tirto.id - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyinggung hubungannya dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Megawati mengaku tak pernah saling ejek dengan bekas Danjen Kopassus itu meski pendukung keduanya sering berseteru.
“Boleh dicari di mana kalau saya pernah menghujat orang. Sampai Pak Prabowo pun dengan saya hormat. Karena saya tidak pernah mengatakan hal yang jelek. Pak Prabowo juga tidak menjelekan saya,” kata Megawati di Gedung DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2018) kemarin.
Prabowo dan Megawati memang tak pernah saling serang, setidaknya sejak 2004, meski keduanya beda kubu (Prabowo waktu itu kader Golkar. Ia tidak berhasil menjadi capres setelah kalah dalam konvensi partai dari Wiranto).
Prabowo kemudian membentuk Gerindra pada 2008. Pada Pilpres 2009, dia dan Megawati maju bersama.
Kita semua tahu keduanya kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Hubungan keduanya tetap terjalin baik setidaknya ketika sama-sama mengusung Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Koalisi PDIP-Gerindra yang dikomandoi oleh Megawati-Prabowo sukses menumbangkan Fauzi Bowo sebagai petahana Gubernur DKI Jakarta.
Perjanjian Batu Tulis
Perjanjian Batu Tulis adalah sebutan dari Surat Kesepakatan Bersama PDI-Gerindra tertanggal 16 Mei 2009. Ada tujuh poin perjanjian yang ditandatangani Prabowo dan Megawati itu. Empat poin pertama berisi perjanjian kerja sama dan hal yang baru bisa terlaksana apabila Megawati-Prabowo menang dalam Pilpres 2009. Satu dari dua poin sisanya adalah soal pendanaan kampanye.
Poin terakhir inilah yang kemudian dipermasalahkan kubu Prabowo. Di sana tertulis: “Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.”
Poin ini terbilang wajar, karena jika Megawati menang pada 2009, ia tak bisa lagi menjadi presiden karena akan menjabat selama dua periode. Tapi karena pasangan Megapro ini kalah, perjanjian pun diabaikan Megawati dan PDIP. Mereka kemudian menggaet sosok yang malah akan mengalahkan Prabowo di Pilpres 2014, Joko Widodo.
"Kalau manusia dan berada di posisi saya, kira-kira apa yang saya rasakan?" kata Prabowo di Bandara Halim Perdanakusuma, 16 Maret 2014.
Megawati memang tak membalas Prabowo secara langsung. Balasan datang dari kader-kader PDIP dengan alasan Perjanjian Batu Tulis baru berlaku apabila Megawati-Prabowo menang di Pilpres 2009.
"Perjanjian itu kondisional. Kondisionalnya bahwa 2009 itu koalisi PDIP dan Gerindra memenangkan Pilpres. Spirit perjanjiannya seperti itu. Semangatnya apabila koalisi PDIP-Gerindra menang maka akan berlanjut dengan dukungan ke Prabowo di 2014," kata Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno, 15 Maret 2014.
Prabowo Diklaim Tak Pernah Dendam
Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut Prabowo adalah sosok pribadi yang pemaaf. Dari dulu hingga sekarang, klaim Dahnil, Prabowo tak pernah mengungkit Perjanjian Batu Tulis, tetapi hanya ingin tahu kejelasan perjanjian tersebut.
Berkaca dari perjanjian itu, kata Dahnil, masyarakat bisa melihat partai mana yang bisa menepati janji dan mana yang membohongi masyarakat. Ia menegaskan Prabowo akan menjadi pemimpin yang menjaga janji meski kerap dikhianati.
"Pada prinsipnya Pak Prabowo selalu menganggap janji harus ditepati. Janji itu watak ksatria. Janji politik sama dengan janji-janji yang lain, dia harus ditepati, dia dipegang kuat," jelas Dahnil pada reporter Tirto, Jumat (16/11/2018).
Saat ini, kata Ketua Pemuda Muhammadiyah ini, Prabowo sudah waktunya fokus kepada rakyat daripada mengurusi mereka yang membohonginya. Namun, Dahnil menyesalkan apabila pihak yang berbohong tersebut masih saja bisa dipercaya masyarakat.
"Ya mereka [berbohong] banyak sekali. Ya catatan sejarah melihat, tapi nanti pada faktanya kita serahkan pada publik," ucapnya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino