tirto.id - Gembar-gembor soal pemerintah pusat akan mencampur bahan-bakar minyak [BBM] dengan Crude Palm Oil [CPO] melalui B20 sampai 100 untuk mengurangi impor BBM tampaknya masih terkendala biaya produksi yang mahal.
Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral [ESDM] Ignasius Jonan mengatakan, untuk merealisasikan program B100 tersebut, pihaknya akan mencari teknologi produksi yang bisa membuat B100 murah dan bernegosiasi dengan para pengusaha sawit.
"Saat ini masih mencari cara agar produk B100 nantinya bisa dijual dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat luas. Salah satunya dengan berdiskusi dengan para pengusaha sawit," tukas dia.
Dia menjelaskan, perhitungan biaya pengolahan yang mahal membuat harga B100 nantinya akan memiliki harga jual Rp14.000 per liter.
"Harga jualnya kira-kira Rp14.000. Kalau Rp14.000 bisa dijual ke siapa, yang paling memungkinkan ke konsumen Pertamina Dex. Nanti diolah clean 100 persen tidak ada BBM crude-nya sama sekali. Itu sangat bisa sekali kita lakukan," jelas dia dalam Forum Diskusi Energi untuk Kedaulatan Negeri di Soehana Hall Energy Building SCBD, Jakarta Selatan, Selasa [2/4/2019]
Menurutnya, harga ini jauh lebih mahal dibandingkan harga bahan-bakar minyak [BBM] jenis Premium dengan harga Rp6.450 per liter sementara BBM jenis solar Rp5.150 per liter.
Mengutip situs resmi pertamina soal harga BBM terkini, harga BBM olahan sawit pemerintah lebih mahal dibandingkan jenis BBM non subsidi lain seperti Pertamax Turbo yang dijual Rp11.200 per liter. Kemudian Pertamax yang dijual Rp9.850 per liter, Dexlite Rp10.200 per liter, kemudian Dex Rp11.700 per liter, Pertalite Rp7.650 per liter.
Sementara itu, berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan baik impor minyak mentah dan maupun hasil minyak mengalami penurunan pada Januari 2019. Impor Minyak mentah pada awal 2019 turun 3,5 persen dibanding Desember 2018.
Sementara penurunan impor hasil minyak pada Januari 2019 mencapai 20,99 persen dibanding akhir tahun lalu. Jika dibandingkan dengan periode Januari 2018, impor minyak mentah turun 20,54 persen, sementara impor hasil minyak merosot 26,52 persen.
Meskipun demikian, neraca dagang Indonesia pada bulan Januari 2019 masih mengalami defisit cukup dalam, yakni 1,16 miliar dolar AS. Angka ini lebih tinggi ketimbang periode Januari tahun lalu, yakni defisit sebesar 760 juta dolar AS.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno