tirto.id - Pemerintah telah memulai program vaksinasi Covid-19 pada 13 Januari 2021, dengan Presiden Joko Widodo sebagai penerima suntikan pertama. Pemerintah menargetkan vaksinasi Covid-19 mencakup 181,5 juta warga berusia di atas 18 tahun, dan berlangsung hingga Maret 2022.
Program yang bertujuan membentuk kekebalan kelompok (herd immunity) terhadap virus corona itu, membutuhkan setidaknya 426 juta dosis vaksin. Pada tahap awal, vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin corona buatan Sinovac Life Science, perusahaan farmasi asal Cina. Vaksin Sinovac telah mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Hingga 15 Januari 2021, baru vaksin Sinovac yang sudah tersedia di Indonesia. Sinovac mengirim 3 juta dosis vaksin jadi pada awal dan akhir Desember 2020. Kemudian, bahan baku setera 15 juta dosis vaksin juga sudah dikirim Sinovac untuk diproduksi oleh PT Bio Farma.
Selain buatan Sinovac, terdapat beberapa jenis vaksin corona lainnya yang menurut rencana akan dipakai dalam program vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/9860/2020 menetapkan vaksin yang akan dipakai dalam program vaksinasi nasional ialah: vaksin corona buatan PT Bio Farma; vaksin corona buatan Sinovac; vaksin corona buatan AstraZeneca; vaksin corona buatan Sinopharm; vaksin Moderna; dan vaksin corona buatan Pfizer-Biontech.
Sementara berdasarkan penjelasan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Rapat Komisi IX DPR, Selasa (12/1/2021), ada 5 jenis vaksin corona yang akan diupayakan pengadaannya guna dipakai di Indonesia dalam program vaksinasi Covid-19.
Kelimanya adalah Vaksin Sinovac, Vaksin AstraZeneca, Vaksin Pfizer, Vaksin Novavax, dan vaksin dari Covax/Gavi. Suplai vaksin dari Covax/Gavi setidaknya menjanjikan 3 jenis.
Mengutip siaran pers Kemenkes pada 7 Januari 2021, Pemerintah RI telah menandatangani formulir permintaan vaksin bagian B untuk melengkapi formulir permintaan COVAX Facility. Penandatanganan tersebut dilakukan secara virtual sebagai bukti komitmen Indonesia untuk bergabung dalam GAVI COVAX Facility, sebuah inisiatif yang didukung WHO untuk keperluan penyediaan vaksin corona.
Indonesia menjadi salah satu negara AMC92 (Advance Market Commitment) dalam COVAX Facility yang berkesempatan mendapatkan vaksin gratis untuk memenuhi kebutuhan vaksin bagi 20% dari total populasi, sekitar 54 juta orang.
Pengiriman vaksin COVAX Facility akan dilakukan secara bertahap yaitu 3% pada kuartal pertama tahun 2021 dan secara proporsional kepada negara AMC92. Hingga saat ini, terdapat 17 portofolio kandidat vaksin dalam COVAX Facility. Delapan di antaranya sudah memasuki tahap uji klinis pada manusia, termasuk vaksin AstraZaneca, Moderna, dan Novavax.
Jadi sejumlah jenis vaksin corona yang menurut rencana Pemerintah RI akan dipakai di program vaksinasi Covid-19 adalah Vaksin Sinovac, Vaksin AstraZaneca, Vaksin Moderna, Vaksin Novavax, Vaksin Pfizer, dan Vaksin Sinopharm. Untuk mengenal sejumlah jenis vaksin corona itu, berikut profilnya.
Vaksin Sinovac
Vaksin corona yang bernama CoronaVac diproduksi oleh Sinovac Life Science, perusahaan farmasi yang berbasis di Beijing, China. Harga vaksin Sinovac diperkirakan sekitar Rp200 ribu perdosis, sesuai keterangan Dirut PT Bio Farma Honesti Basyir pada pertengahan Oktober 2020 lalu.
Dokumen persetujuan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan pada kondisi darurat yang diterbitkan BPOM RI, menyatakan vaksin Sinovac bisa digunakan buat orang usia 18-59 tahun.
Sejauh ini, selain Indonesia, sejumlah negara lain yang sudah memesan vaksin ini di antaranya: Brasil, Turki, Singapura, Filipina, Ukraina, Thailand, dan Cile.
CoronaVac dikembangkan dengan menggunakan platform inactivated viruses, atau virus yang sudah dilemahkan. Jadi, vaksin Sinovac bekerja dengan cara menggunakan partikel virus yang dimatikan untuk mengekspos sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa risiko respons penyakit serius.
Uji klinis tahap 3 vaksin Sinovac sudah dilakukan di Brasil, Turki, dan Indonesia. Kepala Badan POM, Penny Lukito sudah menyatakan bahwa hasil klinis vaksin Sinovac di Bandung menyimpulkan ia memiliki tingkat efikasi (kemanjuran) mencapai 65,3 persen.
BPOM juga mempertimbangkan hasil uji klinik 3 di Turki yang menyimpulkan vaksin Sinovac punya efikasi 91,25 persen. Sementara hasil uji klinik fase 3 di Brasil menunjukkan efikasi vaksin Sinovac sebesar 78 persen. Ini berarti efikasi vaksin ini jauh di atas batas minimal menurut ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 50 persen.
Namun, laporan terbaru dari Brasil, seperti diwartakan BBC pada Rabu (13/1/2021), memperbarui keterangan mengenai efikasi vaksin Sinovac, menjadi 50,4 persen. Peneliti di Butantan Institute (lembaga riset negara di Brasil yang terlibat dalam proses pengujian CoronaVac) menyebut bahwa efikasi 78 persen belum memasukkan data dari relawan dengan kasus gejala ringan yang tak butuh perawatan.
Namun, mereka menegaskan, vaksin Sinovac memiliki tingkat efektivitas 78 persen untuk mencegah kasus Covid-19 dengan gejala ringan yang memerlukan perawatan, dan sepenuhnya efektif mencegah kasus sedang hingga berat.
Vaksin Pfizer
Dikenal dengan nama resmi Comirnaty (disebut juga Tozinameran atau BNT162b2), vaksin Covid-19 ini hasil kerja sama Pfizer (perusahaan farmasi AS) dan BioNTech (perusahaan bioteknologi Jerman).
Vaksin Pfizer adalah vaksin Covid-19 pertama yang divalidasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk masuk di daftar penggunaan vaksin darurat. Dalam publikasi resminya pada akhir Desember 2020, WHO menyatakan keputusan itu didasari oleh hasil kajian pakar yang dikumpulkan lembaga PBB itu untuk mengkaji data tentang keamanan, kemanjuran, dan kualitas vaksin Pfizer/BioNTech.
Vaksin Pfizer dibuat dengan platform messenger RNA (mRNA), materi genetik yang dibaca sel tubuh manusia untuk membuat protein. Vaksin tersebut berisi instruksi genetik guna membangun protein virus corona, yang dikenal sebagai spike. Usai disuntikkan, vaksin ini akan menyebabkan sel-sel membuat protein spike yang dilepaskan ke tubuh untuk menumbuhkan respons dari sistem kekebalan.
Uji Klinis 3 terhadap vaksin ini telah dilakukan dengan melibatkan 43.448 orang yang berusia 16 hingga lebih dari 55 tahun (45 persen berusia 56-85 tahun). Puluhan ribu relawan itu tersebar di AS, Jerman, Turki, Afrika Selatan, Brazil, dan Argentina.
Mengutip laporan Coronavirus Vaccine Tracker The New York Time, hasil uji klinis 3 menunjukkan bahwa vaksin Pfizer memiliki tingkat efikasi mencapai 95 persen. Untuk mencapai tingkat efikasi itu, vaksin Pfizer harus disuntikkan 2 kali dengan interval 3 pekan.
Distribusi vaksin ini memerlukan ruang penyimpanan dengan suhu -70 derajat celcius. Pfizer dan Biontech menargetkan, hingga akhir 2021, produksi vaksin Comirnaty mencapai 1,3 miliar dosis. Harga vaksin Pfizer diperkirakan mencapai 20 dolar AS per dosis.
Vaksin AstraZeneca
Vaksin bernama AZD1222 (disebut juga Covishield di India) merupakan hasil kerja sama University of Oxford bersama perusahaan Inggris-Swedia, AstraZeneca. Vaksin ini punya tingkat efikasi 62-90 persen, menurut laporan The New York Time.
Vaksin AstraZeneca dikembangkan melalui modifikasi dari virus flu simpanse untuk menyampaikan instruksi ke sel guna melawan virus penyebab Covid-19. Pendekatan tradisional ini berbeda dari metode pengembangan vaksin Pfizer dan Moderna, yang mengandalkan teknologi mRNA.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Inggris (Medicines and Healthcare products Regulatory Agency atau MHRA) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorisation (EUA) untuk vaksin AstraZeneca, pada akhir 2020 lalu. Selain itu, Argentina, India, dan Meksiko sudah menerbitkan pula UEA untuk vaksin AstraZeneca.
AstraZeneca belakangan bekerja sama dengan pengembang vaksin corona buatan Rusia (Sputnik V) untuk melakukan pengujian bersama, dengan harapan meningkatkan efektivitasnya. Pengujian ini akan dilakukan di Ukraina pada 2021.
Harga vaksin vaksin AstraZeneca diperkirakan 4 dolar AS per dosis. Vaksin ini perlu diberikan 2 dosis per-orang dengan interval 4 pekan. Vaksin ini bisa bertahan setidaknya 6 bulan dalam suhu stabil di alat pendingin, dikutip dari the Conversation.
Vaksin Moderna
Vaksin bernama resmi mRNA-1273 dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi yang berbasis di Boston, AS, yakni Moderna. Vaksin ini dikembangkan dengan metode mRNA, sama seperti Pfizer. Uji klinis fase 3 vaksin Moderna telah dimulai pada Juli 2020 dengan melibatkan 30 ribu relawan.
Dengan tingkat efikasi mencapai 94,5 persen, vaksin Moderna telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada 18 Desember 2020.
Pada awal Januari lalu, Moderna telah menyuplain 18 juta dosis vaksin untuk kebutuhan AS. UEA vaksin Moderna juga telah diterbitkan oleh Uni Eropa, Israel, Swis, dan Inggris.
Harga vaksin Moderna diperkirakan sekitar 25-37 dolar AS atau Rp354 ribu-Rp524 ribu per dosis. Vaksin Moderna perlu disuntikkan 2 dosis dengan interval 4 pekan. Vaksin ini bisa bertahan di suhu minus 20 derajat celcius selama 6 bulan.
Moderna menargetkan memproduksi 600 juta sampai 1 miliar dosis vaksin pada 2021. Produksi vaksin Moderna dilakukan di AS, Swis, dan Spanyol, demikian dilaporkan Financial Times.
Vaksin Novavax
Novavax mengembangkan vaksin corona bernama resmi NVX-CoV2373. Perusahaan bioteknologi yang berbasis di Maryland, AS tersebut belum mengumumkan data terkait efikasi vaksinnya.
Usai mendapat hasil yang menjanjikan dari studi pendahuluan ke monyet dan manusia, Novavax meluncurkan uji coba Fase 2 dengan 2.900 relawan di Afrika Selatan pada Agustus 2020.
Sebulan berikutnya, Novavax menggelar uji fase 3 yang melibatkan 15.000 relawan di Inggris. Uji coba di Inggris diharapkan memberikan hasil pada awal 2021. Uji coba fase 3 vaksin Novavax juga dimulai pada akhir Desember 2020 di AS, dengan melibatkan 30 ribu relawan.
Pada September 2020, Novavax membuat kesepakatan dengan Serum Institute of India, produsen vaksin besar kelas dunia, yang memungkinkan mereka memproduksi 2 miliar dosis per tahun.
Jika uji klinis 3 vaksin buatan Novavax berhasil, perusahaan ini bisa menyuplai 100 juta dosis untuk AS pada 2021. Kesepakatan lain juga telah mereka buat dengan Inggris dan Australia.
Vaksin Sinopharm
The Beijing Institute of Biological Products mengembangkan vaksin corona dari virus yang sudah dilemahkan. Kandidat vaksin itu kemudian diuji klinis oleh salah satu perusahaan milik negara di Tiongkok, Sinopharm.
Pada 30 Desember 2020 lalu, Sinopharm mengumumkan bahwa hasil uji klinisnya menyimpulkan bahwa vaksin bernama resmi BBIBP-CorV tersebut memiliki efikasi 79,34 persen. Hal itu lantas diikuti keputusan pemerintah China mengizinkan penggunaan vaksin Sinopharm.
Namun, perusahaan tersebut belum mempublikasikan detail hasil uji klinis fase 3 vaksinnya. Pada November 2020 lalu, petinggi perusahaan ini mengklaim vaksin BBIBP-CorV sudah diberikan kepada hampir 1 juta orang di China.
Uji klinis fase 3 vaksin Sinopharm dilakukan di sejumlah negara selain China, termasuk Uni Emirat Arab, Mesir, dan Yordania.
Hingga Oktober 2020 lalu, vaksin Sinopharm Vaksin telah diberikan kepada lebih dari 31.000 orang di 4 negara Timur Tengah itu.
Editor: Agung DH