tirto.id - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) angkat bicara merespons beredarnya isu di media sosial yang mempertanyakan kehalalan permen Yupi. Info yang tersebar di media sosial memuat isu bahwa permen itu haram karena terbuat dari kulit babi. Isu ini tidak dibenarkan dalam keterangan BPJPH.
BPJPH adalah lembaga di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) RI, yang ditunjuk oleh pemerintah guna menyelenggarakan sertifikasi halal sebagaimana amanat UU Nomor 33 Tahun 2014. BPJPH dibentuk pada tanggal 17 Oktober 2017.
Sertifikasi halal diselenggarakan oleh BPJPH dengan melibatkan sejumlah Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang berwenang dalam pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk, serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menetapkan fatwa kehalalan produk.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mastuki menerangkan penerbitan sertifikasi halal untuk produk permen Yupi sedang dalam proses di lembaganya.
Menurut Mastuki, produsen permen Yupi, PT. Yupi Indo Jelly Gum tercatat sudah melakukan pendaftaran sertifikasi halal melalui laman ptsp.halal.go.id (aplikasi sertifikasi halal BPJPH) pada 24 Desember 2021.
Total yang didaftarkan ada 262 produk. Saat ini, kata Mastuki, statusnya masih di LPPOM MUI sebagai LPH untuk proses audit produk-produk tersebut.
"Sesuai aturan, perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal dapat memilih LPH. Adapun PT Yupi Indo Jelly Gum memilih LPPOM MUI sebagai LPH. Saat ini sedang proses audit. Selanjutnya laporan hasil audit itu akan diserahkan kepada MUI untuk penetapan kehalalan produk, dan ditembuskan kepada BPJPH," ujar Mastuki dalam siaran pers Kemenag pada Selasa (25/1/2022).
Menurut Mastuki, PT Yupi Indo Jelly Gum sebenarnya pernah melakukan pendaftaran sertifikasi halal pada tanggal 23 Desember 2019 lalu, tetapi tidak sampai keluar sertifikat halal dari BPJPH.
Sebab, lanjut Mastuki, perusahaan itu hanya menerima ketetapan halal dari MUI dengan nomor 00110060360212 yang diterbitkan pada 1 April 2020 dan akan berakhir pada 31 Maret 2022.
Hanya saja, dia menambahkan, ketetapan halal itu tidak diserahkan kepada BPJPH. Padahal, seharusnya Sertifikat Halal itu diterbitkan oleh BPJPH.
"Memang seharusnya, sejak 17 Oktober 2019 pendaftaran sertifikasi halal ditangani BPJPH. Jadi, kami baru tahu saat PT Yupi Indo Jelly Gum mengajukan dokumen sertifikasi halal yang baru tahun 2021, mereka melampirkan ketetapan halal dari MUI," terang Mastuki.
"Hal ini mungkin karena proses [pendataan] masih manual saat itu sehingga perusahaan tidak bisa membedakan antara ketetapan halal yang dikeluarkan MUI dengan sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH," tambah dia.
Sementara itu, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham mengimbau masyarakat untuk lebih hati-hati dan bijak saat mendapat informasi tentang produk halal atau haram.
"Viral yang menyebut Permen Yupi haram itu menandakan bahwa masyarakat kita sangat peduli soal halal atau haram sebuah produk. Kita ambil positifnya. Justru itu baik sebagai kontrol dari masyarakat dan pembelajaran soal halal yang bermanfaat untuk kita semua," kata dia, seperti dikutip dari laman Kemenag.
Aqil mengingatkan semua perusahaan yang memproduksi makanan, minuman, kosmetik, hingga obat-obatan agar memperhatikan aspek kehalalan produk. Sebab, aspek halal-haram adalah isu sensitif di masyarakat Indonesia.
Apalagi Indonesia kini telah memiliki regulasi yang tegas soal produk halal, yakni UU No 33 tahun 2014. Khusus produk makanan dan minuman, kewajiban sertifikasi halalnya telah dimulai 17 Oktober 2019 dan akan berakhir 17 Oktober 2024.
"Permen atau kembang gula termasuk jenis produk yang wajib bersertifikat halal. Ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 748 tahun 2021," ujar Aqil.
"Maka itu, produsen permen harus mengetahui soal aturan ini. Kalau ada masyarakat yang mempertanyakan soal halal atau non-halal, sebenarnya gampang saja [jawabnya]. Apakah produk sudah bersertifikat halal atau belum. Jika sudah bersertifikat halal akan aman dan gampang membuktikan kepada publik," terang Aqil.
Editor: Iswara N Raditya