tirto.id - PT PLN (Persero) mendapat pinjaman sebesar 435 juta dolar AS atau setara dengan Rp5,9 triliun untuk proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG). Pinjaman tersebut dinilai akan mempercepat proses PLTG yang masuk dalam program listrik 35.000 MW.
Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto dalam siaran pers di Jakarta, yang diterima kantor berita Antara, Sabtu (3/12/2016). Menurut dia, pinjaman dengan skema "export credit agency" (ECA) itu berasal dari kreditur asal Kanada, Export Development Canada (EDC) dan Hungaria, Hungarian Export-Import Bank (HEXIM).
"Pinjaman ini akan mempercepat pembangunan pembangkit gas yang masuk program 35.000 MW," katanya.
Penandatanganan pinjaman proyek dilakukan Sarwono dengan kedua lembaga keuangan asal Kanada dan Hungaria di Jakarta, pada Jumat kemarin. Pinjaman akan digunakan membiayai delapan proyek pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) bergerak atau "mobile power plant" (MPP) dengan total daya 500 MW.
Kedelapan proyek tersebut berlokasi di Lampung 4x25 MW, Pontianak 4x25 MW, Bangka 2x25 MW, Riau 3x25 MW, Belitung 25 MW, Ampenan 2x25 MW, Paya Pasir 3x25 MW, dan Nias 25 MW.
Menurut Sarwono, pinjaman berjangka selama 12 tahun itu tanpa jaminan pemerintah dengan tingkat suku bunga yang kompetitif dan tetap (fixed), sehingga meminimalkan risiko fluktuasi suku bunga.
"Skema ECA tanpa jaminan pemerintah ini merupakan salah satu alternatif pendanaan PLN selain obligasi, lembaga perbankan, ataupun lembaga kreditur baik bilateral maupun multilateral," ujarnya.
Ia juga menambahkan, pendanaan kedua kreditur untuk program 35.000 MW tersebut merupakan bukti komitmen PLN menyediakan listrik bagi masyarakat di seluruh Indonesia.
"Tidak kalah penting juga yaitu PLN sebagai agen pembangunan telah mendukung penyediaan pasokan listrik yang memadai dan mendukung kebutuhan akan listrik sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi daerah serta nasional," ujarnya.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN Made Suprateka mengatakan, MPP 500 MW tersebut mulai pembangunan hingga pengoperasiannya dikelola anak perusahaan PLN, PT PLN Batam.
"Pemilihan lokasi MPP didasarkan pada kondisi yang masih kekurangan pasokan listrik dan tingginya pertumbuhan listrik, sehingga membutuhkan solusi cepat dan tepat," ujarnya.
Bersamaan dengan itu, lanjutnya, PLN membangun pembangkit permanen seperti PLTU, sehingga setelah terbangun dan tercukupi pasokannya, MPP bisa dipindahkan ke lokasi yang masih membutuhkan tambahan pasokan listrik.
MPP menggunakan pembangkit General Electric dengan skema rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement, and construction/EPC).
"Sebagian pembangkit MPP 500 MW telah beroperasi dan mendukung pasokan listrik di beberapa daerah mengingat tingginya permintaan tambahan pasokan listrik yang harus segera dipenuhi oleh PLN," ujarnya.
Sementara, sisa MPP lainnya diperkirakan akan masuk tahap komersial (commercial operation date/COD) seluruhnya pada Januari 2017.
PLTG "mobile" memakai bahan bakar gas alam yang efisien dan ramah lingkungan dengan keunggulan lain dapat dipindah ke wilayah lain sesuai kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau dan membutuhkan pasokan listrik.
"Dengan adanya MPP ini diharapkan penyediaan listrik dapat menjangkau hingga ke pelosok di Indonesia, sehingga ekonomi dapat tumbuh pesat dan target rasio elektrifikasi 99,7 persen di 2019 dapat tercapai," ujar Sarwono.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz