tirto.id - Wage Rudolf Supratman alias WR Supratman merupakan salah satu tokoh nasional yang terlibat dalam peristiwa Sumpah Pemuda. Peran W.R. Supratman dalam Sumpah Pemuda bahkan cukup penting dalam peristiwa bersejarah itu.
Pencipta lagu "Indonesia Raya" ini memainkan lagu kebangsaan Indonesia untuk pertama kalinya di Kongres Pemuda II. Berdasarkan sejarah Sumpah Pemuda, Kongres Pemuda II adalah kongres tempat ikrar tersebut dilahirkan.
Tokoh Sumpah Pemuda W.R. Supratman datang ke kongres bukan hanya untuk memainkan lagu "Indonesia Raya." Kehadirannya juga membawa misi penting lainnya, yaitu meliput jalannya Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 27-28 Oktober 1928.
Peristiwa kelahiran Sumpah Pemuda di Kongres Pemuda II sendiri masih diperingati masyarakat Indonesia hingga saat ini. Sejak 1959, tanggal 28 Oktober ditetapkan Pemerintah RI sebagai hari nasional.
Hari Sumpah Pemuda dimaknai sebagai simbol persatuan dan kesatuan para pemuda Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
Peran WR Supratman dalam Sumpah Pemuda
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, W.R. Supratman memiliki dua peran utama dalam sejarah Sumpah Pemuda. Perannya yang paling penting adalah mengenalkan lagu "Indonesia Raya" di depan khalayak untuk pertama kalinya.
Tak hanya itu, ia yang dulu bekerja sebagai wartawan juga dikirim ke Kongres Pemuda II untuk meliput.
Berikut penjelasan peran W.R Supratman dalam Sumpah Pemuda sesuai dengan catatan sejarah:
1. Memainkan lagu "Indonesia Raya" pertama kali
Sri Sudarmiyatun dalam Makna Sumpah Pemuda (2012) menyebut bahwa W.R. Supratman memainkan lagu "Indonesia Raya" pada hari terakhir Kongres Pemuda II. Peristiwa itu terjadi jelang penutupan kongres tanggal 28 Oktober 1928.
Lagu tersebut di lantunkan tepat sebelum Sumpah Pemuda dibacakan. Namun, sebelum lagu "Indonesia Raya" dikumandangkan pertama kali, ada masalah serius yang didiskusikan oleh W.R. Soepratman dan ketua Kongres Pemuda II, Sugondo Djojopuspito.
Sutan Remy Sjahdeini dalam Sejarah Hukum Indonesia (2021) mencatat bahwa sebelum menghadiri Kongres Pemuda II, W.R. Soepratman memang ingin menyanyikan lagu "Indonesia Raya." Rencananya, lagu itu akan ia lantunkan saat jeda istirahat kongres.
Ia lantas berinisiatif untuk membagikan lirik lagu "Indonesia Raya" kepada para petinggi kongres, termasuk salah satunya Sugondo. Namun, saat Sugondo melihat lirik lagu "Indonesia Raya" ia menjadi khawatir.
Pasalnya, ada kata 'merdeka' yang diulang-ulang di dalam syair lagu tersebut. Padahal, Kongres Pemuda II kala itu dihadiri oleh beberapa pejabat Belanda. Sugondo lantas meminta W.R. Supratman untuk tidak menyanyikan lagu tersebut di Kongres.
Ia khawatir jika pihak Belanda tidak senang, mereka akan memboikot kongres tersebut. Alih-alih menyanyikan lagu "Indonesia Raya" dengan syair, W.R. Supratman hanya memainkan instrumennya saja menggunakan biola.
Melalui momen inilah lagu "Indonesia Raya" resmi diperdengarkan kepada bangsa Indonesia untuk pertama kalinya. Usai lagu berakhir, W.R. Supratman juga memperoleh banyak apresiasi.
Bahkan, banyak hadirin kongres yang meminta lagu itu agar dimainkan kembali. Bahkan, satu peserta, yaitu Dolly Salim yang merupakan anak pertama Haji Agus Salim telah menghapal syair "Indonesia Raya."
Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya lagu tersebut dinyanyikan kembali dengan syair oleh Dolly Salim dengan catatan kata "merdeka" diganti dengan kata "mulia."
2. Membakar semangat pergerakan pemuda
Meskipun lagu "Indonesia Raya" yang dimainkan saat Kongres Pemuda II tidak disertai syair, begitu menyentuh hati para peserta kongres.
Setelah lagu tersebut pertama kali berkumandang di Kongres Pemuda II, banyak para pemuda yang menghapalkan dan menyanyikannya. Tak hanya itu, syair lagu "Indonesia Raya" juga disebarkan di surat kabar Sin Po, tempat W.R. Supratman bekerja.
Syair "Indonesia Raya" di Sin Po hanya satu stanza saja. Padahal sebetulnya syair "Indonesia Raya" 3 stanza.
Akibat lagu tersebut beredar luas di masyarakat, pemerintah kolonial mulai merasa khawatir. Mereka takut jika lagu tersebut mampu membangkitkan semangat kemerdekaan.
Mereka lantas melarang lagu tersebut untuk dikumandangkan. Alasan lagu tersebut dilarang karena "mengganggu ketertiban dan keamanan." Meskipun demikian, para pemuda tetap menyanyikannya.
Faktanya, kombinasi ikrar Sumpah Pemua dan lagu "Indonesia Raya" dapat membakar semangat pergerakan para pemuda kala itu. Banyak organisasi kepemudaan yang mulai menyatukan kekuatan untuk mencapai kemerdekaan dan kedaulatan nasional.
3. Meliput jalannya Kongres Pemuda II
Tujuan utama W.R. Supratman menghadiri Kongres Pemuda II sebetulnya untuk meliput. Sebagai seorang wartawan surat Kabar Sin Po, ia ditugaskan untuk meliput jalannya Kongres Pemuda I (1926) dan Kongres Pemuda II (1928).
Hasil liputannya tersebut disebarluaskan di surat kabar Sin Po dan menjadi sumber informasi penting bagi bangsa Indonesia kala itu. Sudarmiyatun selama meliput W.R. Supratman menyimak setiap pidato kongres dengan serius.
Harapannya, informasi-infomrasi yang ia kumpulkan dapat membuat berita terbaik yang bisa disebarkan kepada masyarakat.
Berkat perannya ini, W.R. Supratman berhasil mengabarkan kepada bangsa Indonesia, khususnya kaum muda soal peristiwa Kongres Pemuda II dan lahirnya Sumpah Pemuda.
Biografi Singkat WR Supratman
W.R. Supratman saat ini dikenal sebagai nama pencipta lagu "Indonesia Raya." Ia lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 9 Maret 1903. Dikutip dari Museum Sumpah Pemuda, hari kelahiran W.R. Supratman itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Musik Nasional.
Ia mengenal musik lewat pengaruh kakak iparnya W.M. Van Eldick, yang merupakan guru musik. W.R. Supratman memperoleh biola pertamanya dari sang kakak saat usianya menginjak 17 tahun.
Kepiawaian W.R. Supratman sudah terlihat sejak muda. Ia dan sang kakak bahkan sukses mendirikan Grup Band Jazz bernama Black and White. Bukannya populer di kalangan pribumi, Black and White justru populer dikalangan sinyo-sinyo Belanda.
Namun, keinginannya untuk menciptakan lagu kebangsaan membuat dirinya mengambil tindakan yang ambisius. Ia berpikir bahwa dirinya tak akan bisa membuat lagu kebangsaan dengan baik jika tak terlibat langsung dengan perjuangan kemerdekaan.
Oleh karena itu, Supratman memutuskan untuk meninggalkan panggungnya yang gemerlap dan merantau ke Bandung. Bandung dipilih bukannya tanpa alasan.
Hal ini karena Bandung menjadi pusat pergerakan tokoh-tokoh pemuda kala itu. Kemudian, pada 1924 ia pindah ke Cimahi dan bergabung sebagai reporter untuk majalah Kaoem Moeda.
Sayangnya, gaji yang ia terima selama bekerja di majalah tersebut tidak cukup untuk memenui biaya hidup. Ia lantas berpindah-pindah pekerjaan, hingga diterima menjadi wartawan di surat kabar Sin Po.
Tak hanya memperoleh bayaran yang lebih baik, melalui Sin Po, W.R Supratman jadi berkesempatan membuat relasi dengan banyak tokoh pergerakan. Beberapa di antaranya adalah M. Tabrani, Sugondo Djojopuspito, dan Sumarso.
Cita-citanya dalam membuat lagu kebangsaan berhasil tercapai lewat lagu "Indonesia Raya." Sebelum dilantunkan di Kongres Pemuda II, lagu tersebut terlebih dahulu direkam dalam piringan hitam.
Sjahdeini mencatat bahwa Supratman merekam lagu tersebut dalam dua versi. Versi pertama dimainkan dalam bentuk orkes keroncong tanpa lirik. Sementara, versi kedua dinyanyikan dalam bentuk rekaman suara W.R. Supratman diiringi permainan biolanya.
Sayangnya, karena efek lagu yang begitu besar, W.R. Supratman sebagai pencipta lagu "Indonesia Raya" ditahan dan diintrogasi pihak Belanda. Beruntung, penahanan itu berlangsung sebentar karena pemerintah kolonial diprotes berbagai kalangan.
Usai Supratman dibebaskan, pemerintah kolonial menetapkan bahwa lagu "Indonesia Raya" hanya boleh dinyanyikan di ruangan tertutup.
Namun, tidak lama kemudian W.R. Supratman lagi-lagi ditahan pemerintah Belanda karena penciptaan lagu "Matahari Terbit." Pemerintah kolonial mengklaim bahwa syair di lagu tersebut mengandung ukungan terhadap Jepang.
Usai penahanan yang kedua, Supratman jatuh sakit. Penyakit jantung yang ia derita semakin parah setelah penahanan oleh Belanda. Ia kemudian meninggal dunia di Jalan Mangga No. 21 Tambak Sari, Surabaya.
Ia kemudian dimakamkan pihak keluarga di Pemakaman Umum Rangkah, Surabaya. Pada 1960, makamnya dipindahkan ke wilayah depat area pemakaman sebagai makam pribadi Sang Pencipta Lagu Kebangsaan.
Meskipun W.R. Supratman sudah tiada, fobia "Indonesia Raya" ini berlangsung hingga era penjajahan Jepang. Namun, lagu ini kembali dikumandangkan setelah kemerdekaan, 17 Agustus 1945.
Lirik Lagu Indonesia Raya 3 Stanza dalam Sumpah Pemuda
Lirik lagu "Indonesia Raya" yang diciptakan oleh W.R Supratman memang terdiri dari 3 stanza. Versi 3 stanza ini juga yang dilantunkan pada momen Sumpah Pemuda.
Meskipun demikian, lagu "Indonesia Raya" versi 1 stanza lebih sering dinyanyikan di upacara sekolah-sekolah.
Uniknya, pada upacara HUT RI ke-78 lalu, lagu "Indonesia Raya" 3 stanza kembali dinyanyikan secara lengkap.
Berikut lirik lagu "Indonesia Raya" 3 stanza:
I
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Di sanalah aku berdiri,
Jadi pandu ibuku.
Indonesia kebangsaanku,
Bangsa dan tanah airku,
Marilah kita berseru,
Indonesia bersatu.
Hiduplah tanahku,
Hiduplah negriku,
Bangsaku, Rakyatku, semuanya,
Bangunlah jiwanya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya.
II
Indonesia, tanah yang mulia,
Tanah kita yang kaya,
Di sanalah aku berdiri,
Untuk slama-lamanya.
Indonesia, tanah pusaka,
P'saka kita semuanya,
Marilah kita mendoa,
Indonesia bahagia.
Suburlah tanahnya,
Suburlah jiwanya,
Bangsanya,
Rakyatnya, semuanya,
Sadarlah hatinya,
Sadarlah budinya,
Untuk Indonesia Raya.
III
Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti,
Di sanalah aku berdiri,
N'jaga ibu sejati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah yang aku sayangi,
Marilah kita berjanji,
Indonesia abadi.
Slamatlah rakyatnya,
Slamatlah putranya,
Pulaunya, lautnya, semuanya,
Majulah Negrinya,
Majulah pandunya,
Untuk Indonesia Raya.
Refrain
Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Tanahku, negriku yang kucinta
Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Hiduplah Indonesia Raya.
Editor: Dhita Koesno