tirto.id - Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 diprakarsai oleh sejumlah tokoh Kongres Pemuda 2 di Batavia (sekarang Jakarta). Peristiwa bersejarah ini menjadi tonggak penting dalam perjuangan menuju kemerdekaan Republik Indonesia.
Sejarah Sumpah Pemuda berkaitan erat dengan kondisi Indonesia pada dekade 1920-an, ketika banyak organisasi bermunculan. Akan tetapi, di tengah penjajahan Belanda kala itu, organisasi pemuda masih cenderung mempertahankan identitas kedaerahan atau kelompoknya sehingga berpotensi terjadi perpecahan.
Kemudian, gagasan untuk mengatasi perpecahan di antara berbagai organisasi itu mulai tumbuh. Ide penyatuan itu kemudian diwujudkan oleh para tokoh Kongres Pemuda 1, salah satunya Mohammad Tabrani, dengan mengadakan pertemuan organisasi pemuda.
Melalui Konferensi Organisasi Pemuda Nasional Pertama pada November 1925 tercetuslah rencana Kongres Pemuda I. Kongres Pemuda I yang diketuai oleh Tabrani akhirnya diadakan pada 30 April sampai 2 Mei 1926. Beberapa kesepakatan penting dicapai selama kongres ini, termasuk penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Sayangnya, sejak digelarnya kongres pertama hingga terbentuknya Jong Indonesia, tujuan penyatuan organisasi-organisasi pemuda masih belum tercapai. Selama masa itu, tepatnya pada September 1926, terbentuk perkumpulan para pelajar di Indonesia bernama Perhimpunan Pelajar-Pelajar di Indonesia (PPPI).
PPPI bisa dibilang merupakan pelopor dalam upaya melanjutkan ide penyatuan organisasi-organisasi pemuda di Indonesia. Melalui sejumlah pertemuan yang diinisiasi PPPI akhirnya tercapai kesepakatan untuk mengadakan Kongres Pemuda II.
Pertemuan selanjutnya, yang digelar pada 3 Mei 1928 dan 12 Agustus 1928, membahas tempat Sumpah Pemuda (Kongres Pemuda II), pembentukan panitia, susunan acara kongres, waktu, dan sumber dananya. Kemudian disepakati bahwa penyelenggaraan kongres akan didanai oleh tujuh organisasi peserta.
Siapa Tokoh Utama dalam Sumpah Pemuda?
Dalam pertemuan yang diinisiasi PPPI tersebut dibentuklah panitia Kongres Pemuda II yang diketuai oleh Soegondo Djojopoespito (PPPI). Selain Sugondo Djojopoespito, ada beberapa tokoh Kongres Pemuda 2 lainnya yang ditunjuk sebagai panitia penyelenggara. R.M. Djoko Marsaid dari Jong Java menempati posisi wakil ketua. Dari Jong Sumatranen Bond ada Muhammad Yamin sebagai sekretaris dan Amir Sjarifudin sebagai bendahara.
Selain itu, terdapat tokoh Kongres Pemuda 2 lainnya yang menjabat di luar struktur inti. Di antaranya yakni Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten) sebagai Pembantu I, R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia) sebagai Pembantu II, R.C.L. Sendoek (Jong Celebes) sebagai Pembantu III, Johannes Leimena (Jong Ambon) sebagai Pembantu IV, dan Mohammad Rochjani Su’ud (Pemoeda Kaoem Betawi) sebagai Pembantu V.
Meski para panitia tersebut memegang peran sentral dalam Kongres Pemuda II, kehadiran perwakilan dari berbagai organisasi pemuda di Indonesia juga punya andil besar dalam pelaksanaan. Tanpa mereka, kongres yang diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia tak akan mencapai hasil memuaskan.
Sejumlah organisasi pemuda yang hadir dalam Kongres Pemuda II antara lain PPPI, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Katholikee Jongelingen Bond, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, dan masih banyak lagi.
Bahu membahu dalam peristiwa Sumpah Pemuda juga dilakukan oleh beberapa individu perwakilan dari pemuda peranakan kaum Tionghoa di Indonesia. Beberapa di antaranya yaitu Oey Kay Singa, John Lauw Tjoan Hok, dan Tjio Djien Kwie.
Peran para pemuda keturunan Tionghoa tak bisa dibilang remeh. Pasalnya, tempat Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda 2 itu merupakan gedung asrama pelajar milik Sie Kok Liong. Kini, gedung indekos yang berada di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta, tersebut dijadikan Museum Sumpah Pemuda.
Muhammad Sungaidi, melalui tulisan berjudul “Pemuda dan Gerakan Indonesia” yang termuat dalam buku Literasi Politik (2019), mencatat bahwa peristiwa Sumpah Pemuda dihadiri oleh pemuda dari berbagai suku, agama, dan daerah. Pemuda dari berbagai latar belakang, mulai dari Indonesia bagian barat hingga timur, berkumpul di tempat Sumpah Pemuda.
Sungaidi menyebut bahwa para pemuda itu tidak hanya sekadar bertemu. Mereka melakukan diskusi, bertukar pikiran, mematangkan gagasan, hingga bersepakat untuk berkomitmen dalam keindonesiaan. Pertemuan para pemuda di Kongres Pemuda II itu akhirnya melahirkan isi Sumpah Pemuda, yang diikrarkan demi menyatukan beragam perbedaan.
13 Tokoh Sumpah Pemuda dan Perannya
Tokoh yang merumuskan Sumpah Pemuda tidak tunggal. Perumusan isi Sumpah Pemuda melibatkan banyak pemuda dari berbagai organisasi dan latar belakang suku, agama, serta daerah.
Namun, terdapat beberapa tokoh yang memiliki peran spesifik dalam dalam peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini 13 tokoh Sumpah Pemuda dan perannya.
1. Soegondo Djojopoespito
Soegondo Djojopoespito sebagai ketua Kongres Pemuda II berperan dalam membuka rapat kongres di hari pertama, Minggu, 27 Oktober 1928.Dalam pidato pembukaan kongres, pria asal Jawa Timur itu tak hanya mengucapkan terima kasih kepada seluruh hadirin. Soegondo, yang kala masih berusia 24 tahun, juga memaparkan arti penting dan maksud diadakannya Kongres Pemuda 2.
Dia membicarakan sejarah perkembangan organisasi pergerakan nasional mulai dari terbentuknya Boedi Oetomo hingga terlaksananya Kongres Pemuda. Yang tak luput disampaikan olehnya juga mengenai sejarah perkembangan bangsa Indonesia hingga jatuh ke dalam kekuasaan Belanda.
2. R.M. Djoko Marsaid
R.M. Djoko Marsaid dalam Kongres Pemuda II berperan sebagai wakil ketua. Djoko Marsaid terbilang sebagai garda terdepan yang membantu Sugondo agar Kongres Pemuda II dapat berjalan lancar. Pada rapat hari kedua, 28 Oktober 1928, Marsaid menggantikan Sugondo yang berhalangan hadir untuk membuka agenda rapat.Meski memiliki peran signifikan, dalam pertengahan proses kongres, Marsaid mengundurkan diri dari rapat karena perbedaan pendapat tentang fusi organisasi. Kala itu, si mantri polisi ini tidak setuju apabila Jong Java yang sudah mapan bergabung ke dalam organisasi baru yang menurutnya belum jelas bentuk dan arahnya.
3. Muhammad Yamin
Dalam Kongres Pemuda II, Muhammad Yamin tak hanya berperan sebagai sekretaris. Dalam kongres hari pertama, Yamin berkesempatan menyampaikan pidato berjudul “Persatuan dan Kesatuan”. Pidato yang disampaikannya memantik banyak tanggapan dari peserta kongres.Dalam pidatonya, Yamin mengulas tentang persatuan yang bisa tercipta di Indonesia karena adanya dasar yang kuat yaitu persamaan kultur, persamaan bahasa, dan persamaan hukum adat. Yamin pun mengimbau para wanita untuk menanamkan semangat kebangsaan kepada anak-anaknya.
4. Djoened Pusponegoro
Posisi Djoko Marsaid setelah mengundurkan diri digantikan oleh Djoened Pusponegoro. Djoened Pusponegoro menempati posisi sebagai wakil ketua pada rapat ketiga yaitu ketika Sumpah Pemuda diikrarkan. Keberadaan Djoened ini membantu melancarkan kongres hingga selesai.5. Kartosoewirjo
Kartosuwiryo dalam kongres mengusulkan tentang kedudukan bahasa asing sebagai bahasa pergaulan internasional. Dalam pembahasan itu, Kartosoewirjo mengambil kesimpulan bahwa bahasa Indonesia harus menjadi penghubung dalam persatuan pemuda.6. Mr. Sartono
Dalam Kongres Pemuda II, Mr. Sartono berperan sebagai salah satu penyampai pidato pada hari pertama kongres. Pria yang turut terlibat dalam kepanitiaan Kongres I itu menyatakan keinginannya untuk berusaha mempersatukan bangsa dan menumbuhkan rasa cinta tanah air.Di forum diskusi, Sartono juga secara spesifik menyatakan keberatan atas upaya pelarangan oleh polisi untuk membicarakan masalah politik. Menurutnya, larangan dari kepolisian tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak mengerti tentang politik. Pendapatnya disetujui oleh mayoritas peserta kongres yang ingin membicarakan tentang kemerdekaan.
7. Siti Soendari
Siti Soendari, yang juga termasuk salah satu tokoh Kongres Pemuda 2, mengusulkan untuk menanamkan perasaan cinta tanah air sedari dini, khususnya untuk kalangan perempuan.Siti mengkritisi kebiasaan di Indonesia kala itu, yang memberikan hak pendidikan hanya kepada golongan pria. Menurutnya, jika perempuan terdidik mereka dapat membantu secara aktif dalam menyokong pergerakan nasional.
8. Poernamawoelan
Pada kongres hari kedua, Poernamawoelan mendapat kesempatan untuk menyampaikan pidato yang mengkritik tentang pendidikan anak kala itu. Poernamawoelan menyampaikan bahwa anak-anak harus diberi pendidikan agar menjadi orang baik dan setia kepada tanah air.Poernamawoelan juga menganjurkan untuk menerapkan pendidikan yang demokratis, bukan dengan paksaan. Pada intinya, ia mengajak para pemuda untuk membenahi pendidikan di Indonesia.
9. Abdoellah Sigit
Abdoellah Sigit pun menyampaikan pidato tentang pendidikan. Dia menggagas ide bahwa pendidikan anak harus dijalankan melalui aturan kebangsaan yaitu interaksi, banyak membaca, organisasi pemuda, dan lain sebagainya. Salah satu kesalahan pendidikan di Indonesia menurutnya adalah adanya anggapan bahwa derajat perempuan berada di bawah laki-laki.10. Sarmidi Mangoensarkoro
Sehubungan dengan pendidikan, Sarmidi Mangoensarkoro berbicara tentang pendidikan anak di rumah. Pada intinya, dia menekankan bahwa pendidikan anak sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan perintah atau paksaan melainkan dengan bimbingan. Dia menyebut contoh ideal pendidikan yakni pendidikan model Taman Siswa.11. Johanna Masdani
Johanna Masdani atau Johanna Nanap Tumbuan, yang kala itu masih berusia 18, berperan membacakan teks Sumpah Pemuda. Pada hari kelahiran Sumpah Pemuda, Johanna hadir sebagai perwakilan dari pemudi Jong Minahasa.12. Wage Rudolf Soepratman
Pada jeda waktu istirahat di tengah rapat ketiga, Wage Rudolf (W.R.) Supratman meminta izin untuk memperdengarkan lagu ciptaannya. Meski sudah mendapat izin dari panitia, dia hanya bisa memainkan lagu ciptaannya menggunakan biola karena adanya desakan dari pemerintah Belanda yang mengawasi kongres.Namun, di penghujung acara, lagu "Indonesia Raya" akhirnya dinyanyikan oleh seluruh peserta kongres sebelum bersama-sama mengikrarkan Sumpah Pemuda.
13. Dolly Salim
Dolly Salim atau Theodora Athia Salim menjadi perwakilan dari organisasi kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij) dalam Kongres Pemuda II. Saat itu, Dolly bukanlah peserta kongres karena usianya yang baru 15.Namun, tanpa diduga, putri dari Haji Agus Salim ini didapuk sebagai pemimpin dalam sesi menyanyikan lagu "Indonesia Raya" untuk pertama kalinya di kongres Sumpah Pemuda.
Editor: Fadli Nasrudin