Menuju konten utama

Presiden Harus Bijak Membatasi Pelibatan TNI Berantas Terorisme

Perpres nanti harus bisa membatasi sejauh mana TNI terlibat dalam mengatasi terorisme.

Presiden Harus Bijak Membatasi Pelibatan TNI Berantas Terorisme
Presiden Joko Widodo yang mengenakan jaket Asian Games saat menerima pengurus OSIS SMA berprestasi se-Indonesia di Bogor, Kamis (3/5). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Presiden harus mampu memberikan batasan yang jelas terkait keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam mengatasi aksi terorisme.

DPR telah mengesahkan Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang (UU) pada Jumat, 25 Mei 2018. Dalam revisi ini pelibatan TNI diatur pada Pasal 43I.

Pada pasal tersebut tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang dan nantinya diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres).

Menurut Direktur Imparsial Al Araf, Presiden Jokowi dalam Perpres nanti harus bisa membatasi sejauh mana TNI terlibat dalam mengatasi terorisme.

"Makanya presiden harus memastikan pola eskalasi ancaman di dalam Perpres pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme," ucap Al Araf di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu(26/5/2018).

Maksud dari eskalasi ancaman tersebut adalah sejauh mana sebuah kelompok teror mengancam kedaulatan negara. Menurut Al Araf, pelibatan unsur militer bisa dilakukan jika sebuah kelompok teror telah menduduki suatu kota ataupun wilayah di negara tersebut.

"Misalnya dengan kasus ISIS di Suriah dan juga Moro di Filipina. Itu eskalasi ancamannya sudah mengancam kedaulatan negara," ucap Al Araf.

Sedangkan jika tingkat eskalasi ancamannya rendah ataupun menengah, maka penanganan terorisme menurutnya masih bisa ditangani oleh aparat hukum. Al Araf meminta kepada presiden untuk tetap menjaga prinsip penanganan terorisme sebagai bagian dari penegakan hukum pidana atau criminal justice system bukan sebagai bagian dari peperangan atau warmodel.

"Perpres ini jangan jadi bola liar penanganan terorisme dari berprinsip criminal justice system ke war model," ucap Al Araf.

Hal serupa juga dikatakan oleh Hendardi selaku Ketua Setara Institute. Menurutnya, masyarakat harus memberi perhatian besar terhadap Perpres yang disusun oleh presiden nantinya.

"Perpres bisa jadi disusun melampaui norma yang ada dalam UU oleh karenanya kita harus memberikan perhatian," ucap Hendardi.

Pasalnya jika perpres tersebut tidak disusun berdasarkan norma UU maka ada tarik menarik kewenangan dalam penanganan kasus terorisme di Indonesia.

"Padahal jelas dalam RUU tersebut bahwa leading sector dari pemberantasan terorisme adalah BNPT yang beroperasi dalam kerangka sistem peradilan pidana dimana polri adalah agen penegak hukum utama dan TNI menjalankan peran perbantuan," ucapnya.

Baca juga artikel terkait UU TERORISME atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Hukum
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Ibnu Azis