Menuju konten utama

Peran Fatmawati dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Peran Fatmawati dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak kalah penting dibanding tokoh-tokoh lainnya. Lalu, apa yang harus diteladani dari Fatmawati?

Peran Fatmawati dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Soekarno dan Fatmawati. FOTO/Istimewa

tirto.id - Dilahirkan di Bengkulu, 5 Februari 1923, Fatmawati memiliki nama asli Fatimah. Ayahnya, Hasan Din, merupakan tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.

Keluarga Fatmawati, selain dihormati karena ketokohan ayahnya, juga disebut-sebut masih keturunan kerabat Kesultanan Indrapura yang mengungsi ke Bengkulu ketika kerajaan itu ditekan VOC atau Belanda pada awal abad ke-19.

Setelah menikah dengan Sukarno, peran Fatmawati dalam kemerdekaan Indonesia semakin besar. Lantas, apa saja peran Fatmawati dalam proklamasi dan perjuangan sebelum merdeka? Apa yang harus diteladani dari Fatmawati?

Peran Fatmawati dalam Proklamasi Kemerdekaan

Sejarah Fatmawati dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia cukup panjang. Ia mengikuti rangkaian proses proklamasi kemerdekaan, dari Rengasdengklok, penyusunan naskah proklamasi, pembacaan teks proklamasi, hingga pengibaran Sang Saka Merah-Putih. Bahkan, Fatmawati adalah orang yang menjahit bendera pusaka. Berikut penjelasan terkait perjuangan Fatmawati sebelum dan saat proklamasi.

1. Berjuang bersama organisasi Nasyatul Aisyah

Fatmawati turut andil dalam perjuangan bangsa melawan penjajah. Ia berjuang bersama orang tuanya di Muhammadiyah.

Fatmawati bergabung dengan Nasyatul Aisyah di Bengkulu. Di organisasi yang berada di bawah koordinasi Muhammadiyah itulah perjuangannya bermula, sebelum menikah dengan Sukarno.

Jauh sebelum mengelola organisasi Nasyatul Aisyah, Fatmawati sudah terbiasa berkegiatan di Muhammadiyah. Oleh kedua orang tuanya, ia selalu dilibatkan dalam konferensi yang digelar saban tahun, baik untuk menyanyi ataupun membaca Al-Qur'an.

2. Mengikuti rapat-rapat besar prakemerdekaan

Fatmawati selalu ikut dengan Sukarno menghadiri rapat-rapat besar perumusan rencana kemerdekaan. Termasuk di antaranya ketika Sukarno berpidato dalam sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945. Hal itu dikisahkan oleh St. Sularto dan D. Rini Yunarti dalam Konflik di Balik Proklamasi: BPUPKI, PPKI, dan Kemerdekaan (2010: 14-15).

3. Ikut "Diamankan" Bersama Sukarno di Rengasdengklok

Menjadi istri Sukarno membuat Fatmawati lekat dengan gerakan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya ketika ia membersamai sang suami ke Rengasdengklok.

Pada 1945, Jepang akhirnya menyerah kepada Sekutu. Mendengar kabar tersebut, golongan muda menghendaki kemerdekaan Indonesia perlu dipercepat karena menganggap janji kemerdekaan dari Jepang tak lagi bisa dipegang. Sebaliknya, golongan tua termasuk Sukarno dan Mohammad Hatta cenderung ingin menunggu janji kemerdekaan dari Jepang.

Hal tersebut membuat golongan muda mendatangi Sukarno untuk mendesak dilakukannya proklamasi. Bung Karno enggan melakukan hal itu dan masih menunggu pertimbangan tokoh-tokoh lain.

Penolakan itu mematik golongan muda untuk "mengamankan" Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dekat Karawang, pada 16 Agustus 1945. Fatmawati ikut dalam peristiwa bersejarah tersebut.

3. Ibu Negara Penjahit Bendera Pusaka

Tugas Fatmawati dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia yang paling utama adalah menjahit bendera Merah Putih. Peran Fatmawati dalam proklamasi kemerdekaan RI terkait itu dijelaskan sendiri oleh Bung Karno.

"Istriku telah membuat sebuah bendera dari dua potong kain. Sepotong kain putih dan sepotong kain merah. Ia menjahitnya dengan tangan," ungkap Sukarno dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

"Inilah bendera resmi yang pertama dari Republik," tambah sang proklamator yang kemudian menjadi Presiden RI pertama ini.

4. Membuat dapur umum

Setelah proklamasi dibacakan oleh Sukarno bersama Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Timur, para pejuang bergantian menjaga lokasi tersebut.

Melihat ratusan orang yang berjaga di wilayah tersebut, Fatmawati berinisiatif mengadakan dapur umum. Bersama para pejuang perempuan lainnya, ia menyediakan makanan untuk benteng manusia yang berjaga di Pegangsaan Timur 56.

5. Bertahan di Yogyakarta selama agresi militer Belanda

Peran Fatmawati dalam kemerdekaan Indonesia, terutama setelah proklamasi, juga teramat besar. Saat situasi Jakarta tidak stabil, ia ikut bersama anak-anaknya pindah ke Yogyakarta.

Selain itu, ketika Sukarno diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke Pulau Bangka pada 1948, Fatmawati tetap setia menjaga anak-anak dan orang tuanya di Yogyakarta.

Fatmawati bahkan sempat diusir dari Gedung Agung dan dipindahkan ke rumah baru yang amat sederhana di dekat kali Code, sebagaimana dikisahkan dalam Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Soekarno (1978).

Ibu Fatmawati

Ibu Fatmawati. wikimedia commons/domain publik universal

Kisah Fatmawati Berjuang Bersama Sukarno Sebelum Kemerdekaan

Sukarno bertemu Fatmawati pada 1938. Ketika itu, Sukarno diasingkan oleh pemerintah Hindia-Belanda di Bengkulu setelah dipindahkan dari Ende, Flores. Di Bengkulu, Sukarno berkawan dengan Hasan Din dan diminta untuk mengajar di sekolah Muhammadiyah.

Kala itu, Fatmawati baru berusia 15 tahun. Ia merupakan salah satu murid di sekolah tempat Sukarno mengajar. Sukarno menawari Fatmawati untuk melanjutkan sekolah bersama Ratna Juami, anak angkat Bung Karno, setelah lulus. Fatmawati kemudian ikut tinggal di rumah Sukarno dan keluarganya di Bengkulu.

“Umurku 20 tahun lebih tua daripadanya dan ia memanggilku bapak, juga untuk seterusnya. [...] Yang aku rasakan padanya adalah kasih-sayang seorang ayah,” kata Sukarno kepada Cindy Adams, sebagaimana tercatat dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2014).

Sebelum menikahi Fatmawati, Sukarno pernah menikah dengan Inggit Garnasih dan berpisah pada 1943.

Fatmawati menikah dengan Sukarno ketika Jepang mulai kewalahan menghadapi Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua. Peluang Indonesia untuk merdeka pun mulai terbuka. Di sisi lain, perjuangan Fatmawati bersama Sukarno kian intens.

“Kalau sudah Magrib aku berpisah dengan Bung Karno. Bung Karno jalan sendiri sedangkan aku bersama ibuku pergi untuk menginap di tempat kenalan baik dengan pengawalan pistol dan golok,” kenang Fatmawati setelah menikah dengan Sukarno dalam memoarnya, Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Soekarno (1978)

“Biasanya kami melalui lorong-lorong kampung menuju tempat rahasia, di mana Bung Karno sudah menunggu atau menyusul,” lanjutnya.

“Kadang-kadang aku terpaksa menyamar sebagai tukang pecel, dan Bung Karno menyamar sebagai tukang sayur dengan gaya berjalan pincang," imbuh Fatmawati.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan di halaman rumah Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Timur, Sang Saka Merah Putih dikibarkan. Bendera tersebut dijahit sendiri oleh Fatmawati.

Setelah Indonesia merdeka, sejarah Fatmawati semakin penting bagi bangsa. Sebagai ibu negara, ia berusaha membangun kedekatan dengan negara-negara sahabat. Ia dikenal dekat dengan Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru, dan Perdana Menteri Pakistan, Begum Aga Khan.

Fatmawati meninggal dunia di Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Mei 1980, saat usianya menginjak 57. Pernikahannya dengan Sukarno dikaruniai 5 orang anak, yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

Baca juga artikel terkait HUT RI atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Nur Hidayah Perwitasari
Penyelaras: Fadli Nasrudin