Menuju konten utama
Sumpah Pemuda

Sejarah Jong Bataks Bond Hingga Lebur Usai Sumpah Pemuda

Berikut informasi singkat tentang sejarah berdirinya Jong Bataks Bond dan para tokohnya dalam Kongres Pemuda II hingga melebur setelah Sumpah Pemuda 1928.

Sejarah Jong Bataks Bond Hingga Lebur Usai Sumpah Pemuda
Ilustrasi Hari Sumpah Pemuda. tirto.id/Fuad

tirto.id - Jong Bataks Bond alias Jong Batak turut berperan dalam mewujudkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Bentuk perjuangan Jong Batak (perkumpulan pemuda dari daerah Batak Tapanuli, kini Sumatera Utara) tersebut di antaranya mengirimkan beberapa tokohnya untuk menjadi wakil di Kongres Pemuda II yang menghasilkan naskah Sumpah Pemuda.

Sumpah Pemuda diikrarkan tanggal 28 Oktober 1928 atau pada hari kedua Kongres Pemuda II yang dilaksanakan di Betawi (Jakarta) dan merupakan salah satu tonggak awal kebangkitan generasi muda bangsa Indonesia dalam upaya merintis cita-cita kebangsaan.

Kongres Pemuda II juga dihadiri oleh ratusan peserta dari organisasi atau perkumpulan kepemudaan dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jong Java, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Sumatranen Bond, Pemuda Indonesia, Jong Islamieten Bond (JIB), Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan lainnya.

Sebelum Kongres Pemuda II digelar, telah dilangsungkan Kongres Pemuda I juga di Betawi pada 30 April-2 Mei 1926. Tokoh Jong Batak juga ikut serta dalam Kongres Pemuda I bersama perwakilan beberapa perkumpulan lainnya.

Berdirinya Jong Batak dan Para Tokohnya

Pada 1915, berdiri Tri Koro Dharmo atau perkumpulan pelajar Jawa yang pada 1918 berganti nama menjadi Jong Java. Inilah yang membuat kaum muda di Sumatera termotivasi untuk membentuk Jong Sumatranen Bond (JSB) yang diresmikan pada 9 Desember 1917.

JSB berkembang cukup baik hingga tahun 1922. Namun, setelah itu mulai terjadi guncangan di internal perkumpulan pemuda Sumatera ini. Menurut Hans van Miert dalam Dengan Semangat Berkobar: Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia 1918-1930 (2003), ada dua faktor utama yang menyebabkan JSB mulai melemah.

Pertama, adanya perasaan superioritas pelajar terhadap yang satu dengan yang lainnya. Sebagai misal, anggota JSB yang belajar di sekolah kedokteran merasa lebih pantas dihormati daripada anggota JSB yang berasal dari sekolah keguruan.

Faktor kedua adalah prasangka kesukuan. JSB saat itu didominasi oleh para pemuda dari suku Minang. Inilah latar belakang Jong Batak mulai merasa tidak nyaman.

Kristina Ginting dalam risetnya bertajuk "Perkembangan Jong Bataks Bond (1926-1929)" menuliskan, akibat hal tersebut, Jong Sumatranen Bond sulit untuk berkembang serta timbul banyak konflik. Suara para pemuda Batak tidak direspons dengan cepat oleh pengurus utama.

Sejarah Kelahiran Jong Batak

Dikutip dari Jong Bataks Bond: Proses Panjang Menuju Sumpah Pemuda (2013) terbitan Museum Sumpah Pemuda, para pemuda Batak itu ingin menunjukkan jati diri. Hingga akhirnya sejarah kelahiran Jong Batak terbentuk pada 1926, di mana mereka memisahkan diri dari JSB dan membentuk Jong Bataks Bond.

Beberapa tokoh yang terlibat dalam pembentukan Jong Bataks Bond antara lain: Sanusi Pane, Amir Syarifuddin Harahap, Todung Sutan Gunung Mulia Harahap, Adam Malik Batubara, Saleh Said Harahap, Arifin Harahap, dan lainnya.

Kelak, para tokoh Jong Bataks Bond ini melakoni peran pentingnya masing-masing dalam perjalanan sejarah setelah Indonesia merdeka pada 1945. Amir Syarifuddin, misalnya, menjabat sebagai Menteri Penerangan, kemudian Menteri Pertahanan, hingga menempati posisi tertinggi sebagai Perdana Menteri RI.

Todung Sutan Gunung Mulia Harahap juga duduk di kabinet sebagai Menteri Pengajaran pada 1945-1946. Sedangkan Adam Malik Batubara pernah menempati beberapa posisi menteri sebelum menjadi Wakil Presiden RI periode 1978-1983.

Arifin Harahap menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 1959-1962. Adapun Sanusi Pane memilih menjalani hidup sebagai penulis dan termasuk sastrawan Pujangga Baru yang berpengaruh.

Lebur Setelah Sumpah Pemuda

Jong Batak Bond langsung ikut serta dalam Kongres Pemuda II yang digelar di Betawi (Jakarta) pada 27-28 Oktober 1928. Kongres Pemuda II merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda I yang diselenggarakan pada 1926 namun belum menghasilkan keputusan.

Kongres Pemuda II berlangsung selama 2 hari dan terdiri dari 3 sesi rapat. Rapat pertama di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) pada 27 Oktober 1928.

Rapat kedua digelar di Gedung Oost-Java Bioscoop pada 28 Oktober 1928. Rapat ketiga yang juga diadakan tanggal 28 Oktober 1928 dilaksanakan di Gedung Indonesische Clubgebouw.

Amir Syarifuddin menjadi perwakilan Jong Bataks Bond yang masuk dalam jajaran kepanitiaan kongres, yakni sebagai bendahara. Ketua panitianya adalah Sugondo Djojopuspito dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) dengan wakilnya R.M. Djoko Marsaid dari Jong Java.

Sedangkan di posisi sekretaris terpilih Muhammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond. Ada pula Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond), R. Katjasoengkana (Pemuda Indonesia), R.C.L Senduk (Jong Celebes), Johannes Leimena (Jong Ambon), dan Rochjani Soe’oed (Pemuda Kaum Betawi), yang juga duduk di kepanitiaan.

Kongres Pemuda II menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada 29 Oktober 1928 dan berbunyi:

Kami Putra-Putri Indonesia,

mengaku bertumpah darah yang satu,

Tanah Indonesia

Kami Putra-Putri Indonesia,

mengaku berbangsa yang satu,

Bangsa Indonesia.

Kami Putra-Putri Indonesia,

menjunjung bahasa persatuan,

Bahasa Indonesia

Usia Jong Bataks Bond tidak terlalu lama. Usai Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda, Jong Bataks Bond memutuskan untuk meleburkan diri dengan beberapa organisasi pemuda lainnya.

Maka, pada 1929, terbentuklah Indonesia Muda yang merupakan hasil fusi atau peleburan dari berbagai organisasi pemuda di Indonesia, termasuk Jong Bataks Bond.

Baca juga artikel terkait SUMPAH PEMUDA atau tulisan lainnya dari Alhidayath Parinduri & Iswara N Raditya

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Alhidayath Parinduri
Penulis: Alhidayath Parinduri & Iswara N Raditya
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Dhita Koesno & Heri Gunawan Tirto