tirto.id - Polisi menangkap masyarakat yang diduga ingin unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja di kawasan gedung DPR/MPR, hari ini. Berdasarkan keterangan awal pemeriksaan, mereka mendapatkan undangan demonstrasi dari media sosial.
"Hari ini memang kami mengamankan 39 orang yang sekarang masih didata. Ada indikasi mereka ini anak SMA, STM, [dan] pengangguran. Tidak ada kaitannya [dengan] dilaksanakan unjuk rasa oleh buruh atau mahasiswa. Ini di luar [elemen buruh dan mahasiswa] semua," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Rabu (7/10/2020).
Polisi meringkus kemudian meminta keterangan mereka. Tidak ada senjata tajam maupun senjata api yang mereka bawa. Petugas akan menjelaskan ke-39 orang itu bahwa undangan yang didapatkan adalah bohong.
"Kalau memang sudah selesai [pemeriksaan] kami beri edukasi kepada mereka bahwa undangan itu tidak benar. Setelah itu dikembalikan ke orang tua," sambung Yusri.
Kemarin, 18 orang ditangkap lantaran diduga ingin menyusup jika terdapat unjuk rasa buruh di depan gedung DPR/MPR. Mereka menamakan dirinya kelompok anti kemapanan. Mereka juga mendapatkan undangan dari media sosial serta pesan singkat kalau akan terjadi keributan saat demonstrasi. Polisi memang tidak mengeluarkan izin unjuk rasa dalam Omnibus Law. Alasannya, agar tidak ada kerumunan yang menyebabkan menjadi klaster baru COVID-19.
Maka polisi mencegah massa dari manapun untuk menyambangi gedung parlemen. Sementara, di Banten, kemarin, kepolisian membekuk 14 demonstran di depan kampus UIN Sultan Maulana Hasanudin lantaran diduga anarkis. Mereka yang diringkus adalah 9 mahasiswa, 3 pelajar SMA, dan 2 swasta.
Pengesahan UU Cipta Kerja berlangsung, Senin, 5 Oktober 2020. DPR RI meloloskan undang-undang kontroversial yang disahkan di tengah protes dari masyarakat, buruh, akademisi hingga politikus. Omnibus Law juga dianggap biang keladi percepatan kerusakan lingkungan di Indonesia.
RUU Ciptaker dibahas oleh DPR dan pemerintah secara maraton dan kilat. Berulang kali rapat-rapat digelar pada hari libur dan tempatnya bukan di DPR. Demonstrasi menolak RUU Ciptaker pun tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menuturkan, pembahasan RUU Ciptaker melalui 64 kali rapat. Rinciannya, 2 kali rapat kerja, 56 rapat panja, dan 6 kali rapat tim khusus dan sinkronisasi.
"Dilakukan mulai hari Senin sampai dengan minggu, dari pagi sampai dengan malam dan dini hari, bahkan masa reses pun tetap melaksanakan rapat baik di gedung DPR maupun di luar gedung DPR," kata Supratman melaporkan hasil kerjanya dalam sidang paripurna tersebut.
Sebenarnya sudah jauh hari, DPR mengagendakan pengesahan RUU Ciptaker menjadi UU, pada Kamis (8/10/2020). Namun, akhirnya dipercepat. Hal tersebut lantaran muncul berbagai demo dan mogok massal.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri