya tidak akan menang.

“Juri tidak menerima informasi kalau sejak itu sudah bermasalah. Kalau bermasalah, harusnya produk itu dilarang oleh otoritas, dalam hal ini OJK,” ucap Sutarto.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Toto Pranoto, mengatakan kasus ini adalah bukti kalau lembaga penghargaan tidak kritis dan akhirnya tertipu dengan manipulasi data Jiwasraya. Padahal, katanya, kasus gagal bayar Jiwasraya sudah mencuat selama 2018--tahun yang sama dengan tahun pemberian penghargaan.

Toto tak hanya mengkritik BUMN, sebab faktanya Jiwasraya mendapat penghargaan dari media dan lembaga lain. Beberapa lembaga yang pernah memberi mereka penghargaan adalah Markplus, Warta Ekonomi, Infobank, SWA dan majalah Investor.

Situs Jiwasraya sendiri mencatat mungkin seluruh penghargaan yang mereka dapat.

Ada sembilan penghargaan yang mereka dapat pada 2016. Lalu, pada 2017 dan 2018, masing-masing 29 dan 15. Tahun ini mereka mencatat dapat satu penghargaan.

Penghargaan umumnya terkait marketing, kepemimpinan direksi, sampai “Kinerja Keuangan Sangat Bagus”.

Boom award yang diberikan majalah-majalah itu sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Ini sudah menjadi seperti suatu industri sendiri. Kadang seperti terkesan kejar tayang juga. Karena sebab itu mungkin para dewan juri menjadi sedikit tidak awas,” ucap Toto saat dihubungi reporter Tirto, Senin (30/12/2019).

Toto menilai perkara industri penghargaan itu diperburuk oleh kerja OJK dan Kementerian BUMN yang menurutnya kurang maksimal dalam mengawasi Jiwasraya. Menurutnya, jika selalu ada laporan regular dari Jiwasraya, tentu lembaga itu tahu dan bisa mencegahnya.

“Manipulasi laporan keuangan terkait penempatan investasi dan pencatatan alokasi cadangan teknis menjadi isu besar yang dilakukan manajemen Jiwasraya saat itu dan kurang bisa terdeteksi oleh otoritas,” ucap Toto.

Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot, menampik kalau lembaganya tak menjalankan pengawasan dengan maksimal. Sekar mengatakan kalau hasil pengawasan selalu dikomunikasikan kepada manajemen perusahaan, tetapi memang tidak dibuka ke luar entitas itu.

Ia menambahkan Jiwasraya juga telah diperingatkan untuk mengevaluasi produk JS Saving Plan terkait kemampuan pengelolaan investasi yang kini berujung pada gagal bayar. Kendati demikian, ia mengklaim kalau Jiwasraya sudah menindaklanjuti peringatan OJK.

“Manajemen JS pun telah menindaklanjuti dengan penyesuaian guaranteed return setelah mengevaluasi produk,” ucap Sekar lewat pesan singkat, Senin (30/12/2019).

Baca juga artikel terkait KASUS JIWASRAYA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Hukum
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti