Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Polemik Perolehan Suara PSI yang Melonjak Dibanding Hitung Cepat

Kunto sebut quick count hadir untuk mencegah kecurangan dalam proses penghitungan yang berpotensi ada upaya melonjakkan angka.

Polemik Perolehan Suara PSI yang Melonjak Dibanding Hitung Cepat
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terpilih Kaesang Pangarep (depan, kanan) menerima seuntai bunga mawar dari Ketua Umum PSI periode sebelumnya Giring Ganesha (depan, kiri) dalam Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) PSI di Jakarta, Senin (25/9/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra./foc.

tirto.id - Perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berdasarkan real count sementara KPU menimbulkan pertanyan. Sebab, perolehan suara parpol yang dinakhodai Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi itu tiba-tiba di atas hasil hitung cepat atau quick count yang dirilis sejumlah lembaga survei.

Mengutip data KPU per Sabtu, 2 Maret 2024, pukul 16.07 WIB dengan perolehan TPS nasional sementara yang masih sebesar 65,76 persen, PSI mengantongi 2.402.395 suara atau sekitar 3,13 persen dari suara nasional. Artinya, PSI perlu sekitar 1 persen lagi untuk lolos ambang batas parlemen 4 persen.

Sementara itu, 5 teratas masih dikuasai PDIP dengan perolehan suara 12.586.837 atau 16,41 persen. Kemudian disusul Partai Golkar dengan 11.560.732 (15,07 persen), Gerindra sebesar 10.212.028 (13,31 persen), PKB sebesar 8.865.811 (11,56 persen) dan Nasdem sebesar 7.232.614 (9,43 persen).

Kemudian di bagian bawah yang lolos ambang batas parlemen adalah PKS sebanyak 5.761.709 (7,51 persen), Demokrat 5.691.259 (7,42 persen) dan PAN 5.338.631 (6,96 persen). Sementara itu, PPP terancam terpental dengan perolehan suara 3.043.328 (3,97 persen).

Jika perolehan PSI mencapai 3 persen –bahkan berpotensi lebih--, maka angka ini melebihi angka quick count lembaga survei. Data Poltracking misal memprediksi PSI gagal lolos ke parlemen karena hanya mendapat perolehan 2,89 persen.

Analis politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, mengakui ada kejanggalan kenaikan suara PSI dalam penghitungan KPU. Hal ini juga mendapat sorotan sejumlah praktisi lembaga survei yang juga aktif di media sosial. Mereka rata-rata menyoal soal kenaikan suara PSI yang cukup signifikan.

“Perolehan suara PSI yang tiba-tiba melonjak di akhir itu memang tidak wajar,” kata Kunto kepada reporter Tirto, Sabtu (2/3/2024).

Kunto menganalogikan jumlah air yang mendapat pertambahan garam yang berbeda antara penambahan garam 1 botol di toren dengan garam 1 botol besar. Oleh karena itu, perlu dibayangkan berapa banyak garam yang harus dimasukkan agar keasinan air.

“Berarti, kan, juga logikanya berapa kali lipat suara yang harus masuk ke dalam satu partai untuk menaikkan 0,1 persen di akhir-akhir perhitungan sekarang dan itu kayaknya sangat enggak mungkin gitu, kan, apalagi ketika perolehannya hanya kalau di akhir-akhir, kan berarti konsentrasi pada daerah tertentu, daerah tertentu yang sangat besar PSI-nya berarti dan itu sangat tidak wajar,” kata Kunto.

Kunto mengatakan, quick count hadir dengan pendekatan sampling. Logika sampling sudah diatur agar tingkat error-nya minim di bawah 1 persen. Jika PSI mampu memperoleh suara besar, mantan Direktur Eksekutif Lembaga KedaiKopi ini mengajak publik melihat daerah sampelnya. Ia beralasan, lembaga survei umumnya menempatkan minim sampel di daerah minim internet.

Kedua, kata Kunto, quick count hadir untuk mencegah kecurangan dalam proses penghitungan yang berpotensi ada upaya melonjakkan angka.

“Nah, itu yang sebenarnya disasar oleh quick count. Tujuan utamanya memang untuk menghalangi kecurangan dan kita lihat saja apakah kemudian dari TPS-TPS sampel ini ada TPS-TPS yang suara PSI nya sangat besar dan itu bisa di kroscek. Kalau ternyata enggak, ya berarti ya ada kecurangan,” kata Kunto.

PSI Menjawab

Wakil Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, menegaskan bahwa penambahan suara PSI wajar. Ia menilai justru tidak wajar ketika ada penggiringan opini.

“Penambahan termasuk pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” kata Grace dalam keterangan pers, Sabtu (2/3/2024).

Ia menambahkan, “Apalagi hingga saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat.”

Grace mengingatkan perbedaan antara hasil quick count dengan rekapitulasi KPU juga terjadi pada partai-partai lain.

Ia mengambil contoh hitung cepat versi lembaga survei Indikator Indonesia atas PKB yang hasilnya 10,65 persen, tapi berdasarkan rekapitulasi KPU mencapai 11,56 persen atau ada penambahan 0,91 persen. Contoh lain adalah suara Partai Gelora yang berdasarkan quick count 0,88 persen, sementara rekapitulasi KPU 1,44 persen alias selisih 0,55 persen.

PSI sendiri, kata Grace, menurut hitung cepat Indikator, ada di angka 2,66 persen, sementara rekapitulasi KPU ada di 3,13 persen atau selisih 0,47 persen. Selisih PSI lebih kecil dibanding kedua contoh sebelumnya.

“Kenapa yang disorot hanya PSI? Bukankah kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung,” kata Grace.

Ia meminta semua pihak bersikap adil dan proporsional. “Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik,” kata Grace.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz