tirto.id - Total jenazah yang dimakamkan dengan protokol COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur pada 31 Agustus sampai 6 September 2020 lebih dari 200. Rata-rata petugas bisa menguburkan 30 orang dalam sehari.
"Itu membuat kami lelah, capek banget," kata Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) Gali Tutup Makam TPU Pondok Ranggon Imang Maulana kepada reporter Tirto, Senin (7/9/2020). "Tapi itu tanggung jawab kami. Kami ikhlas, enjoy."
Imang mengatakan pekerjaan mereka paling berat terjadi pada 5 September. Ketika itu petugas harus menguburkan 37 jenazah, terbanyak selama bertugas dari Maret hingga September atau sepanjang musim pandemi. Sudah ribuan jenazah dimakamkan dengan protap COVID-19 di TPU ini.
Bukan hanya lelah yang ia rasakan, tapi juga khawatir. Sebab, hitung-hitungan kasarnya, jika tetap menguburkan 30 jenazah per hari, kemungkinan lahan di TPU Pondok Ranggon akan habis dalam waktu dekat.
"Kalau masyarakat tidak mengindahkan protokol kesehatan, bisa lebih lagi jenazahnya. Tidak menutup kemungkinan lahan akan habis kurang dari sebulan," katanya.
Ia tentu berharap itu tidak terjadi. Syaratnya, masyarakat patuh terhadap protokol kesehatan. Masalahnya statistik menunjukkan sebaliknya. Angka kematian akibat COVID-19 di DKI Jakarta makin mengerikan. Per Senin 7 September saja, warga yang meninggal akibat Corona sudah 1.296 orang.
Menurut laman coronajakarta.go.id, dalam 31 Agustus sampai 6 Juni, 380 jenazah telah dimakamkan dengan protap COVID-19. Rinciannya: pada 31 Agustus sebanyak 57 jenazah; 1 September 47; 2 September 60; 3 September 50; 4 September 50, 5 September 66; dan 6 September 50.
Jumlah penderita juga terus bertambah setiap harinya. Bahkan Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (DPH) DKI Suzy Marsitawati, yang mengurus pemakaman di ibu kota, juga dinyatakan positif COVID-19.
Lahan Alternatif
Karena lahan kuburan terus menipis sementara pandemi di DKI tak tampak indikasi menurun, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menyarankan pemprov segera mempersiapkan lahan baru.
"Pemerintah harus bertindak lebih gesit, harus beli tanah, siapkan anggarannya," katanya kepada reporter Tirto, Senin (7/9/2020).
Tapi pemprov tidak akan melakukan itu. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan "jangan spekulasi dulu seakan-akan tidak ada tempat lagi" saat mengomentari perihal TPU Pondok Ranggon yang diperkirakan akan penuh.
"Lokasi semua sudah disiapkan" dan "insya Allah tidak akan ada kekurangan," katanya di Gedung DPRD DKI, Selasa (8/9/2020) lalu.
Ia mengatakan pemprov telah mempersiapkan pemakaman alternatif bahkan sejak Maret lalu atau pada masa awal pandemi.
Namun anggota Komisi D DPRD DKI dari PSI Justin Adrian mengatakan lahan-lahan itu belum siap untuk digunakan. Misalnya saja TPU Tegal Alur, Jakarta Barat. Menurutnya, hanya sebagian yang siap pakai untuk pemakaman, sebagian yang lain belum bisa dipakai karena tanahnya masih berair.
Lalu TPU Kampung Kandang, Jakarta Selatan. Masih ada lahan sekitar 1-2 hektare yang bisa dipakai di bagian bawah. Sayangnya, katanya, pihak Dinas Pertamanan dan Hutan Kota belum menyiapkan lahan tersebut.
Kemudian di Rorotan, Jakarta Utara. Dinas Pertamanan dan Hutan Kota sudah membeli lahan yang cukup luas 3-4 tahun yang lalu. Di situ sudah dibangun pula pagar pembatas. "Namun demikian, lahan ini belum bisa dipakai karena masih tergenang air. Bahkan, walaupun sudah menjadi milik Pemprov DKI dan dibangun pagar, hingga akhir 2019 di atas lahan ini masih dipakai untuk bertani padi," kata dia kepada reporter Tirto, Senin (7/9/2020).
Oleh karena itu, Fraksi PSI meminta Gubernur Anies bekerja lebih cepat dan sigap mengantisipasi krisis lahan pemakaman.
"Akan tragis jika ada warga sudah bersedih karena kehilangan keluarga, tapi masih harus terbebani dengan sulitnya mencari lahan pemakaman," pungkasnya.
Agar Tak Terus Meningkat
Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga Laura Navika mengatakan agar situasi krisis lahan kubur tidak benar-benar terjadi, Gubernur Anies sebaiknya segera merealisasikan kebijakan penyediaan fasilitas untuk isolasi mandiri pasien OTG dan gejala rendah.
Anies ingin agar seluruh warga yang positif COVID-19 tidak lagi isolasi mandiri di rumah, tetapi di fasilitas pemerintah. Selama ini pasien COVID-19 yang dapat isolasi mandiri adalah yang tanpa gejala. Masalahnya, kata Anies, tidak semua dari mereka "bisa melakukan isolasi dengan baik" dan belum tentu memiliki "kedisiplinan dan pengetahuan tentang protokol kesehatan."
Sekarang kebijakan ini belum terealisasi.
Laura juga mengatakan pasien COVID-19 berpotensi meninggal apabila kurang mendapatkan perawatan dan pengobatan yang maksimal. "Misal minim ventilator. Saat pasien lain membutuhkan tapi kekurangan, tidak bisa ditangani sampai maksimal. Akhirnya mereka semakin parah dan mengakibatkan kematian."
Oleh karena itu satu-satunya cara adalah "faskes (fasilitas kesehatan) kita harus ditingkatkan."
Selain penguatan fasilitas, pencegahan di hulu juga sama pentingnya. Ini juga berlaku untuk daerah lain agar tak punya potensi yang sama dengan Jakarta.
"Masyarakat mulai abai, pejabat tidak memberikan contoh yang baik terhadap protokol kesehatan. Mudah-mudahan masyarakat terbuka, mau menahan diri, kalau tidak ada hal yang penting jangan ke luar rumah," kata dia.
Berdasarkan catatan LaporCOVID-19, angka kematian terkait Corona di Indonesia per 3 September sebanyak 18.263, dengan rincian 8.024 atau 43,9 persen kematian kasus positif dan 10.239 atau 56,1 persen terduga COVID-19.
Sebanyak 132 daerah tak menyajikan data. Jika seluruh daerah datanya lengkap, LaporCOVID-19 memperkirakan angka kematian dapat mencapai 26 ribu.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino