Menuju konten utama

Sekjen PDIP: Jika Tak Ada GBHN, Ibu Kota Bisa Pindah ke Wonosari

Hasto mengatakan, PDI Perjuangan tengah melobi agar rencana menghidupkan kembali GBHN bisa didukung semua pihak.

Sekjen PDIP: Jika Tak Ada GBHN, Ibu Kota Bisa Pindah ke Wonosari
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, pada diskusi di kantor DPP PDI Perjuangan, Mentang, Jakarta, Senin (5/8/2019). Antaranews/Riza Harahap

tirto.id - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) penting dihidupkan kembali untuk mendukung rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan seperti yang digagas Presiden Jokowi. Apabila tidak ada GBHN, Hasto khawatir nantinya rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan bisa berubah.

"Kalau tidak ada haluan negara, 2024 presidennya ganti tiba-tiba ibu kota negara dipindahkan ke Wonosari Gunung Kidul sana," kata Hasto di daerah Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (17/8/2019).

Menurut Hasto, GBHN diperlukan untuk menentukan perencanaan pembangunan bangsa. Sebab, menurut Hasto, GBHN bisa membuat perencanaan lokasi daerah yang bisa ditentukan sebagai sumber pangan dan pusat pertahanan industri Indonesia.

"Pak Jokowi telah mencanangkan Kalimantan sebagai ibu kota negara. Ini sebuah keputusan strategis atas kesadaran geopolitik geostrategis berjangka panjang. 50, 100 tahun, bahkan lebih. Ini kesadaran indonesia sebagai poros maritim dunia," kata Hasto.

Hasto mengatakan, PDI Perjuangan tengah melobi agar rencana menghidupkan kembali GBHN bisa didukung semua pihak. Sebab, ia yakin GBHN bisa digunakan untuk membangun bangsa.

"Mohon doanya kita akan gerus melakukan lobi-lobi politik sehingga amandemen terbatas benar-benar diartikan kepada tujuan nasional kita pentingnya haluan negara agar kita konsisten dalam berkemajuan membangun masa depan kita," kata Hasto.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Akbar Tanjung menolak dengan tegas rencana menghidupkan kembali GBHN. Menurut dia, perencanaan pembangunan tidak bertentangan dengan UU. Oleh sebab itu, GBHN tidak diperlukan.

"Tidak perlu kita bikin satu perubahan yang kemudian memberi tempat kepada adanya GBHN. Apalagi kemudian menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagaimana pada masa sebelum adanya amandemen," ucap Akbar.

Baca juga artikel terkait GBHN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto