tirto.id - Komisi III DPR bersama pemerintah kembali melakukan pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) pada Rabu (12/11/2025). Pembahasan tersebut mencakup sejumlah masukan dari masyarakat yang telah dihimpun dalam beberapa bulan terakhir.
Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan, setidaknya ada 40 item masukan publik yang dibahas dan sebagian besar diakomodasi dalam rancangan KUHAP baru tersebut. Dengan demikian, draf tersebut mengalami banyak perubahan di dalamnya.
“Pembahasan RKUHAP pada siang sampai dengan sore hari ini itu kita membahas beberapa masukan, bukan beberapa, tapi semua yang kita bahas adalah masukan dari masyarakat,” ujar Eddy kepada wartawan, Rabu (12/11/2025).
Salah satu poin yang disepakati ialah penguatan terhadap penyandang disabilitas, kelompok rentan seperti anak, perempuan, dan ibu hamil. Eddy menyebut, nilai pembuktian saksi penyandang disabilitas akan dipastikan memiliku kekuatan hukum dengan saksi lainnya.
“Lalu kemudian juga kita mengatur terkait kelompok rentan. kelompok rentan ini misalnya adalah anak, perempuan, ibu hamil utu juga hak-haknya diakomodasi di dalam RUU KUHAP,” katanya.
Kemudian, kewajiban penggunaan kamera pengawas (CCTV) selama proses penyidikan berlangsung juga telah disepakati untuk menjamin transparansi. Termasuk pendampingan hukum bagi tersangka, sehingga advokat memiliki hak untuk mengajukan keberatan selama proses pemeriksaan.
Lebih jauh, pembahasan rapat juga menyinggung mekanisme restorative justice yang dapat diterapkan pada setiap tahap proses peradilan.
“Cuma kita kembali merumuskan,” kata Eddy.
Adapun isu penyitaan masih akan dibahas dalam rapat pada Kamis (13/11/2025). Eddy menjelaskan, ketentuan baru nantinya memungkinkan penyidik mengajukan izin penyitaan lintas wilayah hukum tanpa harus meminta izin dari setiap pengadilan negeri di masing-masing daerah.
“Tentunya ini tidak efisien kalau di setiap daerah hukum itu polisi harus meminta izin. Jadi cukup untuk meminta izin dari satu pengadilan negeri, dia bisa melakukan penitaan terhadap beberapa benda yang berada di daerah hukum yang lain,” tutur Eddy.
“Termasuk misalnya juga bagaimana kalau benda yang akan disita itu berada di luar negeri. Maka itu-meminta izinnya kepada pengadilan negeri Jakarta Pusat,” tuturnya.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































