tirto.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, menyebut praktik demokrasi di Indonesia hari ini telah berkembang ke demokrasi deliberatif atau berwacana. Media sosial dalam hal ini, kata Puan, telah menjadi salah satu kekuatan utama dalam demokrasi wacana untuk membangun opini dan persepsi.
"Melalui media sosial, dapat diciptakan berbagai persepsi. Persepsi mengangkat citra seseorang dan persepsi yang merendahkan seseorang," ujar Puan dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Lewat media sosial, kata Puan, bahkan orang yang baik dapat dipersepsikan menjadi orang jahat. Begitu juga sebaliknya orang yang jahat dapat dipersepsikan menjadi orang baik.
"Dan orang yang salah menjadi orang benar, sebaliknya orang yang benar menjadi orang yang salah," kata dia.
Puan menuturkan demokrasi wacana bukanlah kebebasan tak terbatas. Karena batasdari hak setiap warga negara di dalam negara demokrasi adalah menjamin hak warga negara yang lain sama pentingnya.
Oleh karena itu, kata Puan, peran negara diperlukan untuk menjamin hak berdemokrasi yang sama bagi semua warga negara. Terutama hak mendapatkan rasa aman yang sama bagi semua warga negara dan hak untuk hidup tentram yang sama bagi semua warga negara.
"Peran negara adalah untuk menjamin dan melindungi harkat dan martabat setiap warga negara," jelas dia.
Lebih lanjut, Puan mengatakan, berdialektika dalam demokrasi wacana mensyaratkan para pihak memiliki kualitas informasi dan pengetahuan yang berimbang. Karena tanpa syarat ini, maka dialektika tidak berjalan.
“Brain storming menjadi brain washing, dan dalam jangka menengah panjang terjadi pengendalian persepsi,” pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang