tirto.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan Pemerintah akan segera membahas Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur detail keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam mengatasi aksi terorisme.
Yasonna mengatakan pembahasan Perpres akan dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pertengahan Juni 2018. Aturan itu akan dibuat melibatkan berbagai Kementerian dan Lembaga.
"Tentu pembuatan Perpres ini melibatkan beberapa stakeholder, yang pasti Kemhan, Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Panglima TNI, Polri, BNPT," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Keterlibatan TNI dalam memberantas terorisme diatur dalam Pasal 43I Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pengganti UU Nomor 15 Tahun 2003.
Beleid itu mengatur bahwa tugas TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP). Penanganan terorisme oleh TNI harus sesuai tugas pokok dan fungsi tentara. Ketentuan lebih lanjut pelibatan tentara diatur dalam Perpres.
Desakan agar pemerintah segera membuat Perpres disampaikan Sekretaris Fraksi PKS Sukamta Mantamiharja. Menurutnya, Perpres itu penting dan mendesak karena situasi terkini di Indonesia.
"Jangan sampai negara terlambat dan gagal mengantisipasi. Cukuplah kejadian di Marawi, Filipina, sebagai pelajaran. Yang diperlukan segera sekarang adalah membuat Perpres sehingga aparat bisa segera bekerja dengan baik dan benar," ujar Sukamta.
Dalam rilis tertulis yang diterima Tirto, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi UU Pemberantasan Terorisme Muhammad Syafi'i menyebutkan beberapa perubahan yang termuat di beleid itu.
Pertama, UU Pemberantasan Terorisme baru menambahkan bab pencegahan, soal korban, kelembagaan, pengawasan, dan penjelasan peran TNI dalam memberantas terorisme. Kedua, UU yang baru diklaim lebih komprehensif karena mengatur soal pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan dan pengawasan.
Ketiga, aturan baru itu disebut memperjelas penafsiran delik yang berpotensi multitafsir. Keempat, ada penghapusan sanksi pencabutan status kewarganegaraan yang semula diatur di pasal 12B UU Pemberantasan Terorisme.
Kelima, pansus dan Pemerintah menghapus pasal Guantanamo yang semula diatur pada Pasal 43A. Keenam, revisi UU itu disebut lebih menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam menangkap atau menahan tersangka pidana terorisme.
Ketujuh, ada aturan khusus soal pencegahan terorisme yang diatur di Pasal 43A-D. Kedelapan, tambahan ketentuan pelibatan TNI diatur pada Pasal 43J.
Terakhir, revisi juga menambah ketentuan mengenai definisi terorisme di Pasal 1.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora