tirto.id - Ahli vulkanologi Universitas Gadjah Mada Agung Harijoko mengatakan penggembungan di tubuh Gunung Merapi mengindikasikan bahwa ada magma yang bergerak di dalamnya, Senin (20/7/2020).
"BPPTKG menyatakan ada penggembungan di tubuh Merapi yang mengindikasikan ada magma yang bergerak di dalamnya, tapi masih lebih kecil dibanding deformasi sebelum erupsi 2010," kata dosen Teknik Geologi UGM ini dilansir Antara.
Agung menjelaskan pergerakan magma tersebut bisa berlanjut dengan erupsi. Namun bisa juga tidak berlanjut erupsi.
Menurutnya, apabila terjadi erupsi, maka kemungkinan adalah erupsi efusif yang membentuk kubah lava atau berupa erupsi eksplosif dengan letusan yang kuat.
"Erupsi Merapi bukan baru saja terjadi, tapi sudah berlangsung lama yakni sejak keluarnya kubah lava pada 2018 lalu," kata Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM ini.
Ia juga menyampaikan bahwa hingga saat ini Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta masih menetapkan status Gunung Merapi pada level II atau Wasapada.
Hal itu, menurut dia, menunjukkan belum ada peningkatan potensi bahaya dari aktivitas Gunung Merapi. Ancaman bahaya masih berada pada radius tiga kilometer dari puncak Merapi.
Agung menambahkan, BPPTKG terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas Merapi dengan baik. Namun, ia menilai masyarakat perlu mengetahui bahaya yang ditimbulkan dari erupsi gunung api sebagai upaya mitigasi bencana.
Menurutnya, bahaya utama saat terjadi longsoran kubah dengan volume besar adalah terbentuknya awan panas atau yang dikenal masyarakat Jawa dengan sebutan wedhus gembel. Selain itu juga ancaman abu vulkanik yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
"Saat terjadi hujan abu, masyarakat diharapkan memakai masker untuk mencegah partikel-partikel abu halus terhirup ke tubuh," kata dia.
Setelah erupsi berakhir, Agung berharap masyarakat mewaspadai ancaman lahar dingin saat musim penghujan karena hujan dengan intensitas tinggi akan membawa material vulkanik dari letusan gunung yang berada di lereng gunung atau hulu.
Meski demikian, ia meminta masyarakat agar tidak panik menghadapi aktivitas deformasi berupa penggembungan Gunung Merapi, meski tetap perlu meningkatkan kewaspadaan.
"Tetap tenang dan jangan panik. Ikuti arahan dan patuhi rekomendasi yang disampaikan oleh BPPTKG atau BPBD setempat," kata Agung.
Sebelumnya, Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida menjelaskan deformasi atau perubahan bentuk gunung berupa penggembungan (inflasi) Gunung Merapi ditunjukkan dengan adanya pemendekan jarak tunjam dua centimeter dalam kurun satu pekan berdasarkan periode pengamatan 26 Juni-2 Juli 2020.
Menurut Hanik, deformasi yang terjadi di tubuh gunung merupakan salah satu tanda adanya magma yang naik ke permukaan.
Namun, ia meminta masyarakat tidak perlu panik karena naik atau keluarnya magma ke permukaan merupakan hal yang biasa terjadi di gunung api aktif.
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH