Menuju konten utama

Program Makan Bergizi Gratis Jangan Lupa Soal Kecukupan Gizi

Program perbaikan gizi seperti MBG tak bisa bertumpu pada penyediaan makanan belaka. Yang juga penting adalah pemenuhan standar gizinya.

Program Makan Bergizi Gratis Jangan Lupa Soal Kecukupan Gizi
Sejumlah siswa menyantap makanan gratis saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin

tirto.id - Tim Ekonomi presiden terpilih, Prabowo Subianto, disebut-sebut tengah mempertimbangkan untuk memangkas alokasi dana program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Rp15.000 menjadi hanya Rp7.500 per porsi. Hal itu terungkap usai Tim Ekonomi Prabowo yang terdiri dari Burhanuddin Abdullah, Sudrajat Djiwandono, dan Thomas Djiwandono menemui beberapa pakar ekonomi untuk meminta masukan.

Pilihan untuk memangkas anggaran MBG per porsi ini menjadi sebuah opsi, mengingat anggaran yang disepakati dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 hanya Rp71 triliun. Jadi, alih-alih menambah anggaran, lebih baik memangkas porsinya.

Terlebih, pemerintahan Prabowo juga berkomitmen untuk menjaga rasio utang di kisaran 37-38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sampai 2030.

Tim ekonominya itu memikirkan apakah biaya makanan per hari itu bisa enggak diturunin lebih hemat dari Rp15 ribu. Mungkin ke Rp9 ribu, ke Rp7.500-kah? Kira-kira begitu,” ujar ekonom Verdhana Sekuritas, Heriyanto Irawan, yang terlibat dalam pertemuan dengan Tim Ekonomi Prabowo di Jakarta, Selasa (16/7/2024) lalu.

Wacana pemangkasan anggaran MBG tersebut lantas menuai kontra dari berbagai kalangan. Salah satunya dari periset Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian. Dia justru mempertanyakan makanan apa yang akan didapat rakyat dengan anggaran secekak itu.

Jangan-jangan, kata dia, standar gizinya malah tidak terpenuhi.

Anggaran makan siang Rp15 ribu per anak pun itu menurut saya sangat terbatas varian menunya. Kalau dikurangi jadi Rp7.500, saya khawatir gizinya tidak dapat terpenuhi mengingat harga bahan pokok kita saja mahal-mahal,” ujar Eliza kepada Tirto, Jumat (19/7/2024).

Hal senada juga diungkapkan Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar. Dia mengatakan bahwa dengan anggaran tersebut, memang sulit memastikan makanan yang disediakan memenuhi standar gizi yang diperlukan. Terutama, dengan harga pangan yang fluktuatif dan cenderung tinggi.

Harga pangan yang tinggi, kata Media, semakin memperburuk situasi. Anggaran tersebut mungkin hanya cukup untuk membeli makanan yang mengenyangkan, tapi tidak bergizi.

Untuk menyediakan makanan [bergizi] seimbang dengan karbohidrat, protein, sayuran, dan buah-buahan, biayanya lebih tinggi dari Rp7.500. Sehingga, makanan yang disediakan mungkin kekurangan unsur gizi tertentu, seperti protein hewani atau sayuran segar,” kata Media kepada Tirto, Jumat (19/7/2024).

Tirto mencoba melakukan simulasi kecil untuk mendapat gambaran. Caranya dengan mendatangi sebuah warung tegal (warteg) yang terletak di Jalan Lapangan Banteng Timur, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta.

Kepada pemilik warteg, Tirto menanyakan dengan harga Rp7.500 per porsi bisa dapat apa saja.

Dari keterangan pemilik warteg, harga Rp7.500 hanya cukup dengan satu lauk saja. Pilihan lauknya juga terbatas. Di antara opsi yang tersedia adalah paket nasi dan sayur lodeh, nasi dan dua perkedel, nasi dan kentang mustofa, atau nasi dan tempe orek. Jika ingin dua lauk, paling tidak harus seharga Rp13.000 per porsi.

Lewat sambungan telepon, Tirto juga menanyai seorang pemilik warteg yang ada di Cibinong, Bogor. Menurutnya, Rp7.500 hanya cukup untuk membeli dua lauk saja, yaitu sayur kangkung dan tempe orek. Itu pun tanpa nasi.

Nasi aja Rp5.000. Rp2.500 sisanya tidak tahu dapat apa. Palingan sama kerupuk,” ujar pemilik warteg yang tidak ingin disebutkan namanya kepada Tirto, Jumat (19/7/2024).

Simulasi kecil itu tentu saja belum sahih sebagai patokan lantaran harga menu di setiap warung makan dan daerah amat bervariasi.

Ilustrasi Warteg

Ilustrasi warteg. FOTO/Wikicommon

Kualitas Gizi Harus Diperhatikan

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan bahwa dalam kondisi saat ini, pemerintahan Prabowo mendatang perlu mengelola keseimbangan antara target capain dan efisiensi, ketimbang menghabiskan fokus pada satu janji kampanye.

Pasalnya, program perbaikan gizi seperti MBG tak bisa bertumpu pada penyediaan makanan belaka. Yang juga penting adalah pemenuhan standar gizinya.

Tetap harus memenuhi standar minimum gizi yang berkualitas,” ujar Faisal kepada Tirto, Jumat (19/7/2024).

Jika anggaran programnya terbatas, menurut Faisal, semestinya bukan alokasi per porsinya yang dikurangi, melainkan kuantitas orang dan cakupan daerahnya yang perlu dibatasi.

Jadi, anggaran per orang anaknya tidak harus turun. Rp15.000 saja sudah minimal untuk kata bergizi. Nah, yang bisa dilakukan adalah menyeleksi kembali [penerima dan cakupan programnya]. Jumlah orang dan daerah yang harus dicakup untuk tahun pertama di 2025 tidak mesti harus banyak,” ujar dia.

Sementara itu, Tan Shot Yen, ahli gizi yang juga merupakan dokter, mengaku sulit memberikan tanggapan terkait nilai gizi dari program MBG, apakah akan terpenuhi atau tidak. Apalagi, tingkat gangguan gizi bisa berbeda-beda di masing-masing daerah.

“Yang satu itu sulit dijawab. Dan kalau toh sudah dibuat dalam bentuk makanan, apakah cocok dengan selera penerimanya?,” ujar Tan kepada Tirto, Jumat (19/7/2024).

Tan sendiri mengaku sudah berulang kali menyerukan kepada pemerintah agar melakukan asesmen tentang masalah gangguan gizi sebelum program MBG dimulai. Pasalnya, persoalan gizi di satu daerah sejatinya tidak sama dengan daerah lainnya. Hal ini karena pola asuh yang juga berbeda di setiap masyarakat.

Dari kecil, anak dibiarkan orang tua makan apa yang anaknya doyan, bukan yang badannya butuh,” imbuh dia.

Selain itu, Tan juga menyoroti soal vendor atau penyedia makanan dalam program MBG tersebut. Apakah ia sudah memenuhi syarat hazard analysis and critical control points (HACCP) atau tidak. HACCP adalah sebuah metode sistematis berbasis sains dari sistem manajemen risiko yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan risiko bahaya keamanan pangan.

HACCP ini didasarkan pada tujuh prinsip yang membentuk landasan bagi seluruh standar keamanan pangan global. Ia dapat diterapkan dengan baik di seluruh sektor dalam jaringan rantai pasokan pangan, mulai dari produksi yang paling dasar hingga menjadi produk akhir untuk konsumsi.

Jangan sampai ada keracunan massal. Atau, demi tekan harga, lalu bahan pangan dicari yang sudah tidak layak konsumsi lagi. Telur yang sudah retak, kecap yang expired, dan sebagainya,” jelas Tan.

Di luar masalah kecukupan gizi, Media Wahyudi Askar, justru menilai kebijakan MBG ini sedari awal tampaknya tidak direncanakan dengan matang. Padahal, kebijakan yang menggunakan uang rakyat seharusnya memiliki landasan akademik, target yang jelas, dan perencanaan anggaran yang terperinci.

Saat ini, diskusi terkait kebijakan makan siang gratis baru sebatas lempar narasi tanpa perincian yang konkret. Selain itu, belum ada kementerian yang jelas untuk bertanggung jawab atas program tersebut, yang semakin menunjukkan kurangnya koordinasi dan perencanaan,” ujar dia.

Tim Sinkronisasi Prabowo Gibran

Anggota Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Hasan Nasbi, saat memberikan keterangan pers di Media Center Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2024). (Tirto.id/Muhammad Naufal)

Tim Prabowo Bantah Makan Bergizi Rp7500

Sementara itu, anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Bidang Komunikasi, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa rumor terkait pemangkasan anggaran MBG jadi Rp.7500 per porsi bukanlah pernyataan resmi dari tim.

Hasan mengatakan bahwa fokus utama dari presiden terpilih, Prabowo Subianto, dan wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, adalah memberikan menu makanan yang bergizi sesuai standar kecukupan gizi.

“Jadi, ukurannya adalah ketercukupan gizi. Ketercukupan gizi ini ditentukan oleh ahli gizi,” jelas Hasan, Jumat (19/7/2024).

Untuk alokasi per orangnya, menurut Hasan, saat ini ada banyak masukan dari berbagai pihak yang masih dikaji oleh timnya dengan detail. Tim pun belum menetapkan angka tertentu.

Hasan juga menjelaskan bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki keberagaman sumber gizi. Sehingga, masing-masing wilayah boleh jadi akan memiliki menu yang berbeda. Pemenuhan standar gizi pun akan disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan dan menu lokal.

Di berbagai wilayah, untuk memenuhi standar gizi, jenis menunya berbeda-beda sesuai dengan ketersediaan bahan makanan dan jenis menu lokal di masing-masing tempat. Dari sisi harga, tentu juga akan berbeda-beda nilainya,” terangnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa pemerintah bakal membahas lebih lanjut mengenai aturan teknis pelaksanaan program MBG, termasuk dalam hal ini dana yang akan dianggarkan untuk tiap daerah.

"Tentu setiap daerah akan berbeda," kata Airlangga saat ditemui usai acara Peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0 dan White Paper One Map Policy (OMP) Beyond 2024, di Jakarta, Kamis (18/7/2024).

Baca juga artikel terkait MAKAN BERGIZI GRATIS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi