tirto.id - Pemerintah tengah mengevaluasi rencana pembentukan super holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penggabungan perusahaan jadi satu ini pernah mengemuka saat Kementerian BUMN dipimpin Rini Soemarno.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menjelaskan, evaluasi dilakukan kementerian usai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menolak untuk menandatangani holding perusahaan Karya Konstruksi, pekan lalu.
"Nanti aja, lagi kita evaluasi. Semua yang belum jadi kita evaluasi kita liat evaluasi kajiannya. Ya kita lihat, nanti kita perbaiki," terang dia di Kementerian BUMN, Jalam Medan Merdeka Selatan, Selasa (26/11/2019).
Menurut dia, kajian mengenai superholding akan dianjutkan jika berdampak baik bagi perusahaan-perusahaan BUMN di dalam negeri.
"Kalau memungkinkan dan bagus oke-oke aja, tapi kalau misalnya tidak memungkinkan dan malah makin tidak baik untuk perkembangan ekonomi negara, ya ditahan," terang dia.
Ia mencontohkan superholding konstruksi yang tengah dikaji, ia menjelaskan pembentukan holding ini sedang dikaji, karena apabila semua perusahaan BUMN karya bergabung, maka akan terjadi monopoli di sektor infrastruktur.
"Bisa saja karya [BUMN Karya] kalau diholdingkan bisa sangat kuat, akibatnya nanti UKM menjadi terhambat karena nanti dimakkan BUMN semua akibatnya ekonomi bisa enggak bergerak. Nah, ini kan jadi concern Pak Jokowi," kata dia.
"Kalau itu menghentikan ekonomi menengah bawah ya jangan. Tapi kalau mosalnya tidak mematikan dan juga malah memperkuat itu oke," imbuh dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga sempat mengemukakan konsep super holding saat ia mengikuti debat Pilpres 2019. Ia berencana membentuk holding BUMN yang bergerak di sektor bisnis. Di antaranya sektor konstruksi, penerbangan, pertanian, perkebunan, hingga perdagangan.
Menurut Jokowi, pembentukan holding di tubuh BUMN untuk mempermudah pengembangan usaha baik di dalam maupun luar negeri.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali