tirto.id - Polri bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London guna mengecek latar belakang terdakwa kasus dugaan pemerkosaan, Reynhard Sinaga.
"Sedang kami cek, kami komunikasikan dengan KBRI soal catatan [perbuatan Reynhard] seperti apa," kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Argo Yuwono di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2020).
Ia melanjutkan, meski Pengadilan Manchester telah memvonis Reynhard, KBRI London memberikan pendampingan hukum. "Apapun ceritanya, dia adalah warga negara Indonesia yang perlu perlu pendampingan dalam menjalani hukumannya," sambung Argo.
Reynhard Sinaga, laki-laki asal Indonesia, dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, karena kasus perkosaan.
Sebagaimana diwartakan laporan eksklusif BBC, ia terlibat 159 kasus kekerasan seksual terhadap 48 korban pria, selama rentang waktu dua setengah tahun dari 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017.
136 dari 159 kasus kekerasan seksual tersebut adalah kasus perkosaan. Yang mana beberapa korban diperkosa berkali-kali. Berdasarkan sistem hukum Inggris, identitas korban perkosaan, termasuk nama tidak boleh diungkap seumur hidup kecuali korban memilih untuk membuka jati dirinya.
Lembaga kejaksaan Inggris menilai kasus Sinaga sebagai "the most prolific rapist" atau kasus pemerkosaan paling besar dalam sejarah hukum Inggris. Hakim memutuskan hukuman seumur hidup, yang mencakup minimal 30 tahun penjara, sebelum ia boleh mengajukan pengampunan.
"Reynhard Sinaga adalah seorang predator seksual berantai jahat, yang memangsa para pria muda," kata Hakim Suzanne Goddard QC dikutip BBC.
Reynhard datang ke Inggris dengan visa mahasiswa pada tahun 2007 dan memperoleh dua gelar magister di Manchester dan tengah mengambil gelar doktor dari Universitas Leeds saat ditangkap pada tahun 2017. Dalam aksinya, ia akan menunggu pria meninggalkan klub malam dan bar sebelum membawa calon korban ke flatnya di Montana House, Princess Street.
Reynhard membius korbannya sebelum menyerang mereka ketika mereka tidak sadar. Ketika para korban bangun, banyak dari mereka tidak memiliki ingatan tentang apa yang telah terjadi.
Dalam pembelaannya, Reynhard mengaku bahwa hubungan seksual itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Ia mengklaim bahwa semua aktivitas seksual itu berdasarkan kesepakatan dan bahwa setiap pria setuju untuk difilmkan.
Pada sidang sebelumnya, hakim mengatakan bahwa Reynhard telah menggunakan bentuk obat bis seperti gamma hydroxybutyrate (GHB) dalam aksinya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri