Menuju konten utama

Penghapusan Pidana Iklan Rokok & Miras di RUU Ciptaker Ditentang

Terdapat pasal di RUU Cipta Kerja yang mengubah sanksi pidana menjadi administratif terhadap pelanggaran iklan rokok, miras dan zat adiktif di UU Penyiaran.

Penghapusan Pidana Iklan Rokok & Miras di RUU Ciptaker Ditentang
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/pras.

tirto.id - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyoroti pembahasan RUU Cipta Kerja yang mengubah beberapa pasal dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Di antaranya penghapusan sanksi pidana larangan iklan rokok, minuman keras, dan zat adiktif; diubahnya perizinan siaran untuk radio dan televisi dari kementerian menjadi pemerintah; menghapus perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran dan pencabutannya; dan menghapus syarat izin penyelenggaraan penyiaran bagi lembaga penyiaran berlangganan.

"Ini bertentangan dengan semangat UU Penyiaran itu sendiri," kata Sukamta, Rabu (9/9/2020).

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan bahwa penghapusan sanksi pidana larangan iklan rokok, minuman keras, dan zat adiktif menjadi hanya sanksi administratif. Hal itu tidak sejalan dengan semangat penyiaran yang salah satu tujuannya adalah terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa.

Penghapusan sanksi pidana dapat mengakibatkan semakin banyaknya iklan minuman keras, rokok, zat adiktif, dan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan di radio dan televisi.

"Larangan iklan terhadap eksploitasi anak di bawah umur juga dapat menyuburkan praktik-praktik eksploitasi anak dalam kegiatan bisnis," ujarnya.

Menurutnya, kontrol penyiaran agar tetap berada di jalurnya juga menjadi sulit dilakukan jika perpanjangan dan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) dihapus.

“Perubahan-perubahan ini cenderung mengarahkan kepada liberalisasi penyiaran. Karenanya, saya menolak hal tersebut," ucapnya.

Ia menyarankan lebih baik pemerintah memikirkan perubahan yang lebih progresif dan sangat dibutuhkan masyarakat saat ini. Misalnya digitalisasi penyiaran dengan migrasi digital menggunakan model single-mux.

"Sebetulnya soal digitalisasi penyiaran ini yang lebih mendesak untuk diatur,” tuturnya.

Baca juga artikel terkait RUU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali