tirto.id - "Asap dapur pintu terbuka / Tercium sedap ikan peda // Indonesia akan berjaya / Kalau Anies Baswedan pimpinannya."
Begitu bunyi pantun yang disampaikan panitia Reuni Alumni 212 Haikal Hassan Baras usai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpidato. Pantun tersebut disambut riuh peserta disertai tepuk tangan dan lantunan takbir.
Anies menjadi pusat perhatian peserta Reuni Alumni 212 yang datang di Monas, Jakarta, Senin (2/12/2019) pagi.
Anies tampak mencolok di tengah petinggi-petinggi ormas yang berpakaian serba putih saat berada di panggung utama Reuni Alumni 212. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini mengenakan seragam dinas pegawai negeri sipil (PNS) berwarna cokelat dilengkapi peci berwarna hitam.
Bahkan sebelum menaiki podium untuk menyampaikan sambutan, Anies diteriaki pujian oleh peserta: "Presiden! Presiden! Presiden!"
Reuni kali ini merupakan agenda besar pertama kelompok 212 setelah Prabowo Subianto dan gerbongnya--yang selama ini mereka sokong--berpindah haluan bergabung dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kelompok 212 awalnya muncul pada akhir 2016. Tujuan awalnya adalah melawan bekas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok yang dianggap menistakan agama. Kelompok yang dimotori sejumlah ormas seperti Front Pembela Islam (FPI) mengidentifikasi diri sebagai kelompok 212.
Salah satu pentolan kelompok ini adalah Rizieq Shihab, yang kini tinggal di Arab Saudi dan tak pulang-pulang.
Ahok dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan divonis dua tahun penjara. Tapi 212 tidak bubar. Belakangan mereka membentuk Persaudaraan Alumni (PA) 212.
Mereka lantas eksis menjadi salah satu kelompok pendukung Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, pada Pilkada 2017.
Singkat cerita, riwayat kelompok 212 semakin panjang dengan digelarnya pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) 2019.
Pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang diusung Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat mendekati kelompok ini untuk mengalahkan petahana Joko Widodo yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin. Sejak awal, kelompok 212 memang identik sebagai oposisi pemerintah.
Reuni 212 pada 2018 bahkan jadi panggung kampanye bagi Prabowo. Dengan kacamata hitam, peci, dan baju koko putih, Prabowo berorasi dengan nada berapi-api.
Beberapa tokoh 212 juga dirangkul Prabowo masuk dalam barisan tim pemenangan seperti Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif, Ketua Umum GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak, hingga Sekjen FUI Muhammad Gatot Saptono alias Al Khaththath.
Tapi nasib berkata lain. Usaha kelompok 212 tak cukup untuk mengantarkan kemenangan bagi Prabowo-Sandiaga. Alih-alih tetap jadi oposisi, Prabowo justru menerima pinangan Jokowi sebagai Menteri Pertahanan.
Kenyataan itulah alasan utama mengapa Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai Reuni 212 tak relevan: mereka sudah kehilangan panggung politik praktis.
Lewat kegiatan reuni ini kelompok 212 ingin menyampaikan kekecewaan terhadap elite politik yang selama ini menggandeng tangan mereka. "212 merasa ditinggalkan sendirian pasca pilpres," ucap Adi kepada reporter Tirto beberapa waktu lalu.
Selain kehilangan relevansi, menurut politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli, Reuni Alumni 212 juga kehilangan banyak dukungan dari pelbagai pihak. Ia mengatakan hal itu tercermin dari sedikitnya jumlah peserta yang hadir jika dibandingkan dengan reuni tahun-tahun sebelumnya.
"Kubu Prabowo sudah bergabung dengan Jokowi, gerakan 212 kehilangan pendukung. Yang tersisa hanyalah gerombolan FPI," kata Guntur lewat keterangan tertulis.
Guntur lalu mengatakan dukungan politik datang dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan "demi kepentingan Pilpres 2024."
Ahok Kembali Disinggung
Di saat Anies menuai pujian, hal sebaliknya terjadi kepada Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Kebencian kelompok 212 ternyata belum sirna meski Ahok telah dipenjara.
Pentolan kelompok 212 menyinggung Ahok saat bicara soal dugaan penistaan agama yang dilakukan Sukmawati Sukarnoputri. Ketua Panitia Reuni 212 2019 Awiet Manshyur menyatakan akan memperlakukan Sukmawati sama dengan Ahok.
Awiet memastikan kelompok 212 akan melakukan aksi untuk menuntut Sukmawati.
"Hari ini kami merayakan maulid nabi, sekaligus membela Rasulullah. Dinista oleh seorang bernama Sukmawati," ujar Awiet. "Jawab yang kompak: Siap bela Rasul? Siap ganyang penghina Allah? Siap bela Rasul? Siap ganyang penista Rasul?"
Hal senada disampaikan Slamet Ma'arif dan Ketua Umum FPI Sobri Lubis.
"Sekarang ini cukup banyak sekali orang-orang yang anti terhadap agama, justru mereka mengaku anti terhadap pancasilais. Sebagai negarawan mencintai NKRI, tapi hari-hari menghina-hina agama dan ulama. Ini adalah PKI gaya baru," kata Slamet.
"Selain melihat banyak penista agama yang masih dibiarkan, seperti Ahok dulu menista agama dibiarkan, sekarang muncul penista lain dan dibiarkan. Siap turun kembali? Siap bela agama kembali? Siap ganyang penista agama," Sobri Lubis menambahkan.
Pentolan FPI Rizieq Shihab juga menyinggung Ahok dalam rekaman video yang dipertontonkan ke massa. Rizieq yang masih berada di Arab Saudi menceritakan perjuangan kelompok 212 melengserkan Ahok saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.
"Ingat bagaimana Ahok si penista agama lengser dan longsor. Oleh karena apa?" tanya Riziq kepada peserta reuni. Lalu ia sendiri yang menjawabnya: "Karena adanya anugerah, pertolongan Allah SWT, lantaran keikhlasan dan kebersamaan umat Islam di Indonesia dalam berjuang melawan rezim zalim."
Rizieq mengatakan Ahok tetap jatuh meski dilindungi sejumlah pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Tak tanggung-tanggung, Rizieq bahkan menyebut Presiden Joko Widodo hinga sejumlah pimpinan lembaga negara.
"Ahok si penista agama saat itu dinaungi Presiden, dijaga Kapolri, dibela Panglima TNI, dilindungi KPU dan KPK, diusung partai-partai besar, dikampanyekan semua media nasional, bersama para pengamat dan berbagai lembaga polling, didanai sembilan naga," tegasnya.
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Rio Apinino