tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menghormati putusan Mahkamah Komstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi tentang perubahan atau perpanjangan masa jabatan komisioner atau pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Asrul menilai putusan itu membawa konsekuensi tidak hanya terhadap UU KPK, tetapi terhadap UU MK yang mengatur tentang masa jabatan hakim MK.
Ia menjelaskan dalam Pasal 87 UU MK Nomor 7 Tahun 2020, seorang hakim MK bisa menjabat sampai dengan 15 tahun sepanjang usianya tidak melebihi 70 tahun.
"Dalam putusan MK tentang masa jabatan pimpinan KPK ini, MK menekankan prinsip-prinsip keadilan terkait dengan masa jabatan pada lembaga negara independen yang dinilai constitutional importance," kata Arsul saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (25/5/2023).
Secara implisit, kata Arsul, MK mempertimbangkan karena masa jabatan pimpinan atau komisioner pada lembaga-lembaga negara semacam ini lima tahun.
"Maka atas dasar prinsip keadilan masa jabatan pimpinan KPK itu dibuat sama via putusan tersebut," ucap Arsul.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum PPP itu mengatakan MK menganggap bahwa penetapan masa jabatan pimpinan KPK yang hanya empat tahun itu dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR dan Pemerintah.
Namun, kata dia, agar prinsip keadilan dan kemudian tidak dinilai sebagai penyalahgunaan wewenang pembuat undang-undang, maka DPR dan pemerintah yang saat ini sedang membahas RUU Perubahan keempat UU MK harus menyesuaikan masa jabatan hakim MK ini dengan mengembalikan kepada UU awalnya, yakni lima tahun.
"Dan dapat dipilih kembali untuk sekali lagi dengan masa yang sama. Saat ini, kan, hampir semua hakim MK sudah menjabat di atas lima tahun, bahkan sudah ada yang 10 tahunan," jelas Arsul.
Oleh karena itu, lanjut Arsul, memerlukan koreksi UU MK agar konsisten dengan pertimbangan hukum dan prinsip keadilan bagi pejabat pimpinan lembaga negara independen yang diseleksi secara terbuka sebagaimana hakim MK dan komisioner lembaga-lembaga negara lainnya seperti KPK, Komnas HAM dan sebagainya.
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama empat tahun adalah tidak konstitusional dan mengubahnya menjadi lima tahun.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (25/5/2023).
Anwar Usman menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semua berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui putusan tersebut, MK memastikan masa jabatan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang dikomandoi Firli Bahuri mengalami perpanjangan masa jabatan 1 tahun atau berakhir pada Desember 2024.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono menegaskan bahwa putusan MK nomor 112/PUU-XX/2022 yang dibacakan pada Kamis (26/5/2023) kemarin, langsung memiliki kekuatan hukum mengikat usai dibacakan dalam sidang pleno pengucapan putusan.
"Pimpinan KPK yang saat ini menjabat dengan masa jabatan 4 tahun dan akan berakhir pada Desember 2023 diperpanjang masa jabatannya selama 1 tahun ke depan hingga genap menjadi 5 tahun masa jabatannya sesuai dengan putusan MK ini," kata Fajar.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto