Menuju konten utama

Peradi Minta DPR Hapus Pasal Penyadapan di RUU KUHAP

Peradi khawatir jika pasal penyadapan dimasukkan ke RUU KUHAP berpotensi memunculkan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan aparat penegak hukum.

Peradi Minta DPR Hapus Pasal Penyadapan di RUU KUHAP
Ilustrasi Penyadapan Handphone. [Foto/istock]

tirto.id - Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Sapriyanto Refa, meminta DPR RI menghapuskan pasal mengenai aturan penyadapan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

Refa menjelaskan bahwa tindak penyadapan sudah diatur dalam aturan perundangan lain. Oleh karenanya, dia menegaskan bahwa penyadapan sudah tidak diperlukan di dalam KUHAP.

Di hadapan Komisi III DPR RI, Refa menyebut pasal penyadapan sudah diatur dalam Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, hingga Undang-Undang Kepolisian.

"Dalam upaya paksa yang dimiliki ini untuk tindak pidana umum yang ada di dalam KUHAP ini, penyadapan harus dihilangkan," kata Sapriyanto dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi III DPR RI, Selasa (17/6/2025).

Peradi khawatir, jika pasal penyadapan dimasukkan ke RUU KUHAP yang kini tengah dibahas oleh Komisi III, berpotensi memunculkan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

"Karena kami khawatir penyadapan ini akan disalahgunakan oleh penyidik dalam mengungkap sebuah tindak pidana," kata dia.

Menurutnya, upaya paksa dalam penegakkan hukum yang diatur dalam KUHAP nantinya dicukupkan pada penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan larangan bagi tersangka keluar wilayah Indonesia.

"Nah biarlah itu menjadi ranah undang-undang itu sendiri, tidak perlu kita menariknya ke dalam KUHAP," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Peradi juga meminta Komisi III untuk mengatur penyampaian saksi ahli dalam persidangan hanya cukup melalui keterangan tertulis.

Sapriyanto menjelaskan jika keterangan ahli disampaikan secara langsung dikhawatirkan dapat menggoyahkan keyakinan hakim dalam membuat keputusan.

"Bukti petunjuk dan keterangan ahli kami mengusulkan untuk dihapuskan, bukti petunjuk ini sangat berbahaya karena bukti petunjuk ini adalah sebuah alat bukti yang akan digunakan dalam rangka menambah keyakinan hakim," kata Sapriyanto.

Baca juga artikel terkait RUU KUHAP atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto