tirto.id - Fenomena munculnya ular kobra melanda beberapa tempat di Indonesia belakangan ini. Tercatat di Jakarta dan sejumlah wilayah di Jawa Barat termasuk Bogor, Karawang, Purwakarta, hingga sebagian daerah di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, masyarakat dihebohkan dengan kemunculan puluhan anakan ular kobra.
Kemunculan bayi-bayi kobra, biasanya berjenis Kobra Jawa, itu bukan tanpa alasan. Musim pancaroba atau pergantian dari musim kemarau ke musim hujan merupakan waktu ideal bagi ular kobra untuk kawin, bertelur, dan menetas atau berkembang biak.
Yang patut diketahui, ada perbedaan mendasar antara ular kobra, termasuk Kobra Jawa (Naja Sputatrix), dengan King Cobra (Ophiophagus Hannah). Menurut Wanda Ariesta, Ketua Komunitas Reptil Animal Owners Sociaty (AOS) Yogyakarta, ular kobra dan King Cobra punya karakteristik yang berbeda.
Kata kobra berasal dari istilah Portugis, kobra de capello, yang berarti "ular bertudung". Tudung itu dibentuk dari perpanjangan tulang rusuk di belakang kepala ular sebagai pertahanan diri dari ancaman atau untuk menakuti mangsa.
Meskipun sama-sama bertudung dan menyandang nama "cobra", sesungguhnya King Cobra tidak termasuk dalam keluarga besar genus ular kobra. Ular kobra biasanya dimasukkan dalam genus Naja, sementara King Cobra yang kanibal masuk dalam genus Ophiophagus.
King Cobra: Ular Berbisa Terpanjang
King Cobra merupakan salah satu jenis ular mematikan serta bisa mencapai ukuran tubuh yang besar dan panjang hingga mencapai lebih dari 5 meter. John Mehrtens dalam Living Snakes of the World (1987) menyebut, King Cobra adalah ular berbisa terpanjang di dunia.
Ditinjau dari wilayah penyebarannya, Encyclopedia of Life menjelaskan, King Cobra hidup di Asia Selatan dan Tenggara, kecuali kepulauan Little Andaman dan Mentawai. Ia ditemukan mulai dari Nepal, India, Cina bagian selatan, Indocina, Filipina, Malaysia, Brunei, hingga Indonesia.
Anak benua India dianggap sebagai wilayah paling barat di mana King Cobra hidup. Sedangkan wilayah paling timur yang masih ditemukan King Cobra adalah Jawa, Bali, dan Sulawesi. Ular ini dapat hidup di berbagai habitat, King Cobra ditemukan terutama di hutan, rawa bakau, dan daerah pertanian yang menyisakan sedikit wilayah hutan.
King Cobra juga tergolong ovipar karena bereproduksi dengan cara bertelur. Sekali bertelur, sang betina biasanya mengeluarkan sekitar 21-40 butir. Sebelum bertelur, sang betina bakal membuat sarang dari bahan dedaunan dan dahan. Sarang inilah yang digunakan sebagai tempat inkubasi telur.
Selama masa itu, King Cobra betina berada di sarang untuk menjaga telur. Adapun pejantannya berada tak jauh dari sana. Mereka cenderung sangat agresif ketika manusia mendekati karena menganggap itu adalah ancaman.
Sara Viernum, ahli amfibi dan reptil di Madison, Wisconsin, sama seperti yang diungkap Mehrtens dalam bukunya, mengatakan kepada Live Sciencebahwa King Cobra merupakan spesies ular berbisa terpanjang di dunia.
King Kobra bersifat kanibal atau pemakan sesama ular. Inilah yang membedakannya dengan ular kobra. Smithsoinan's National Zoo and Conservation Biology Institute menjelaskan, King Cobra membatasi jenis makanannya untuk hewan berdarah dingin, khususnya ular. Beberapa King Cobra bahkan hanya memakan satu spesies ular dan menolak yang lainnya.
"Ular yang dimakan King Cobra sebagian besar berukuran lebih besar dan tidak berbahaya, seperti ular tikus Asia, dhamans, atau piton. Mereka juga memakan ular kobra India dan bahkan King Cobra yang berukuran lebih kecil," sebut laman itu.
Oleh karena itu, wajar jika genus King Cobra dinamakan Ophiopahagus. istilah itu, menurut Animal Planet, berakar dua kata latin: ophio yang berarti "ular" dan phagus yang berarti "pemakan". King Cobra pun satu-satunya ular yang dimasukkan dalam genus itu dengan nama spesies Ophiophagus Hannah.
Bisa King Kobra lebih mematikan dari ular kobra atau Kobra Jawa. Namun, King Kobra tidak menyemburkan bisanya seperti Kobra Jawa yang mampu menyemburkan bisa bahkan sejak masih anakan.
Fenomena Kobra Jawa
Ular kobra yang belakangan ini bermunculan di berbagai tempat di Indonesia termasuk jenis Kobra Jawa. Berbeda dengan King Cobra, Kobra Jawa masuk dalam genus Naja. Ular yang masuk dalam genus ini ada lebih dari 10 jenis.
Di antaranya adalah Naja Atra atau Kobra Cina, Naja Christyi atau Kobra Air Kongo, Naja Crawshayi, Naja Haje atau Kobra Mesir, Naja Kaouthia, Naja Katiensis, Naja naja atau Kobra India, Naja Nigricollis atau Kobra Leher Hitam, Naja Nivea atau Kobra Kuning, dan seterusnya.
Ular kobra yang biasa dijumpai di Indonesia atau di Pulau Jawa adalah jenis Kobra Jawa atau Naja Sputatrix. Jenis ini menurut Wanda memiliki ciri khusus yaitu didominasi warna hitam kelam dan dapat menyemburkan bisanya.
"Bisa ular kobra Jawa ini dapat menyembur hingga satu meter, kalau manusia yang tersembur bisa ini tidak ada luka di kulitnya ya biasa saja, tapi kalau di kulitnya ada luka dan terkena semburan bisa maka efeknya akan sama seperti digigit kobra Jawa," jelas Wanda Ariesta dari AOS Yogyakarta kepada Tirto.id.
Bisa ular Kobra Jawa ini sama berbahayanya dan mematikannya dengan King Cobra, hanya saja kadarnya lebih rendah bila dibandingkan dengan bisa King Cobra.
Wanda menambahkan, banyak ditemukannya ular jenis ini di beberapa wilayah di Indonesia karena saat masa pancaroba atau perubahan dari musim kemarau ke musim hujan merupakan waktu ideal untuk ular berkembang biak.
Editor: Iswara N Raditya