tirto.id - PT PLN (persero) membukukan laba bersih Rp7,35 triliun pada semester I-2019. Laba ini pembalikan dari rugi bersih Rp5,35 Triliun yang dicetak PLN pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan laba ditopang oleh kenaikan nilai penjualan listrik sebesar Rp6,29 triliun, atau 4,95 persen menjadi Rp133,45 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp127,16 triliun.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, pertumbuhan penjualan ini didorong oleh kenaikan volume penjualan 4,41 persen, dari 113,52 TWh pada periode Juni 2018 menjadi sebesar 118,52 Terra Watt hour (TWh) hingga akhir semester I tahun ini.
Peningkatan konsumsi kWh juga didukung kenaikan jumlah pelanggan, yakni sampai dengan akhir Juni 2019 telah mencapai 73,62 juta atau bertambah 3,92 juta pelanggan dari akhir Juni 2018 sebesar 69,7 juta pelanggan.
"Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 98,3 persen pada akhir tahun 2018 menjadi 98,81% pada 30 Juni 2019," ujar Sarwono, dalam siaran persnya, Senin (23/9/2019).
Seiring dengan meningkatnya penjualan, volume produksi listrik PLN juga naik dan ikut mendorong kenaikan biaya usaha. Hingga Juni 2019, biaya usaha naik sebesar Rp10,08 triliun atau 7,08 persen menjadi Rp152,51 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp142,43 triliun.
Komponen biaya usaha dengan kenaikan terbesar berasal beban pembelian dari listrik swasta yang mengalami kenaikan seiring dengan masuknya beberapa IPP baru untuk menyuplai daya ke PLN.
Komponen biaya usaha meningkat sebesar Rp3,62 triliun dari Rp37,8 triliun sampai dengan Juni 2018 menjadi Rp41,4 triliun sampai dengan Juni 2019,
"Biaya bahan bakar masih mendominasi kontribusi biaya usaha yaitu 43 persen dari total biaya usaha, di mana biaya gas merupakan biaya bahan bakar terbesar meskipun output listriknya hanya berkontribusi 22 persen," terangnya.
Untuk mendongkrak efisiensi, kata Sarwono, PLN tetap mengoptimalkan pembangkit berbahan bakar batubara sejalan dengan dukungan pemerintah terkait harga maksimal batubara untuk sektor kelistrikan.
"Kontribusi produksi listrik dari pembangkit batubara hingga saat ini masih sebesar 61 persen dari total produksi listrik nasional," imbuhnya.
Efisiensi operasi juga dilakukan secara berkelanjutan dengan mengurangi konsumsi BBM untuk pembangkit PLN, dan menggantinya dengan biofuel serta menambah pasokan listrik dari pembangkit lain yang berbiaya operasi lebih murah.
"Listrik dari pembangkit BBM (fuel mix) selama Semester I 2019 menurun signifikan menjadi 4,3 persen, lebih rendah dibanding akhir tahun 2018 sebesar 6% dan jauh lebih rendah dibanding akhir tahun 2014 sebesar 12 persen," lanjutnya.
Membaiknya laba PLN, menurut Sarwono, juga disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar AS dan euro yang mendominasi mata uang pinjaman jangka panjang PLN untuk pendanaan investasi.
"Terutama Program 35 GW dalam bentuk USD," jelas Sarwono.
Penguatan nilai tukar rupiah tersebut membuat PLN membukukan keuntungan selisih kurs sebesar Rp5,04 triliun pada Juni 2019.
Kapasitas Pembangkit Bertambah
Selama 6 bulan pertama di tahun 2019 ini, PLN berhasil menambah kapasitas pembangkit sebesar 872,44 MW sehingga total kapasitas terpasang pembangkit di Indonesia menjadi 58.519 MW.
PLN juga mencatat penambahan jaringan transmisi 2.847 kilometer sirkuit (kms) menjadi 56.453 kms, dan menambah Gardu Induk sebesar 6.557 MVA menjadi 137.721 MVA. Hal ini untuk mendukung peningkatan penjualan PLN.
Penambahan kapasitas juga dilakukan di sisi energi baru terbarukan (EBT). Pada semester 1 tahun 2019, PLN berhasil menambah 135 MW yang berasal dari EBT. Dengan penambahan ini maka total kapasitas pembangkit dari EBT yakni sebesar 7.266 MW
Hingga saat ini, pemerintah masih mempertahankan tarif listrik tidak naik guna menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, sesuai UU No.19 tahun 2003, pemerintah berkomitmen mendukung kesehatan keuangan PLN lewat mekanisme kompensasi untuk recovery biaya penyediaan tenaga listrik. "Sehingga terdapat dana internal (internal fund) sebagai pendamping pinjaman Investasi," tuturnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti