tirto.id - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menaruh kecurigaan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun. Ia menilai hal tersebut tak lepas dari kepentingan pemenangan Pilpres 2024 mendatang.
"Inilah putusan MK yang merupakan bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/5/2023).
Ia mengatakan saat ini penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan strategi pemenangan pemilu, khususnya Pilpres 2024.
Menurut Denny, dengan diperpanjangnya masa jabatan pimpinan KPK saat ini merupakan langkah untuk menjadikan KPK sebagai kawan untuk menundukkan lawan politik di Pilpres 2024.
"Jika proses seleksi tetap harus dijalankan saat ini, dan terjadi pimpinan KPK di Desember 2023, maka strategi menjadikan KPK sebagai bagian dari strategi merangkul kawan, dan memukul lawan itu berpotensi berantakan," kata Denny.
"Tentu, akan lebih aman jika pimpinan KPK yang sekarang diperpanjang hingga selesainya Pilpres di 2024," imbuhnya.
Oleh karena itu, kata Denny, putusan MK yang mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, sudah memenuhi kepentingan strategi Pilpres yang menjadikan kasus hukum di KPK sebagai alat tawar politik dalam penentuan koalisi dan paslon capres-cawapres Pilpres 2024.
Diketahui, Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama empat tahun adalah tidak konstitusional dan mengubahnya menjadi lima tahun.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (25/5/2023).
Anwar Usman menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semua berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam menyampaikan pertimbangan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.
Guntur Hamzah membandingkan masa jabatan KPK dengan Komnas HAM. Masa jabatan pimpinan Komnas HAM adalah lima tahun. Oleh karena itu, akan lebih adil apabila pimpinan KPK juga menjabat selama lima tahun.
"Masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya," kata Guntur Hamzah.
Putusan ini diwarnai dengan adanya 4 hakim konstitusi yang memberikan dissenting opinion, yaitu: Saldi Isra, Suhartoyo, Wahiduddin Adam, dan Enny Nurbaningsih.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto