tirto.id - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berencana mengkaji isu amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
PKB akan membentuk tim pengkajian khusus dan diagendakan akan disahkan dalam Muktamar PKB di Bali pada 20-22 Agustus 2019.
"Kami akan mengkaji secara serius dan konprehensif terkait rencana Amandemen terbatas UUD 1945 ini," ujar Wakil Sekjend DPP PKB Ahmad Iman, Minggu, (18/8/2019).
Iman menuturkan, tim pengkajian bergerak pada saat Muktamar. Tim pun akan dipimpin oleh profesor hukum tata negara dan profesor ilmu politik. Tetapi, Iman menutup rapat nama profesor yang memimpin pengkajian isu amandemen yang digagas PDI Perjuangan itu.
"Tunggu nanti pas Muktamar. Kami akan beri kejutan mengenai sosok profesor yang akan memimpin Tim Pengkajian itu," ujarnya.
Menurut Iman, Panitia Pengkajian ini sangat penting untuk mendapatkan pemahaman dan perspektif lebih utuh baik secara ketatanegaraan maupun politik.
Ia pun menganggap pembentukan tim sebagai bukti komitmen PKB dalam menyikapi isu amandemen terbatas UUD 1945. Hasil kajian kemudian akan digunakan PKB sebagai landasan untuk mendukung atau menolak rencana tersebut.
"Ini menyangkut prinsip tentang tata negara Indonesia ke depan. Kita tak ingin presiden terpilih justru tersandera oleh GBHN. Apalagi negara ini sudah pernah mempraktekkan hal itu pada pemerintahan sebelumnya," imbuhnya.
Wacana amandemen terbatas pertama kali disinggung oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, amandemen UUD 1945 diperlukan untuk mengembalikan GBHN.
Menurutnya haluan negara itu penting dan strategis karena memuat kebijakan pokok terkait politik, kebudayaan, hukum, dan kesejahteraan rakyat.
"Semua itu diperjuangkan di dalam perencanaan menyeluruh dan terintegrasi yang mengikat seluruh lembaga tinggi negara dan pemerintah dari pusat sampai ke daerah," kata Hasto di lapangan Blok S, Jakarta, Sabtu (17/8/2019).
Namun, niat amandemen ditolak oleh Presiden Jokowi sebelum Hasto menjelaskan kembali pentingnya GBHN.
Presiden menolak niat tersebut karena pemerintah sudah memiliki Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Selain itu, amandemen terbatas disebut mengembalikan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945) kepada UUD 1945 asal di mana pemilihan presiden merupakan kewenangan MPR.
Jokowi menolak ide tersebut karena saat ini rakyat yang memilih presiden secara langsung.
Hasto membantah niatan amandemen berbenturan dengan pandangan Jokowi. Sebab, pemilihan kepala negara dan daerah tetap diserahkan kepada rakyat sesuai semangat reformasi.
“Amandemen terbatas tidak mengubah tata cara pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, karena demikian tidak ada perbedaan antara sikap PDI Perjuangan dengan Pak presiden semua senafas," terang Hasto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dhita Koesno