tirto.id - Fenomena munculnya ular kobra melanda beberapa tempat di Indonesia belakangan ini. Tercatat di Perumahan Citayam Residence, Desa Susukan, Bojong Gede, Bogor, hingga Rabu (11/12/2019) sudah 34 anak ular kobra ditemukan. Selanjutnya, pada Minggu (15/12/2019), ditemukan 12 telur ular kobra.
Kemunculan ular kobra juga mengagetkan warga di Klaten, Jawa Tengah. Hingga Jumat (13/12/2019) lalu setidaknya sudah ada empat ekor ular kobra yang ditemukan. Sedangkan di Gunungkidul, Yogyakarta, sudah ditemukan 11 ekor anakan kobra pada Rabu (4/12/2019) lalu.
Tak hanya itu, fenomena munculnya ular kobra juga terjadi di Karawang, Purwakarta, dan sebagian wilayah di Jawa lainnya, bahkan hingga Jawa Timur. Masyarakat dihebohkan dengan kemunculan puluhan anakan ular kobra.
Penemuan terbaru terjadi di Jalan B Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2019) hari ini. Setidaknya 8 ekor anak ular kobra juga ditemukan di area permukiman warga.
Penyebab Fenomena Ular Kobra
Ganjar Cahyadi, ahli reptil dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan, fenomena kemunculan anak-anak ular kobra ini disebabkan karena pergantian musim. Awal musim penghujan, kata Ganjar, adalah masa ular bereproduksi atau berkembang biak.
“Ular memiliki fase reproduksi, sekarang musim hujan di mana termasuk musim ular menetas. Perilaku kobra itu biasanya menyimpan telur di sarangnya, biasanya sarang bekas tikus, atau di tempat-tempat lembab, tumpukan sampah, dan dia simpan telurnya, lalu ketika awal musim hujan akan menetas,” paparnya seperti diwartakan Antara.
Ia menambahkan, jika banyak ular ditemukan di suatu lokasi, kemungkinan tempat tersebut merupakan habitat atau sebagai area ular mencari makan. Ganjar menjelaskan, salah satu makanan bagi ular adalah tikus, dan tikus biasanya banyak di rumah-rumah.
“Kobra itu tipikal ular yang melepas anak-anaknya. Dia tidak menjaga anak-anaknya, karena anak kobra ketika menetas sudah memiliki taring dan kelenjar bisa, jadi sudah bisa mencari makan sendiri," ujarnya.
Senada dengan Ganjar, Ketua Animal Owners Sociaty (AOS) Yogyakarta Wanda Ariesta kepada Tirto.id mengatakan, kemunculan bayi-bayi kobra, biasanya berjenis kobra Jawa, itu bukan tanpa alasan. Menurutnya, ini adalah siklus alami tahunan yang pasti akan terjadi setiap tahunnya.
"Musim pancaroba atau pergantian dari musim kemarau ke musim hujan merupakan waktu ideal bagi ular kobra untuk kawin, bertelur, dan menetas atau berkembang biak," ujar Wanda.
Kobra Jawa, Bukan King Cobra
Fenomena ular kobra yang menghebohkan beberapa wilayah di Indonesia belakangan ini berjenis ular Kobra Jawa atau Naja Sputatrix. Kobra Jawa adalah salah satu ular yang termasuk dalam genus Naja bersama beberapa jenis lainnya seperti Kobra Cina, Kobra Air Kongo, Kobra Mesir, Kobra India, Kobra Leher Hitam, Kobra Kuning, dan seterusnya.
Ular kobra ini berbeda dengan King Cobra yang berukuran lebih besar dan panjang. Meskipun sama-sama bertudung dan menyandang nama "cobra", King Cobra tidak termasuk dalam keluarga besar genus ular kobra. King Cobra yang kanibal masuk dalam genus Ophiophagus.
Istilah itu, dikutip dari Animal Planet, berakar ophio yang berarti "ular" dan phagus yang berarti "pemakan". Artinya, King Cobra adalah ular kanibal, pemakan sesama ular. King Cobra merupakan satu-satunya ular yang dimasukkan dalam genus itu dengan nama spesies Ophiophagus Hannah.
King Cobra tidak menyemburkan bisa, melainkan menanamkan bisa lewat gigitan dan lebih mematikan dari bisa ular kobra kendati sama-sama berbahaya. John Mehrtens dalam Living Snakes of the World (1987) menyebut, King Cobra adalah ular berbisa terpanjang di dunia.
Sedangkan Kobra Jawa atau yang termasuk dalam genus Naja, menurut Wanda, memiliki ciri khusus yaitu didominasi warna hitam kelam dan dapat menyemburkan bisa.
"Bisa ular kobra Jawa dapat menyembur hingga satu meter, kalau manusia yang tersembur bisa ini tidak ada luka di kulitnya ya biasa saja, tapi kalau di kulitnya ada luka dan terkena semburan bisa maka efeknya akan sama seperti digigit Kobra Jawa," beber Wanda.
Editor: Iswara N Raditya