tirto.id - Ketua Bidang Humas DPP PKS Ledia Hanifa Amaliah mengemukakan sejumlah alasan yang mendasari penolakan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
"Sekilas tujuan RUU ini tampak baik yaitu untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan seksual, namun setelah dipelajari lebih dalam, ada yang secara makna dan tafsiran bertentangan dengan nilai Pancasila dan norma agama," kata Ledia saat diskusi di gedung DPR RI, Rabu (13/2/2019) sore.
Pertama, kata Ledia, adalah perubahan nomenklatur kekerasan seksual jadi kejahatan seksual, agar memiliki ketegasan derajat hukum yang berat.
PKS, kata dia, menilai kejahatan seksual menggambarkan unsur kesalahan dan derajat tindak pidana yang lebih tegas sehingga dapat mempermudah dalam perumusan delik dan pemenuhan unsur-unsur pidana dalam pembuktian.
"Istilah kejahatan seksual memenuhi unsur darurat kejahatan seksual yang sedang terjadi di masyarakat," kata Leida.
Kedua, lanjut dia, adalah melakukan perubahan definisi kekerasan seksual itu sendiri. PKS menilai definisi yang dirumuskan dalam RUU yang ada sekarang masih ambigu, sehingga menimbulkan keraguan, kekaburan, dan ketidakjelasan.
"Ketiga, berkaitan dengan peran pemerintah, FPKS mengusulkan untuk memasukkan klausul langkah-langkah preventif terhadap kejahatan seksual," kata Ledia.
Terakhir, kata Ledia, fraksi partainya mengajukan untuk menambahkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi asas pertama dalam RUU tersebut.
Ledia mengakui 4 poin tersebut tak terakomodir dalam RUU hingga pembahasan terakhir, sehingga jadi dasar penolakan.
"Maka setelah menimbang dengan cermat serta mendengarkan aspirasi dari banyak pakar dan tokoh umat, dengan tegas fraksi PKS memutuskan menolak RUU PKS ini," kata dia.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali