tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan anggaran Program Makan Bergizi Gratis akan berbeda tiap daerah. Meski begitu, dia tidak menjelaskan apakah alokasi per porsi yang sebelumnya dianggarkan sebesar Rp15 ribu bakal diturunkan menjadi Rp7.500.
"Tentu setiap daerah akan akan berbeda," kata saat ditemui usai Peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0, dan White Paper One Map Policy (OMP) Beyond 2024, di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Lebih lanjut Airlangga menjelaskan, pemerintah bakal membahas lebih lanjut mengenai aturan teknis pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis, termasuk dalam hal ini dana yang akan dianggarkan untuk tiap daerah. Dia juga memastikan, anggaran Program Makan Bergizi Gratis pada pelaksanaan awal akan tetap mengacu pada Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 yang sebesar Rp71 triliun.
"Program Makan Bergizi Gratis itu sudah dianggarkan di dalam RAPBN (2025), ke depannya itu sebesar sekitar Rp71 triliun," imbuh Ketua Umum Partai Golkar itu.
Sementara itu, sebelumnya Ekonom Verdhana Sekuritas, Heriyanto Irawan, mengungkapkan tim ekonomi Prabowo sedang mempertimbangkan untuk memangkas alokasi dana Program Makan Bergizi Gratis per porsi. Hal ini diketahuinya usai tim ekonomi Prabowo yang terdiri dari Burhanuddin Abdullah, Sudrajat Djiwandono, dan Thomas Djiwandono menemui beberapa pakar ekonomi, termasuk dirinya dan Chatib Basri.
“Setelah dikomunikasikan angka itu Rp71 triliun, kemudian tugasnya Pak Presiden elected, tim ekonominya itu memikirkan apakah biaya makanan per hari itu bisa nggak diturunin lebih hemat dari Rp15 ribu? Mungkin ke Rp9 ribu, ke Rp7.500 kah? Kira-kira begitu,” bebernya, di Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Pilihan untuk memangkas anggaran Makan Bergizi Gratis per porsi ini menjadi pilihan, alih-alih menambah anggaran Program. Pasalnya, pemerintahan Prabowo juga berkomitmen untuk menjaga rasio utang di kisaran 37-38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sampai 2030.
“Pemikiran beliau adalah mendorong programnya di dalam keterbatasan itu, di dalam keterbatasan Rp71 triliun itu, tidak kemudian mendorong Rp71 triliun itu ke Rp200 triliun atau ke Rp300 triliun. Itu yang menjadi masalah kalau kita-kita ini, andai kata belum pernah ikut marathon, tapi ikut lari marathon. Pasti ada masalah,” tambah Heriyanto.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang