tirto.id - Ratusan orang anggota Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) mencoba menggembok pintu gerbang DPP Partai Golkar di Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta, Ahad (25/08/19) dini hari tadi. Mereka melakukan itu karena tidak diizinkan masuk.
Penggembokan lantas dibalas dengan lemparan batu dari arah dalam.
Wakil Ketua Umum AMPG Nofel Hilabi mengatakan penggembokan dilakukan agar "yang di luar tidak ada yang bisa masuk lagi, dan yang di dalam tidak bisa keluar." "Jadi sama-sama adil," katanya kepada para wartawan.
Keributan ini terkait dengan suksesi kepemimpinan di tubuh partai berlambang beringin. AMPG yang berdemo adalah massa pendukung Bambang Soesatyo, satu-satunya penantang Ketua Umum Golkar saat ini, Airlangga Hartarto.
AMPG dan Bamsoet terus mendesak agar DPP segera menggelar rapat pleno menentukan waktu Musyawarah Nasional (Munas). Pada forum inilah ketua umum baru dipilih.
Bamsoet ingin munas digelar sebelum pelantikan Presiden-Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Oktober nanti.
"Jadi Presiden dan koalisi partai tidak perlu deal dua kali untuk menyusun pilkada ke depan," katanya, menjelaskan kenapa idealnya munas sebelum pelantikan.
Sementara Airlangga sebagai petahana bersikukuh munas digelar Desember 2019. Alasannya adalah karena dua munas sebelumnya (Munas Bali 2014 dan Munaslub Jakarta 2017) juga digelar Desember. "Jadwal kami jelas," katanya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin mengatakan keributan ini terjadi karena "Jokowi hanya akan memilih menteri yang diusulkan oleh Ketua Umum Golkar."
Jika Munas Golkar digelar Desember, maka yang mengusulkan nama tersebut adalah Airlangga. Sementara jika sebelum Jokowi dilantik, Bamsoetlah yang akan memberi rekomendasi--dengan catatan dia sukses melengserkan Airlangga.
Jokowi mungkin akan memberi kursi yang lumayan banyak bagi Golkar karena di antara partai pendukung yang lain, mereka mendapat suara kedua terbanyak di bawa PDIP.
Menurut Ujang, ada kemungkinan Jokowi mempertimbangkan situasi internal partai sebelum menunjuk menteri. Dengan demikian, terlepas dari siapa yang punya hak penuh mengusulkan nama menteri ke Jokowi, Ujang menilai konflik elite ini bisa membuat "posisi tawar Golkar mengecil."
"Bisa saja jatah menteri untuk Golkar berkurang," katanya kepada reporter Tirto, Sabtu (24/8/2019) kemarin. Ada
Pendapat serupa diutarakan peneliti dari Pusat Studi Demokrasi Partai Politik (PSDPP) Dedi Kurnia Syah Putra. "Jokowi memerlukan Golkar," kata Dedi. Dan dukungan bisa tidak maksimal jika konflik internal tidak juga mereda.
Respons Dua Kubu
Yorrys Raweyai, politikus senior Golkar yang berdiri di kubu Bamsoet, mengatakan konflik ini tidak akan membuat Jokowi bingung menentukan kabinet. "Enggak ada, apa urusannya? Itu hak prerogatif presiden," kata Yorrys di Cikini, Jakarta Pusat.
Yorrys, yang sudah tak aktif lagi di kepengurusan saat ini, mengatakan Jokowi tidak akan bingung karena baik Airlangga atau Bamsoet sama-sama mendukungnya.
"Dulu waktu kejadian 2014 ada yang ikut oposisi, ada yang ikut pemerintahan. Kalau sekarang ini dua-duanya dukung pemerintah, satunya di eksekutif dan satu lagi di legislatif."
Hal serupa diungkapkan politikus kubu Airlangga, Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily. Alasannya, tidak ada pembahasan soal menteri di munas. "Munas itu, sebagaimana diatur dalam AD/ART, membicarakan antara lain tentang kebijakan dan program umum partai, membahas pertanggungjawaban pengurus DPP, dan memilih ketua umum," jelas Ace kepada reporter Tirto.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino