Menuju konten utama

Fakta-Fakta Menarik dan Unik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928

Terdapat 10 fakta unik Sumpah Pemuda yang punya makna mendalam bagi bangsa Indonesia. Simak selengkapnya ulasan fakta menarik Sumpah Pemuda di artikel ini.

Fakta-Fakta Menarik dan Unik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Fakta-fakta unik Sumpah Pemuda salah satunya dihadiri oleh seluruh perwakilan pemuda Nusantara. Museum Sumpah Pemuda. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/kye/16.

tirto.id - Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Perayaan ini mengacu pada hari ketika tiga ikrar dicetuskan dalam Kongres Pemuda 2 di Batavia (Jakarta) selama dua hari, 27-28 Oktober 1928.

Namun, terdapat beberapa fakta unik Sumpah Pemuda. Fakta menarik Sumpah Pemuda salah satunya proses perumusannya digelar di tempat yang berbeda-beda.

Fakta Sumpah Pemuda lainnya adalah bahwa orang Tionghoa punya andil besar dalam prosesnya. Salah satu rumah seorang tokoh Tionghoa dijadikan sebagai lokasi pembacaan Sumpah Pemuda.

Selengkapnya terkait fakta menarik Sumpah Pemuda bisa disimak di bawah ini.

Fakta Unik Sumpah Pemuda

Ada beberapa fakta menarik Sumpah Pemuda, yang bisa dibilang merupakan hasil Kongres Pemuda 2. Berikut ini 10 fakta unik Sumpah Pemuda.

1. Rapat Pertama Digelar di Lapangan Banteng

Kongres Pemuda II hari pertama, yakni hari Sabtu tanggal 27 Oktober 1928, dilangsungkan di Lapangan Banteng (kini termasuk wilayah Jakarta Pusat), tepatnya di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB). Kongres ini digelar selama sehari dua malam, dengan 3 kali rapat yang dilaksanakan di tiga tempat berbeda.

2. Diikrarkan di Rumah Orang Tionghoa

Peran pemuda keturunan Tionghoa cukup besar dalam Kongres Pemuda II. Bahkan, gedung tempat dibacakannya Sumpah Pemuda merupakan asrama pelajar milik peranakan Cina bernama Sie Kok Liang. Gedung yang terletak di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat, itu kini diabadikan sebagai Museum Sumpah Pemuda.

Beberapa orang perwakilan pemuda peranakan Tionghoa hadir di Kongres Pemuda II dan turut berikrar mengucapkan Sumpah Pemuda, beberapa di antaranya diketahui bernama Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok, Tjio Djien Kwie, dan lainnya.

3. Peserta dari Barat dan Timur Indonesia

Kongres Pemuda II di Batavia dihadiri oleh para perwakilan organisasi pemuda dari Indonesia bagian barat sampai bagian timur dari berbagai latar belakang. Mohammad Yamin, misalnya, yang datang dari ranah Minangkabau atau Sumatera Barat.

Dari belahan timur Indonesia ada Johannes Leimena, kelahiran Ambon, Maluku. Ada pula Raden Katjasungkana dari Madura, atau Cornelis Lefrand Senduk mewakili organisasi pemuda Sulawesi.

Bisa dibayangkan, dengan akses transportasi yang belum secanggih dan semudah sekarang, para pemuda dan pemudi itu harus menempuh perjalanan jauh dari daerah asal mereka ke Batavia demi mewujudkan persatuan generasi muda Indonesia.

4. Lagu 'Indonesia Raya' Pertama Kali Dinyanyikan

Dalam Kongres Pemuda II di Batavia pada 28 Oktober 1928, untuk pertama kalinya lagu "Indonesia Raya" diperdengarkan ke khalayak. Wage Rudolf Soepratman memainkan lagu ciptaannya itu di depan peserta kongres dengan gesekan biolanya yang mendayu-dayu.

Setelah selesai memainkan "Indonesia Raya" -yang kelak menjadi lagu kebangsaan Indonesia- para hadirin meminta agar lagu tersebut dinyanyikan. Setelah melalui diskusi, akhirnya "Indonesia Raya" dinyanyikan dengan sedikit perubahan lirik demi keamanan karena kongres diawasi oleh aparat kolonial Hindia Belanda.

Kata “merdeka” dalam lirik lagu itu dihilangkan dan diganti dengan kata “mulia. Adapun orang yang pertama kali melantunkan lagu "Indonesia Raya" dalam Kongres Pemuda II itu adalah Dolly Salim yang tidak lain merupakan putri kesayangan Haji Agus Salim.

5. Kongres Sumpah Pemuda didominasi penggunaan bahasa Belanda

Kerapatan yang digelar oleh para pemuda pada dekade 1920-an, termasuk Kongres Pemuda 1 dan 2, masih didominasi penggunaan bahasa Belanda.

Dikutip dari Sumpah Pemuda: Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008), bahasa Belanda memang masih lumrah dipakai dalam forum-forum pemuda.

Selain karena selalu diawasi pemerintah kolonial, bahasa Belanda dipakai di kongres pemuda lantaran orang-orang yang ikut merupakan kalangan terpelajar.

Pembicara pertama Kongres Pemuda 2, misalnya, Poernamawoelan, menyampaikan pidato tentang pentingnya pendidikan bagi bangsa dan generasi penerus menggunakan bahasa Belanda. Pidato tersebut baru diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia beberapa waktu setelahnya.

6. Dalam Kongres Sumpah Pemuda dilarang membahas politik dan kemerdekaan

Kongres Pemuda 1 dan 2 diawasi secara ketat oleh polisi Hindia Belanda. Para pemuda Nusantara yang menggelar rapat, apapun itu, tidak boleh membahas politik, terlebih kemerdekaan.

Dikutip dari buku terbitan Museum Sumpah Pemuda berjudul Sumpah Pemuda: Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008), pelarangan tersebut sempat menjadi polemik dalam rapat Kongres Pemuda 2. Ketika itu, Inoe Martakoesoema menyampaikan pendapatnya guna menanggapi pidato Mohammad Yamin.

Menurut hematnya, persatuan tidak hanya perlu dibicarakan melainkan diresapkan dalam hati sehingga mendarah daging. Dengan begitu, menurut Inoe, Nusantara bisa sejajar dengan Inggris dan Belanda, artinya tidak lagi dijajah (merdeka).

Hal itu langsung memicu tanggapan polisi Hindia Belanda, van der Plugt. Ia menginstruksikan agar tidak ada pembicaraan tentang kemerdekaan. Hal itu juga sebenarnya telah diingatkan oleh ketua kongres di awal rapat.

7. Sudah direncanakan dua tahun sebelumnya

Isi Sumpah Pemuda yang dibacakan pada hari ketiga Kongres Pemuda 2 sebenarnya sudah dirumuskan sejak dua tahun sebelumnya.

Dalam Kongres Pemuda 1, para pemuda sudah berkumpul untuk merumuskan poin penting yang bisa menyatukan bangsa. Namun, dalam pembahasan terkait bahasa, terdapat sejumlah perdebatan.

Beberapa kalangan ingin menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Namun, golongan lain tidak setuju karena bahasa tersebut hanya diketahui oleh masyarakat yang berasal dari rumpun melayu.

Perdebatan itu belum bisa tersimpulkan dalam Kongres Pemuda Pertama sehingga diputuskan untuk dibahas kembali di Kongres Pemuda 2.

8. Awalnya tidak bernama "Sumpah Pemuda"

Isi Sumpah Pemuda yang menjadi tonggak sejarah pergerakan nasional pada masa kini mulanya tidak bernama. Poin-poin tersebut hanya berupa pembacaan hasil kongres, yang ditulis oleh Mohammad Yamin.

Bahkan, putusan Kongres Pemuda 2 tersebut terdiri atas enam poin utama. Poin-poin tersebut diringkas menjadi tiga beberapa tahun setelah Kongres Sumpah Pemuda tersebut rampung digelar.

Nama "Sumpah Pemuda" juga tidak muncul ketika forum, melainkan beberapa tahun setelahnya. Namun, peringatan Hari Sumpah Pemuda tetap merujuk pada hari ketika isi putusan kongres itu dibacakan, yakni 28 Oktober.

9. Dihelat selama satu hari dua malam yang terbagi menjadi tiga agenda rapat

Banyak yang mengira bahwa kerapatan besar Kongres Pemuda 2, yang menjadi cikal bakal rumusan Sumpah Pemuda, diadakan selama 2 hari.

Informasi tepatnya adalah bahwa kongres pemuda kedua tersebut dihelat selama satu hari dua malam. Tanggal penyelenggaraannya adalah mulai tanggal 27 hingga 28 Oktober 1928.

Walau dihelat hanya dalam sehari dua malam, kongres tersebut terdiri atas tiga rapat berbeda. Rapat pertama dihelat pada malam hari, 27 Oktober. Rapat kedua diadakan pada Minggu, 28 Oktober 1928, pagi. Adapun, rapat ketiga dibuka pada malam harinya, tepatnya sejak pukul 20.00 WIB.

10. Kongres Pemuda Kedua digelar di tiga tempat berbeda

Kendati Kongres Pemuda 2 diadakan hanya dalam waktu sehari dua malam, lokasi penyelenggaraannya berbeda-beda. Tiga rapat yang diagendakan dibahas di tempat berlainan.

Rapat pertama Kongres Pemuda 2 diadakan di gedung Katholieke Jongenlingen Bond di Waterlooplein Noord (sekarang

Lapangan Banteng).

Rapat kedua, yang dibuka mulai pukul 07.30, 28 Oktober 1928, berlangsung di gedung Oost Java Bioscoop

Rapat ketiga diadakan di gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat 106, Weltevreden.

______________________________

Referensi

  • Sri Sudarmiyatun, Makna Sumpah Pemuda, 2012.
  • Sri Sutjiatiningsih, Soegondo Djojopoespito: Hasil Karya dan Pengabdiannya, 1999.
  • Sudiyo, Perhimpunan Indonesia Sampai dengan Lahirnya Sumpah Pemuda, 1989.
  • Yunus Yahya, Garis Rasial, Garis Usang: Liku-liku Pembauran, 1983.
  • Momon Abdul Rahman, dkk., Sumpah Pemuda: Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional, 2008.

Baca juga artikel terkait SUMPAH PEMUDA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Agung DH
Penyelaras: Fadli Nasrudin