tirto.id - Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta sekolah tidak memaksa siswi non-muslim untuk memakai jilbab.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi menyikapi polemik kewajiban siswi non-muslim memakai jilbab di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang, Sumatera Barat.
Unifah menyatakan pendidikan tidak boleh memaksakan kehendak terhadap peserta didik. Guru harus menjadi teladan dalam penumbuhan sikap asih, asah, dan asuh.
"Pendidik tidak boleh memaksakan kehendak terhadap peserta didik dan orang lain," kata Unifah melalui keterangan tertulisnya, Senin (25/1/2021).
Unifah pun mengapresiasi Kepala Sekolah SMKN 2 Padang yang telah meminta maaf atas kekeliruan dalam memahami instruksi Wali Kota Padang No. 451.442/BINSOS iii/2005.
Dalam instruksi tersebut, Wali Kota Padang yang menjabat selama dua periode, 2004-2014, Fauzi Bahar mewajibkan siswi muslimah memakai jilbab. Hanya saja bagi siswi non-muslim sifatnya anjuran, bukan wajib. Pasalnya, kebijakan ini merupakan kearifan lokal dan wujud toleransi antar pemeluk agama.
"PGRI berharap masyarakat menerima permintaan maaf tersebut. Kami menghimbau semua pihak menyikapi secara bijak persoalan ini sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran di sekolah tersebut dan demi menjaga keharmonisan di masyarakat," ujar Unifah.
Di masa yang akan datang, PGRI meminta kepada seluruh sekolah dalam membuat peraturan daerah terkait dengan seragam atau aturan lainnya, mempertimbangkan dan menghormati keberagaman latar belakang agama dan budaya peserta didik.
"Kasus ini menjadi pelajaran bagi kepala sekolah, dan guru agar kasus serupa tidak terulang lagi di kemudian hari," tuturnya.
PGRI juga mengimbau para guru di seluruh Indonesia untuk mengembangkan praktik-praktik pendidikan yang sesuai nilai-nilai pancasila dan kearifan lokal: toleransi, gotong-royong, persatuan, dan kesatuan.
Dengan demikian kebhinekaan suku, budaya, bahasa, dan agama, menjadi modal sosial untuk kemajuan dan persatuan komponen bangsa, bukan sumber konflik pertikaian dan perpecahan.
"Guru harus menjadi faktor terwujudnya kohesi sosial yang teduh, aman, dan damai," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan