tirto.id - KRAy Endang Kusumaningdyah adalah mantan istri pertama dari Susuhunan Pakubuwana XIII yang kembali disorot setelah polemik penerus tahta Keraton Solo bergejolak. Simak profilnya berikut.
KRAy Endang Kusumaningdyah tidak pernah menjadi permaisuri PB XIII karena ia dan sang raja telah bercerai jauh sebelum PB XIII naik tahta.
KRAy Endang Kusumaningdyah dulunya bernama Nuk Kusumaningdyah. Setelah menikah dengan PB XIII, ia diberi gelar KRAy Endang Kusumaningdyah. Dari pernikahan itu, keduanya dikaruniai tiga orang putri.
Profil KRAy Endang Kusumaningdyah
KRAy Endang Kusumaningdyah, yang dikenal juga sebagai Nuk Kusumaningdyah, merupakan istri pertama Sri Susuhunan Pakubuwana XIII (PB XIII) sebelum sang raja naik tahta sebagai Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Pernikahan mereka berakhir dengan perceraian, namun dari hubungan ini lahir tiga putri, yaitu GRAy Rumbai Kusuma Dewayani (GKR Timoer), GRAy Devi Lelyana Dewi, dan GRAy Dewi Ratih Widyasari.
Meskipun tidak menjadi permaisuri, KRAy Endang tetap memiliki posisi penting dalam sejarah keluarga keraton karena merupakan ibu dari putri-putri yang menjadi bagian dari sentana dalem dan garis keturunan PB XIII.
Kehidupan KRAy Endang Kusumaningdyah selama menjadi istri PB XIII banyak menjadi sorotan, karena pernikahan ini terjadi pada masa sebelum Pakubuwana XIII resmi memimpin Keraton Solo, sehingga statusnya tidak diakui sebagai permaisuri resmi.
Namun, kontribusinya terhadap kelanjutan garis keturunan keraton tetap signifikan, mengingat tiga putrinya ikut menjaga dan melestarikan tradisi serta nilai-nilai Keraton Kasunanan Surakarta.
Meskipun KRAy Endang bukanlah permaisuri, keturunan dari pernikahannya tetap menjadi bagian dari diskusi dan perhatian keluarga besar terkait kelangsungan adat dan aturan keraton.
KRAy Endang di akun Instagram pribadinya @kraynuk.kusumaningdyah terlihat menjalani hidup dengan bahagia. Ia kerap membagikan momen sedang travelling atau sekedar kumpul makan-makan bersama anak-anak dan cucu-cucunya.
Siapa Raja Keraton Solo yang Baru?
Meninggalnya PB XIII menimbulkan perselisihan terkait penerus tahta Keraton Solo. Konflik muncul karena ada dua klaim berbeda atas gelar Sri Susuhunan Pakubuwono XIV (PB XIV).
Hal ini berkaitan dengan tradisi Jawa yang biasanya menjadikan putra tertua dari istri sah (permaisuri) menjadi calon penerus. Namun, PB XIII semasa hidup juga telah mengangkat putra bungsunya sebagai putra mahkota, yang menimbulkan dualisme kepemimpinan.
Dalam rapat internal kerabat Keraton Surakarta yang digelar di Sasana Handrawina pada Kamis (13/11), diputuskan jika penerus PB XIII adalah putra tertuanya, yakni KGPH Mangkubumi.
Namun, pada hari yang sama, KGPAA Hamengkunegoro, putra bungsu dan merupakan putra mahkota Keraton Solo mengucapkan sumpah setia secara resmi di hadapan keluarga besar keraton, abdi dalem, sentana dalem, dan masyarakat yang hadir.
Baik KGPH Mangkubumi dan KGPAA Hamengkunegoro sama-sama mengklaim sebagai pemilik sah gelar Pakubuwana IV.
Penulis: Prihatini Wahyuningtyas
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Masuk tirto.id


































