Menuju konten utama

Propam Selidiki Pamen Polri soal Rumah Sewa 24 Korban TPPO

Propam Polda Lampung masih menyelidiki terkait kediaman anggota Polri yang diduga dijadikan sebagai penampungan buruh migran. 

Propam Selidiki Pamen Polri soal Rumah Sewa 24 Korban TPPO
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, memberikan keterangan pers di Mabes Polri, Jakarta. (ANTARA/Laily Rahmawaty)

tirto.id - Propam Polda Lampung masih menyelidiki terkait kediaman anggota Polri yang diduga dijadikan sebagai penampungan buruh migran.

"Bidpropam Polda sedang mendalami apakah ada keterlibatannya," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, di Mabes Polri, Senin, 12 Juni 2023.

"Tapi kami pastikan komitmen Kapolri, bila ada keterlibatan pasti ditindak tegas," sambung dia. Berdasar penelusuran kepolisian, rumah AKBP L diduga disewakan kepada tersangka.

Tersangka memanfaatkan rumah tersebut untuk menampung 24 calon pekerja migran yang akan bekerja di Timur Tengah. Dugaan rumah transit ini bermula ketika Ditreskrimum Polda Lampung menangkap empat tersangka yakni DW, IT, AR, dan AL.

Modus jaringan Timur Tengah ini mereka ialah merekrut dan menampung sementara "calon buruh" untuk dipersiapkan sebagai pekerja migran nonprosedural.

Peneliti bidang kepolisian ISESS Bambang Rukminto berpendapat dengan total 450 ribu personel, tentu akan ada banyak kesulitan untuk mengawasi aset personel karena itu adalah hak pribadi masing-masing.

"Meski sulit, tentunya banyak cara masih bisa dilakukan penyidik kepolisian. Di antaranya yang bisa dilakukan adalah pengawasan perilaku dan kinerja masing-masing personel melalui fungsi waskat, intelkam maupun propam," kata dia ketika dihubungi Tirto, Senin, 12 Juni 2023.

Menurut Bambang, fungsi intelijen tentu juga harus menjadi "mata dan telinga" pimpinan terkait. Jadi kalau sampai aset itu baru terungkap setelah munculnya kasus, layak dipertanyakan peran fungsi satuan terkait. Jamak terjadi, pengawas bukan tidak tahu ada pelanggaran, tetapi lebih pada "tutup mata" terhadap pelanggaran.

"Tutup mata ini tentu dengan berbagai motif, tidak mau tahu, tidak mau mengganggu urusan orang lain, sampai saling menutupi pelanggaran. Problemnya, penuntasan kasus seringkali hanya sebatas kasusnya saja, tak pernah ada evaluasi terkait peran pengawasan. Maka kasus-kasus itu akan terus terjadi dan bermunculan karena pengawasan tak berfungsi dengan benar," terang Bambang.

Di sisi lain, fungsi pengawasan intelijen bisa saja sudah dilakukan, tapi pimpinan yang memiliki kewenangan bergeming, tak melakukan fungsi dengan benar. Maka, lanjut Bambang, Perkap 2 Tahun 2022 tentang pengawasan melekat, harus benar dilaksanakan dengan konsisten, bahwa pimpinan 2 tingkat ke atas juga harus diberi sanksi bila ada bawahan yang melakukan pelanggaran fatal, bukan dibiarkan saja tanpa ada sanksi atau pemeriksaan.

Baca juga artikel terkait KASUS TPPO atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri