tirto.id - Direktur Pasca Sarjana Universitas Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (YARSI) Tjandra Yoga Aditama meminta Pemerintah Indonesia mewaspadai peningkatan angka kematian akibat COVID-19.
“Kemarin 2 Agustus 2022 ada 24 orang warga kita yang meninggal dunia akibat COVID-19, ini adalah angka tertinggi dalam 3 bulan terakhir ini. Sejak Mei 2022 sampai Juli angkanya selalu di bawah 20 kematian,” ujar Tjandra melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto pada Rabu (3/8/2022).
Eks Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara ini menyampaikan tiga alasan mengapa Indonesia perlu mewaspadai angka kematian akibat COVID-19. Pertama, Indonesia cenderung memiliki tren kenaikan angka kematian akibat virus menular tersebut secara terus-menerus.
“Sepanjang Juni 2022, angka kematian harian selalu di bawah 10 orang, di bulan Juli jadi di atas 10 orang dan di bulan Agustus ini melewati 20 orang, kita belum tahu bagaimana di hari-hari kedepan ini,” kata Tjandra.
Alasan kedua, angka kematian akibat COVID-19 di berbagai negara juga meningkat. Dalam seminggu terakhir, angka kematian harian akibat COVID-19 di Australia rata-rata 94 orang. Angka itu merupakan angka tertinggi negara itu selama pandemi.
“Jepang pada 1 Juli 2022 ada 21 orang yang meninggal karena COVID-19 dan di 1 Agustus angkanya meningkat menjadi 94 kematian, naik hampir lima kali lipat. India pada 1 Juni 2022 mencatat 5 kematian dan pada 1 Agustus 2022 naik tinggi menjadi 34 orang,” sambung Tjandra.
Alasan ketiga, Tjandra menyampaikan satu nyawa yang meninggal akibat COVID-19 amat berharga dan tidak dapat tergantikan oleh apa pun
Atas dasar itu, Tjandra mengatakan Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan dalam lima hal. Pertama, surveilans epidemiologi dijalankan dengan baik, sehingga data dari seluruh pelosok negeri dapat dikompilasi dan dianalisa dengan baik. Kedua, kemampuan tindakan melakukan tes COVID-19 (testing) harus ditingkatkan agar mendapat angka riil jumlah kasus COVID-19 di masyarakat.
Ketiga, penelusuran kontak erat (tracing) juga harus ditingkatkan. Dari setiap kasus COVID-19 setidaknya didapat dua informasi, yaitu dari mana tertular dan kemana saja menularkannya. Keempat, vaksinasi COVID-19 dosis ketiga (booster) yang masih di bawah 30 persen harus ditingkatkan maksimal.
“Juga sekitar sepertiga penduduk kita yang belum divaksinasi kedua harus dikejar,” tutur Tjandra.
Kelima, kata dia, melakukan komunikasi risiko dengan baik dengan masyarakat. Hal itu agar masyarakat mendapatkan informasi yang tepat, menerapkan protokol kesehatan (prokes), dan bersedia divaksinasi COVID-19.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Gilang Ramadhan